Halo kalian🤗 Terima kasih yang sudah tetap stay membaca ceritaku ini❤️
Jangan lupa Vote dan komennya ya✨
Maaf kalau ada penulisan tanda baca atau kata yang salah🙏🏻Selamat membaca:)❤️
***
"Zii buat lo" aku menoleh ke sumber suara. Di tangannya terdapat dua kelapa muda, pas sekali.
"Makasih Za," ucapku. Dia tak membalas apapun, ia duduk tepat di sebelahku sambil meminum kelapa muda yang ia beli tadi. Tak ada percakapan diantara kami, gemuruh ombak yang mengisi keheningan. Sampai dia membuka suara, namun perkataannya cukup membuat kuterkejut.
"Besok siang gue harus balik ke Bandung Zii," katanya lirih. Aku diam. Tak tau harus membalas apa, rasanya seperti ada yang sakit mendengar ucapannya itu. Kenapa harus sekarang Za? Aku baru saja merasakan kebahagiaan bersamamu.
"Kenapa harus Za?" Entah sadar atau tidak aku mengucapkanya, tapi kalimat itu berhasil lolos dari bibirku.
"Lo tau kan kalau gue bakalan pindah sekolah disana? Gue harus ngurus semuanya kepindahan gue," Jelasnya.
"Tapi kamu bakalan pulang kesini lagi kan?"
"Gue pasti bakalan pulang kesini lagi Zii, karna rumah dan kehidupan gue ada disini," gumamnya.
Tunggu, kenapa aku merasa se gelisah ini karna ia yang akan pindah ke Bandung? Rasanya ada yang mengganjal dalam perasaan. Tapi apa? Padahal, dulu tiga tahun tanpa bertemu, tiga tahun tanpa kabar darinya aku merasa biasa saja bahkan terkesan tak perduli sama sekali karna sudah menjadi asing yang hanya kenal sebatas nama saja. Namun, kenapa justru sekarang menjadi masalah? Kenapa sekarang menjadi peduli? Apa karna peduli sebagai teman lama yang sudah lama tak jumpa? Ah, Terlalu banyak pertanyaan kenapa yang bahkan aku tak tau harus menanyakannya kepada siapa.
"Gue boleh minta nomer handphone lo? Biar kita gak lostcontak lagi, gue gak mau kita kembali menjadi asing seperti dulu," pintanya.
Ia mengeluarkan ponselnya, langsung kuambil dan ku ketikkan nomerku kedalamnya. Setelah selesai, aku kembalikan lagi ponsel miliknya. "Terima kasih Zii," katanya.
"Oh iya Zii, lo besok mau ikut nganterin gue ke stasiun gak? Bareng anak-anak juga kok, nanti Bima bawa mobil," tawarnya. Aku berfikir sejenak, tidak ada salahnya kan kalau aku mengantarnya, lagi pula dengan teman-temanku yang lain juga.
Aku menganggukan kepalaku pertanda setuju. Reza hanya tersenyum senang karna aku menyetujuinya. Kali ini tanpa ada paksaan sedikitpun.
"Kita pulang yuk Zii, sudah semakin malam. Takut Orang tua lo khawatir," Ajaknya.
Ya ampun, bahkan aku sampai lupa mengabari ibuku. Aku panik dan langsung mengambil ponselku dari dalam tas. Aku menepuk jidatku sendiri, pantas saja ponselku tak berdering, ternyata tersilent. Puluhan pesan masuk dan belasan panggilan tak terjawab. Dari ibuku dan juga Rizki. Astaga, kenapa aku bisa seceroboh ini.
Langsung aku menghubungi ibuku. Statusnya berdering, tak butuh waktu lama ibuku menjawab teleponku.
"Assalamualaikum bu, maaf Zii baru mengabari ibu. Ponsel Zii tersilent."
"Alhamdulillah Zii, akhirnya. Ibu sempat khawatir karna kamu tidak bisa dihubungi." kudengar suara ibuku yang lega karna mendengar kabar dariku.
"Maafin Zii ya bu, Zii sekarang lagi di Pantai Ancol sama teman Zii, tapi ini sudah mau pulang kok Bu," jelasku.
"Yasudah, hati-hati di jalan ya Zii."
"Oh iya bu, apa tadi Rizki tidak kerumah dan memberi tahu ibu kalau aku kumpul bersama teman lamaku?" tanyaku.
"Rizki sudah kerumah, tapi tadi menghubungi ibu menanyakan keberadaanmu karna ponselmu gak bisa di hubungi. Makanya ibu panik, takut kamu kenapa-napa," jelas ibuku.
