Sebelas

54 21 15
                                    

Selamat membaca✨
Budayakan Vote dan komen yaa❤️
biar aku lebih semangat ngelanjutin ceritanya 🤗

***

Matahari mulai menampakkan sinarnya, memasuki cahayanya melalui celah-celah jendela. Aku membuka mataku pelan, kulihat jam yang sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi. Satu nama terlintas dalam pikiranku, Rizki. Bagaimana keadaan dia sekarang? aku bangkit dan langsung melangkahkan kakiku menuju kamar tamu.

Ku ketuk pintunya pelan, sekali ketukan tak ada jawaban, dua kali ketukan tak ada jawaban. Aku memutuskan untuk membukanya perlahan. Ternyata dia masih tertidur nyenyak. Aku megang keningnya untuk mengecek suhu tubuhnya. Syukurlah, sudah turun.

Aku beranjak dari tempat tidurnya, baru selangkah aku melangkah, tanganku seperti di tahan yang membuatku otomatis menghentikan langkahku, "Jangan pergi Zii," lirihnya.

Aku kembali duduk di tepi kasur, kuusap pipinya pelan. Tidak ada cahaya yang terpancar dari wajahnya. Tidak ada senyum yang menghias indah bibirnya. Sekarang, semuanya tergantikan oleh wajahnya yang pucat dan bibirnya yang membiru. Matanya yang terpejam sayu.

Jujur, aku benci melihat keadaannya yang seperti ini. Seperti bukan Rizki yang kukenal, seperti tak ada kehidupan di dalamnya. Aku lebih senang melihat dia yang selalu membuatku kesal, aku lebih senang dengan dia yang selalu memarahiku ketika aku melakukan kesalahan.

Tunggu tunggu, ada satu hal yang bahkan tak sempat aku pikirkan. Obat itu? Obat yang dia minum saat merasakan sakit di kepalanya? Aku langsung pergi dari kamarnya menuju mobil untuk mencari obat itu. Setelah menemukan benda yang ku cari, aku membaca setiap detail keterangan yang ada di kemasan obat tersebut.

"Aspirin?" gumamku. Untuk apa ia mengonsumsi aspirin? Setahuku, aspirin adalah salah satu obat pereda rasa sakit biasanya di konsumsi untuk orang yang mengidap penyakit serius. Tapi apa mungkin sakit di kepalanya kemarin adalah sakit yang serius? Masa iya dia memiliki penyakit serius tapi tak memberi tahukan ku? Namun, kalau itu hanya penyakit biasa kenapa dia sampai memakai aspirin?

"Zii!" aku tersentak kaget saat ada yang memanggilku.

"Rizki? Bagaimana keadaanmu?" tanyaku berusaha untuk tidak panik.

"Sudah mendingan. Kamu ngapain di sini?"

"Emm... ini aku sedang mengambil obatmu," jawabku sambil menunjukkan obat yang sudah berada di tanganku.

Ia tersenyum, "Aku tidak membutuhkannya jika aku merasa baik-baik saja Zii," Ujarnya.

"Ki, kenapa kamu mengonsumsi aspirin?" tanyaku to the point.

Seketika raut wajahnya menjadi berubah, aku mengerutkan dahiku bingung dengan responnya.

"Aku gapapa, gak usah di bahas ya. Lebih baik kita masuk Ibu dan Ayahmu sudah menunggu di ruang makan," katanya.

Aku menuruti perkatannya. Kami berjalan beriringan menuju ruang makan, sampai di ruang makan aku masih tetap dengan pikiranku sendiri memikirkan aspirin itu. Rizki tak mungkin mau mengatakan yang sejujurnya, sepertinya aku harus mencari tahunya sendiri. Tapi bagaimana caranya?

...

Duduk disebuah balkon kamar di temani dengan segarnya udara pagi serta sinar matahari yang masih menyehatkan tubuh.

"Kamu masih memikirkan soal aspirin itu Zii?" tanyanya yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.

"Kalau aku menanyakan tentang aspirin itu ke kamu, kamu juga tidak akan memberi tahuku kan?" sindirku.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam tubuhku ini Zii. Awalnya aku sering sekali mimisan, tapi kukira itu hanya efek dari badanku yang terlalu lelah saja, tapi lama kelamaan aku sering merasakan sakit kepala. Aku masih berfikir kalau itu hanya sakit kepala biasa." Ia menghela nafas sejenak.

REZAZIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang