Sembilan Belas

41 3 0
                                    

Selamat membaca:)
jangan lupa vote dan komennya ya✨
Biar makin semangat nulisnya:)❤️

...

Sudah lebih dari dua bulan aku menjalankan hubunganku dengan Reza. Dan selama dua bulan itu aku belum sempat bertemu dengannya. Terkadang, jadwalku bertemu dengannya harus bertabrakan dengan jadwal kemoteraphy nya Rizki yang otomatis aku harus menunda pertemuanku dengan Reza menggunakan berbagai alasan. Dan selama itu juga hubunganku masih sama seperti sebelumnya. sikapnya yang tak pernah membuatku merasa bosan dengan perhatian kecil yang kian membesar, melalui perantara tentunya. Tak jarang juga, jika dia sering menghubungiku hanya untuk mendengar suaraku. Selalu begitu, tak pernah lupa bahkan sudah menjadi seperti kewajiban di waktu luangnya.

Sampai pada akhirnya aku dan dia kembali memutuskan untuk bertemu di tempat seperti biasa. Tapi sebagian dari pertemuan kita kali ini hanya diisikan dengan perdebatan kecil yang menjadi perdebatan serius.

"Kamu deket banget sama Rizki?" tanyanya to the point.

Awalnya aku sempat bingung kenapa dia tiba-tiba membahas soal hubunganku dengan Rizki?

"Dia sahabatku," jawabku santai.

"Harus banget sedeket itu sama dia? Sampai kamu juga harus bohong ke aku, bilangnya gak bisa ketemu karna ada acara ini itu, tapi kamu malah ketemuan sama dia," sindirnya.

Dia tahu dari mana kalau selama ini aku berbohong hanya untuk Rizki?

"Gak penting semua ini aku tahu dari mana," ucapnya lagi seakan tahu isi pikiranku.

"Za, aku bisa jelasin kenapa aku bohong ke kamu."

"Jelasin apa Zii? Kamu gak harus bohongin aku kalau emang gak mau ketemu sama aku dan lebih milih buat ketemu sama sahabatmu itu," cetusnya.

"Za, gak gitu maksud aku. Aku..."

"Aku gak mau denger apa kata kamu, karna sekalinya kamu bohong ya tetap bohong!" potongnya dengan nada yang sedikit tinggi.

Mataku mulai berkaca-kaca karna melihatnya seperti ini. Ini pertama kali nya dia membentakku dengan nada tinggi.

"Kamu suka sama dia?" tanyanya.

"Kenapa kamu bisa berfikir kaya gitu Za?"

Ia memutar kedua bola matanya, "Aku mikir kaya gitu atas dasar sikap dan perilakumu Zi. Kamu perhatian sama dia, bahkan kamu sampai rela gak ketemu cuman buat dia," tegasnya.

"Beda kondisinya Za," lirihku.

"Iya emang beda. Dia deket sama kamu, selalu ada buat kamu. Sedangkan aku? Aku gak bisa kaya dia yang selalu ada di samping kamu. Udah ya Zi, aku sadar diri sama keadaan kita." Pungkasnya sembari melangkahkan kaki meninggalkanku.

Aku berusaha untuk menahannya agar tidak pergi, ini hanya kesalahpaham saja. Dia tidak tahu bagaimana keadannya, dia tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. "Za, dengerin aku dulu, kamu salah paham sama aku."

Aku mencekal tanganya lembut, menghadapkan dirinya agar menghadap kearahku."Za..."

"Aku gak mau bahas ini, lupain aja ya. Aku percaya sama kamu," ujarnya lembut.

"Serius Za?" tanyaku meyakinkan.

Ia tersenyum manis kearahku, aku langsung menghamburkan kedalam pelukannya. Ia membalas pelukanku sambil mengucapkan, "Iya sayang, aku percaya sama kamu. Maaf kalau aku terlalu cemburuan."

Aku merasa beruntung memilikinya, sikap mengalahnya membuat satu persatu masalah kami terselesaikan dengan kepala dingin. Walaupun harus dengan sedikit perdebatan, namun itu semua membuat aku dan dia bahwa sedikit bersikap dewasa juga penting dalam sebuah hubungan.

REZAZIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang