Empat Belas

47 15 11
                                    

Jangan lupa vote dan komennya, biar makin semangat nulisnya✨
selamat membaca:)❤️

...

Aku merebahkan tubuhku tenang, pikiranku terus memikirkan ucapan Naya siang itu. Aku membenarkan semua ucapannya. Seperti yang sudah aku bicarakan, aku tidak masalah jika harus menjalankan hubungan dengan cara LDR. Tapi bagaimana dengan Reza? Apa dia mau menjalankan semua itu?

Zii, jangankan untuk mendapat jawaban tentang hal itu, kamu saja belum mendapatkan jawaban tentang perasaannya. Bukannya tidak mendapatkan jawaban, lebih tepatnya sih kamu belum mempertanyakannya.

Ponselku berdering nyaring menampakkan nama yang setiap malam selalu muncul di layar ponselku. Tak absen sedikitpun ia menghubungiku, entah hanya untuk memberi kabar atau berbincang bercerita tentang hari ini.

Aku menceritakan seluruh kegiatanku hari ini. Tak ada kejadian yang terlewatkan untuk tidak aku ceritakan. Terutama, kejadian di café itu. Aku menceritakannya, walaupun tidak sedetail cerita yang lainnya.

"Tadi sempat ke café Mas Radit bareng Naya," ujarku.

"Ngapain disana?" tanyanya.

"Hanya duduk, memesan makanan dan sedikit bercerita," jawabku

"Bercerita apa?"

Bercerita tentangmu, batinku. Aku ingin mengatakannya. Namun entahlah, aku belum siap dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan dia lontarkan setelah aku memberitahukan tentang itu.

"Masalah perempuan." Kalimat itu yang mampu keluar dari bibirku.

Tak ada jawaban darinya, aku dan dia sama sama terdiam.

"Zii, LDR-an gak enak," ujarnya tiba-tiba.

"Iya, cape nahan kangen," jawabku pelan.

Za, apa maksud ucapanmu itu? Apa ini jawaban dari semua pertanyaanku selama ini?

"Nah makanya, ketemu paling setahun dua kali. Setiap liburan semester," katanya lagi.

Aku hanya diam tak mengeluarkan suara. Ada rasa sakit ketika mendengar pernyatannya itu, apa ini yang dinamakan kalah sebelum berperang? Bahkan aku belum mengungkapkan apa yang kurasa saat ini, tapi pernyataanmu itu za, pernyataan yang membuat aku harus mundur secara perlahan. Pernyataan yang membuat semua bayanganku menjadi hancur.

"Pokoknya, libur semesteran aku pulang." Aku tersenyum mendengar kalimat itu.

"Berarti kita bakalan ketemu enam bulan sekali yah Za?" tanyaku.

"Iya Zii, enam bulan sekali. Tapi kalau bisa nahan mah pasti bisa."

"Sama-sama berjuang ya Za?"

"Harus, kalau mau pertahanin mah," ujarnya.

Aku memikirkan apa yang dia ucapkan. Sebenarnya apa maumu Za? Kenapa kamu seolah-olah menarik ulurku seperti ini? Tadi kamu bilang bahwa LDR itu gak enak, sekarang kamu seakan-akan mengatakan bahwa kamu ingin menjalinnya asal kita mau untuk saling berjuang. Aku tidak paham dengan maksudnya Za.

"Za, aku tidur duluan ya?" pamitku.

Sebenarnya, aku tidak ingin tidur. Tapi entahlah, rasanya moodku hilang setelah mendengar semua perkatannya. Aku butuh berfikir dan memahami semuanya.

"Yasudah tidur Zii, tapi jangan di tutup ya telephone nya?" katanya.

Apa gunanya kalau seperti itu? batinku.

"Kamu pejamkan saja matamu Zii, tidur dengan tenang. Aku janji tidak akan mengeluarkan suara yang akan mengganggumu," ujarnya meyakinkan.

"Hmm... Yasudah Za," kataku.

Satu jam berlalu, aku belum memejamkan mataku. Entahlah, rasanya sulit sekali untuk masuk ke dalam ruang mimpi. Tiba-tiba satu suara terdengar dari ponselku yang masih tersambung dengannya.

"Zii, kamu sudah tidur? semoga saja sudah," ujarnya.

"Aku ingin menanyakan sesuatu, tapi sepertinya kamu tidak akan menjawabnya karna kamu sudah tertidur," lanjutnya.

"Zii, salah gak kalau aku menyukaimu?"

DEG!

Pertanyaan macam apa itu Za? Kenapa kamu menanyakan itu?

"Zii, jujur selama ini aku menyukaimu. Entah sejak kapan perasaan itu timbul, yang jelas perlahan tapi pasti aku menyadari perasaanku ini. Awalnya, aku mengira bahwa perasaan ini hanya sekedar perasaan kagum terhadap seorang teman yang sudah lama tidak bertemu. Tapi semakin kesini semakin beda rasanya," tuturnya.

Bungkam. Perasaanku semakin tak menentu ketika mendengar pengakuannya, aku tak tahu harus apa, yang jelas senang rasanya ketika perasaanku selama ini tak bertepuk sebelah tangan. Perasaanku terbalas bahkan sebelum aku mengungkapkan semuanya.

"Zii, apa aku salah kalau aku membiarkan perasaan ini untuk semakin tumbuh? Tumbuh menjadi rasa sayang dan takut akan kehilangan?"

Jelas tidak Za, karna aku juga memiliki perasaan yang sama seperti apa yang kamu rasakan sekarang. Aku menyukai bahkan menyayangimu secara diam, batinku.

"Mungkin kamu tidak akan mendengarkan ini semua karna kamu sudah tertidur bukan? Baiklah, selamat tidur Zii. Maaf kalau aku hanya berani bicara saat kamu sudah terlelap."

Ia memutuskan panggilannya.

Za, aku tidak tidur, aku mendengar semua ucapanmu. Aku mendengarnya. Gumamku pelan.

Perkatannya terus terputar seperti kaset rusak di otakku. Aku terus memikirkannya. Perlahan, aku terlelap nyaman menuju alam mimpi.

Seiring berjalannya waktu, aku semakin larut dalam perasaanku sendiri. Aku semakin larut dalam perhatian kecil yang selalu dia berikan setiap malam. Aku larut dalam perasaan yang mungkin lebih dari seorang teman. Namun, ada hal yang sangat aku sayangkan. Dia jauh, jauh dari tatapan dan juga gapaianku.

Za, apa bisa aku menggapaimu? Apa bisa kamu menjadi milikku? Aku menyayangimu. Kamu mampu untuk membuka hatiku yang semula tertutup rapat. Tapi, apa kamu siap jika harus menjalankan hubungan jarak jauh ini? Apa kamu siap dengan masalah yang akan hadir? Jika kamu belum menyiapkan semuanya, tak apa. Aku akan menunggumu sampai kamu siap dengan segalanya.

...

Salam dariku untuk kalian yang tidak sengaja membaca ceritaku ❤️✨

REZAZIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang