Empat

140 74 47
                                    

Aku sangat berterima kasih sekali untuk kalian yang masih setia membaca ceritaku yang terbilang cukup tidak jelas 🙏🏻
Maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan🙏🏻
Vote dan komen untuk membuatku lebih semangat dalam melanjutkan ceritanya❤️

Selamat membaca:)✨

***

"Selamat pagii Zii, maaf ya aku kesini pagi pagi gini." Dia menyapaku dengan nada yang sedikit di rendahkan di akhir kalimatnya. Namun, tak menghilangkan se senti pun senyuman di bibirnya.

"Pagi Ki, gapapa kok, santai aja kali," jawabku.

Namanya Rizki, Rizki Adityaswara lengkap nya. Dia teman yang sudah menjadi sahabat sejak aku masuk SMP. Anaknya sangat baik sekali, jujur dulu aku sempat memiliki perasaan terhadapnya. Tapi hanya di balas dengan pertemanan saja. Dan perlahan, aku juga berusaha untuk bisa menganggap dia sebagai teman juga. Sampai pada masanya, rasaku berpindah kepada temannya yang bernama Randy. Rasaku tebalas. Namun tak lama, aku mengahkiri hubungan itu karna di khianati olehnya. Dan mulai dari situ Rizki datang mengubah semua rasa sakitku dengan kebahagiaan yang ia ciptakan. Pada akhirnya, kita memutuskan untuk bersahabat tanpa menghadirkan perasaan. Dan terbukti, sampai sekarang aku masih menjalin persahabatan dengannya. Bahkan sudah seperti saudara sendiri.

"Zii, kedatangan aku kesini ingin mengajakmu keluar. Waktmu luang kan?" tanyanya.

Aku berfikir sejenak. Hari ini aku tidak memiliki janji dengan siapapun, sepertinya tak masalah jika aku ikut keluar bersamanya. Aku tersenyum. "Boleh ki, tapi aku izin du..."

"Aku sudah izin ke ibumu sebelum kamu bangun Zii, dan Ibumu mengizinkannya" potongnya.

Aku tersenyum senang mendengarnya. Ia memang seperti itu jika ingin mengajaku. Serba dadakan dan tanpa terencana. Jika aku menolaknya dengan alasan sudah ada janji dengan teman, ia bahkan tak segan mengantarkanku atau menungguku sampai aku bertemu dengan orang yang memiliki janji denganku. Memang terlalu over, tapi bukankah ini bentuk dari kepeduliannya terhadapku?

"Aku siap-siap dulu kalau begitu." Ia tersenyum pertanda setuju.

Aku langsung berjalan menuju kamarku. Mengganti celanaku dengan levis panjang, dan juga hoodie berwarna pink untuk menutupi lenganku. Dengan sedikit polesan bedak bayi dan lipbam untuk melembapkan bibirku. Kuambil tas selempang berwana abu, juga flatshoes hitam agar setara dengan pakaianku. Kurasa tak ada yang kurang.

Oh iya, kalian pasti bingung dengan aku dan Rizki yang memanggil dengan sebutan Aku-kamu. Kalau aku sih memang dari awal mengobrol dengannya sudah menggunakan sebutan Aku-kamu. Tapi, semenjak kita resmi menjadi sahabat, ia memutuskan untuk mengimbangi ku dengan mengikuti gaya bicaraku. Tapi, hanya di tunjukkan untukku saja, supaya lebih enak katanya.

"Kita mau kemana ki?" tanyaku ketika sampai di hadapannya.

Rizki tak menjawab apapun, ia meraih tanganku lalu menariknya keluar rumah. Di halaman depan rumah, terdapat ibuku yang sedang menyirami tanaman. Ia melepas genggamannya pada tanganku sambil tersenyum kepada ibuku.

"Bu, Rizki izin pinjam Zii nya ya, mungkin rada lama. Tapi nanti akan Rizki kembalikan dengan selamat tanpa kurang satu apapun," ucapnya meyakinkan Ibuku.

Pinjam? Dia kira aku ini barang yang bisa ia pinjam dan kembalikan seenaknya. Dasar Rizki, selalu membuatku kesal.

"Iya Nak Rizki silahkan," Jawab ibuku ramah.

Rizki langsung tersenyum dan menyalami ibuku berpamitan, aku mengikuti di belakangnya, "Ya sudah bu, Zii pamit pergi dulu ya."

"Assalamualaikum"

REZAZIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang