35

1.3K 124 9
                                        

Mr.  Morris duduk dengan tubuhnya yang kaku, Disudut kafe kecil di pinggiran kota.

Tubuhnya tidak bisa rileks, dia memeluk tasnya dengan erat. Satunya satunya benda yang bisa mengeluarkannya dari masalah ini. Beruntungnya dia dengan cepat bisa menyembunyikan barang barang ini sebelum orang-orang suruhan taylor mengrebek apartemennya.

Barang barang ini juga tidak mungkin dia bawa dalam persembunyiannya. Berkas berkas yang dia kumpulkan cukup lama. Penuh keringat dan darah ketika dia menggali skandal Dawson, dan jerih payahnya akan dibakar begitu saja oleh pewaris Dawson.

Tidak semudah itu pikirnya.

Kepalanya berkali kali menjulur melihat sekeliling ruangan. Cafe ini sangat sunyi dan ditutup dengan gorden gorden tebal seakan akan cafe ini sudah lama tidak beroperasi.

Saat ia masuk, Pemiliknya langsung menyambut, seolah dia telah menantikan kedatangan Mr. Morris dan mempersilahkan dia untuk duduk di kursi yang telah disediakan.

Cahaya lampu yang redup membuat suasana cafe semakin terasa kelam. Dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang keluar dan masuk dari pintu depan.

akibat penglihatannya yang tidak jelas telinganya menjadi sedikit lebih sensitif. setiap ada suara yang muncul membuat jantungnya berdegup kencang dan tubuhnya kaku.

Suara lonceng diatas pintu berdentang ketika seseorang membuka pintu. Dia meluruskan punggungnya ketika melihat sosok yang berjalan kearahnya.

Pria itu memakai jaket panjang. setelan formal yang selalu dia lihat saat berpapasan dengannya disekolah.  Pria itu tersenyum ramah saat berdiri didepannya. Spontan dia berdiri dan menyambutnya

"wakil kepala sekolah." Ucapnya, yang tersadar kalau mereka tidak berada disekolah.

Pria itu tertawa sembari duduk didepannya. "tidak perlu memanggilku dengan sebutan wakil kepala sekolah."

"maafkan saya mr.Harold." Ucapnya lirih. matanya menatap sarung tangan kulit berwarna hitam yang Harold lepaskan dan letakkan diatas pahanya.

Seorang pelayan datang dan membawa buku menu untuk mereka berdua. Mr. Morris semakin melengkungkan tubuhnya kedalam. Melindungi tasnya.  Pembawaan Mr. Harold yang santai membuatnya waspada, entah kenapa.

"anda ingin memesan sesuatu Mr. Morris?" tanyanya sembari membaca isi menu.

"coffe, saya rasa saya hanya butuh itu." Jawabnya.

Dia tidak ingin berlama lama bersama bosnya. Ini bukanlah sebuah acara reuni. Dia hanya butuh uang yang akan dikeluarkan Mr. Harold untuk membeli semua aset terakhir yang ia miliki didalam tasnya. Setelah itu ia akan melarikandiri.

keluar negri kalau perlu, pikirnya.

Mr. Harold menutup menu dan memberikannya kepada sipelayan. "dua coffe kalau begitu." Ucapnya dengan senyuman yang membuat sipelayan terpesona.

Tersadar sipelayan dengan cepat menulis pesananan dan kembali ke pantry meninggalkan mereka berdua.

"anda sekarang menjadi sangat sibuk Mr. Morris, sangat susah untuk menghubungi anda." Ucapnya.

Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman. Tapi matanya menatap tajam Mr. Morris, seperti menyalahkannya yang membuat amarah Mr. Morris meledak.

"anda pikir karna siapa saya seperti ini? Keponakan anda bertingkah seperti orang gila, menyuruh segerombolan orang untuk mengintimidasi saya. Apatemen saya digeledah dan barang barang saya dicuri. Saya tidak bisa hidup tenang karna para gangster itu." Tuduhnya.

Sang Nouveau [Dawson Tales]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang