Happy Reading:) Jangan lupa Vote dan komennya ya<3
...
"Tadaaa!!! Makanan sudah siap," seruku sembari mengangkat makanan yang sudah siap untuk disajikan. "Ayam Sambal Balado ala Chef Zillan."
Akhirnya, setelah dua jam lamanya aku berkutat di dapur, masakan itu selesai juga. Dua jam yang tidak selalu diisi dengan kegiatan memasak. Dia yang selalu menggangguku agar terus bermain perang tepung dengannya. Bahkan, ketika aku sempat digundahkan dengan rasa yang mengganjal, dia selalu bisa membuat rasa itu hilang dengan terus mengalihkan pikiranku agar hanya memikirkan kata bahagia saat itu juga.
"Baunya sih enak," katanya.
Rizki yang semula rebahan di sofa ruang tamu, bangkit ketika aku memperlihatkan makanan yang menggugah seleranya.
"Jelas enak dong Ki, kapan sih masakan Zii pernah gak enak," candaku.
Aku meletakkan makanannya di meja makan dan menyiapkan keperluan untuk makan. Tak lupa, aku mengambilkan nasi untuknya. "Nih."
"Makasih Zii, udah siap jadi calon istri ternyata."
Aku hanya tersenyum tak menanggapi perkatannya. Toh, paling juga hanya sebuah candaan. Lagi pula, sekarang hatiku sudah tertuju pada satu nama, jadi aku tak memperdulikannya. Tapi bukan berarti aku hilang peduli dengannya, dia tetap sahabatku. Dan selamanya selalu begitu. Soal perasaanku yang dulu sempat tertuju padanya, sudah hilang dimakan waktu karna tak juga mendapatkan balasan darinya. Jadi sekarang, biarlah rasa itu kembali berlabuh dengan orang lain.
"Ki, aku meu cerita deh," ujarku di sela kegiatan mengunyah makananku.
"Cerita saja semaumu," jawabnya.
Aku terdiam sejenak, tak apa kan kalau aku menceritakan sesuatu yang menyangkut perasaanku kepadanya? Dia sahabatku, dan sepertinya dia harus mengetahui soal ini.
"Soal perasaan aku Ki."
"Perasaan? Kenapa lagi Zii? Kurang bahagia apa gimana?" tanyanya.
"Bukan. Tapi, aku memiliki rasa terhadap orang lain dan orang itu sepertinya juga memiliki rasa yang sama terhadapku," gumamku pelan.
Seketika dia tersedak entah tersedak karna apa, aku pun tak tahu. Aku langsung menuangkan air mineral dan memberikannya. Dia menenggak air itu hingga habis tak berbekas.
"Sama siapa?" tanyanya.
"Namanya Reza, dia teman lamaku," jawabku.
"Sejak kapan?"
Sial. Kenapa dia jadi mengintrogasiku. "Sejak pertemuan pertama itu, dan dia membuatku merasakan hal yang tak biasa."
Tak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya. Kemudian dia beranjak dari meja makan dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Ada apa dengannya? Apa dia cemburu? Tapi apa mungkin iya? Aku segera menyusulnya. "Ki, boleh Zii masuk?" tanyaku ketika berada di depan pintu kamarnya yang tertutup.
"Masuk saja," jawabnya singkat.
Aku memutar knop pintunya dengan perlahan. kulihat dia sedang terduduk tenang menghadap kearah jendela. Aku berjalan pelan menghampirinya, ku elus pundaknya. "Kamu kenapa?" tanyaku.
"Gak apa-apa." Lagi-lagi aku mendapat jawaban singkat darinya.
"Yakin gak ada apa-apa? Aku gak suka ya kalau kamu diem-diem kaya gini," ujarku lembut.
Ia mengubah posisi duduknya kearahku. "Zii, bukannya aku tak bahagia ketika mendengar kamu sedang memiliki perasaan ke orang lain. Terlebih lagi, ketika rasamu terbalas. Tapi..." ia menggantungkan kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REZAZII
أدب المراهقينKetika aku dan kamu di persatukan di waktu yang berbeda. Dengan keadaan yang serba di paksakan agar terlihat baik baik saja. Jadi bagaimana, ketika ada dua insan manusia yang selalu berlomba-lomba untuk saling menyakiti? Dengan ego yang selalu di be...