"Zii, baik-baik sama Bu, Ibu tenang saja. Yasudah bu, Zii tutup ya? Zii mau jalan pulang," pamitku. Aku langsung menutup teleponnya.
"Zii, maaf ya karna gue bawa lo kesini, lo jadi kena marah Ibu lo," kata Reza yang merasa bersalah.
"Santai Za, bukan salah kamu kok. Salah aku karna gak ngabarin Ibuku, terus ponselku aku silent," terangku.
"Yaudah yuk pulang."
Ia bangkit dari duduknya dan langsung menatapku. Aku diam tak mengerti arti tatapannya kali ini. "Mau di gandeng apa jalan sendiri?" tawarnya. Tangannya sudah terulur siap menggenggam tanganku. Aku tersenyum, entah setan apa yang merasuki pikiranku kali ini, aku membalas uluran tangannya. Tak ingin kehilangan kesempatan, dia menggenggam tanganku dengan erat. Seperti tak ingin dilepas, seperti tak ingin kehilangan. Zii, kamu ini berfikir apa? Ayolah, jangan berfikir terlalu jauh.
Setelah sampai di warung Bu Wati, kami langsung berpamitan untuk pulang dengan alasan waktu yang sudah malam.
"Bu, terima kasih. Reza dan Zii pamit pulang dulu," ucap Reza sopan.
"Hati-hati nak Reza bawa motornya," pesan Bu Wati.
Reza menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. Ia menyalakan mesin motornya. Sebelum aku menaiki motornya, tak lupa aku menyalami beliau. Reza mulai melajukan motornya meninggalkan warung Bu Wati.
Sekitar satu jam perjalanan, kami tiba didepan gerbang rumahku. Aku melihat mobil yang sangat kukenali. Ah, sepertinya ayah sudah pulang.
"Za, mau mampir dulu?" tawarku.
"Gak usah Zii, lain waktu saja. Ini udah malem banget, lo juga butuh istirahat karna seharian jalan terus," jelasnya.
"Ya sudah, kalau begitu aku masuk ya?" pamitku. Setelah mendapat persetujuan darinya, aku langsung melangkahkan kakiku menuju gerbang rumah. Baru saja aku ingin membuka gerbangnya, satu suara memanggilku.
"Zii?" Aku langsung menghentikan langkahku dan menolehkan kepalaku.
Dia tersenyum, "Makasih udah mau luangin waktu lo buat gue hari ini, gue bahagia."
"Syukurlah kalau kamu bahagia, besok aku akan datang mengantarmu," ujarku.
Reza menyalakan mesin motornya dan langsung berlalu. Aku langsung masuk ke dalam rumah dengan senyum bahagia di bibirku. Bahkan, karna terlalu bahagia aku sampai tak menyadari keberadaan ayahku yang sedang duduk di ruang tamu.
"Masuk rumah tuh salam Zii, bukannya senyum-senyum sendiri seperti orang sedang jatuh cinta," ledek ayahku.
Aku menyengir saja mendekati ayahku dan menyalaminya. "Assalamualaikum Ayah, heheheh."
"Waalaikumsalam, putri kecil ayah yang sedang berbunga-bunga"
"Apasih yah, Zii biasa aja kok," tandasku.
"Ibu kemana yah?"
"Ada di dalam sedang sholat," jawab ayahku.
Aku menganggukkan kepalaku. "ya sudah, Zii mau mandi dulu."
"Langsung istirahat, jangan sampai kurang istirahat Zii," kata Ayahku.
"Siap Komandan!"
Aku langkahkan kakiku ke lantai dua, menuju kamarku. Setelah memasuki kamar, aku langsung merebahkan tubuhku. Kutatap langit-langit kamar, satu persatu kejadian hari ini terekam yang lagi-lagi dapat memunculkan senyumku. Dan perlahan, senyumku pudar kala mengingat ucapannya tentang dia yang akan pindah ke bandung. Banyak rasa yang tak bisa kujelaskan melalui tulisan. Gelisah, takut dan masih banyak rasa lainnya yang tercampur menjadi satu. Mataku terpejam, menikmati setiap rasa yang hadir, mengingat kembali bagaimana caranya dia membuatku tersenyun dengan hal yang di buat dengan serba mendadak. Dan lagi-lagi, aku kembali alam mimpiku.
***
Salam dariku untuk kalian yang tidak sengaja membaca cerita ini✨❤️

KAMU SEDANG MEMBACA
REZAZII
Novela JuvenilKetika aku dan kamu di persatukan di waktu yang berbeda. Dengan keadaan yang serba di paksakan agar terlihat baik baik saja. Jadi bagaimana, ketika ada dua insan manusia yang selalu berlomba-lomba untuk saling menyakiti? Dengan ego yang selalu di be...