***
He is mysterious man!
***
Indira duduk di tepi kasurnya, Arza telah selesai menjalankan missi nya di Libanon dan dia telah pulang ke Indonesia. Meninggalkan Indira yang sekarang telah menjadi KoRaMil."Kayanya Arza percaya banget sama gue," pikir Indira.
"Arza kalo lo pulang ke indo ya pulang aja, bawa semua barang barang lo tapi energi gue jangan dong!" ucap Indira berbicara pada brivet yang Arza berikan kemarin.
"E-ee apa hubungannya Arza sama energi gue. Gue lemes karena belum makan, bukan karena Arza!"
Indira tolong sadarkan dirimu!
"Ra, ini roti dengan selai kacang kesukaan lo." ucap Dara memberi selembar roti pada Indira."Woah! Thank's Dar. Lo emang yang paling sayang sama bayi cacing di dalam perut gue. Hehe," ujar Indira, nyengir dengan gigi gingsulnya.
Dara membungkuk, mengelus perut Indira."Baik baik di dalam ya sayang!" ucap Dara, mendelik kesal.
Indira memakan roti yang Dara beri dengan 2 gigitan. Indira merasa energinya sudah berkumpul kembali." Oke Indira, sekarang lo harus mulai bekerja."
Indira berdiri hendak mengambil stetoskopnya tapi benda itu lagi. Brivet itu lagi, Indira mengambilnya dan duduk kembali. Indira merongoh ponselnya, tidak ada notif masuk dari Arza. Eh, apa mereka sudah bertukar nomor telepon?
Jujur saja, Indira masih bingung akan hal brivet ini. Massa iya Arza memberikan brivet pertamanya hanya untuk kenang-kenangan. Itu kan tidak lucu, Arza yang kesusahan mendapatkannya tapi malah Indira yang menyimpannya. Eh tapi kata orang lebih susah menjaga daripada mendapatkan. Setuju gak?
"Aish... kalo gue diem aja. Gue semakin mikirin si mysterious man itu. Ayo kerja Indira, semangat!"
Indira keluar barak, dengan stetoskop yang ia simpan di kantung jas putihnya.
Indira keluar dari baraknya, hendak menghampiri segerombol anak yang sedang bermain bola bersama beberapa prajurit tentara. Tapi langkah Indira terhenti ketika mendengar percakapan 2 serdadu yang sepertinya sedang merindu.
"Kenapa kau galau?" Tanyanya.
"Apa tentara tidak boleh galau?" Ucapnya, balik tanya.
"Tidak! Bukan seperti itu. Hanya saja---"
"Saya tidak sempat memberikan ini padanya." Ucapnya lesu sembari memperlihatkan benda yang tadi ia genggam.
"Hah, benda itu. Brivet raider kan? Sama yang kaya Arza." monolog Indira.
"Terus?" Tanya tentara yang satu lagi.
"Setidaknya, saya bisa meyakinkan dirinya bahwa saya ini setia. Dan akan kembali padanya."
Tentara lawan bicaranya itu mengangguk paham,"Pergi dengan memberi brivet, lalu ketika pulang kau akan menggantinya dengan cincin? Cara yang kuno!" Jelasnya.
"Tapi kemarin saya lihat, Kapten Arza memberi ini pada Dokter Indira. Apa kau juga akan bilang seperti itu padanya?"
Si tentara itu gelagapan."Kapten Arza berbeda, mungkin dia memberikan hanya untuk kenang kenangan."
Grusuk!
"Dokter Indira?" ucap mereka kompak.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Started In Libanon [End]
Romance"Makanya jangan sok sok an memakai kacamata hitam!" teriak indira. "Mengapa?" "Kau baru saja menabrakku dan kau tidak akan meminta maaf?" "Sekarang saya lapar saya akan meminta makan bukan maaf!" ujar pria loreng itu. ~Mencintai seorang hamba Pangli...