Selamat membaca:)
jangan lupa vote dan komennya ya✨
Biar makin semangat nulisnya:)❤️...
Taksi yang ku naiki berhenti di depan pagar rumah yang sangat ku kenali. Lantas aku membayar dengan sejumlah uang dan melangkahkan kakiku masuk ke perkarangan rumah tersebut. Aku mengetuk pintunya dan mengucapkan salam beberapa kali.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam Zii." Jawab bunda yang baru saja keluar dari rumah. "Masuk saja Zii, bunda sedang masak. Rizkinya ada di kamar," ucapnya.
Aku tersenyum menganggukkan kepalaku sembari berjalan menuju ke kamar Rizki. Aku mengetuk pintu kamar Rizki dengan pelan. "Ki, di dalam kan? Zii masuk ya?"
"Masuk saja Zii," jawabnya dari dalam sana.
Aku memutarkan knop pintu hingga pintunya terbuka. Kulihat dia sedang duduk bersandar pada sandaran tempat tidurnya dan tersenyum kearahku. Aku membalas senyumannya sambil berjalan mendekat kearahnya.
Aku mendudukan diriku tepat di sebelahnya. "Gimana kondisi kamu?" tanyaku.
"Seperti yang kamu lihat," jawabnya singkat.
Ia menarik sebelah tanganku dan mengenggamnya erat. "Zii," panggilnya pelan.
"Kenapa Kii?"
"Kamu gak capek terus-terusan ngerawat aku yang penyakitan kaya gini?" tanyanya.
Aku terkejut mendengar pertanyaannya itu. Kenapa dia menanyakan hal yang seperti itu? "Aku gak suka kamu nanya kaya gitu," cetusku.
"Zii, selama ini aku ngerasa kalau aku ngerepotin kamu. Aku..."
"Ngerepotin apa sih Ki? Bahkan aku sama sekali gak ngerasa di repotin sama kamu," potongku cepat.
Ia terdiam sejenak dan menatap mataku lekat. "Aku sadar kalau selama ini aku selalu ngebebanin kamu, karna kamu harus ngerawat aku, banyak waktu kamu yang terbuang sia-sia cuman karna kamu ngurusin aku yang lemah ini," tuturnya.
"Berhenti buat bilang kalau diri kamu ini lemah!" seruku.
"Tapi emang kenyatannya kaya gitu kan?" sindirnya.
Aku memalingkan wajahku. Malas rasanya menatapnya ketika dia sedang merendahkan dirinya sendiri. Aku benci dengan kenyataan ini.
"Kamu gak lemah Ki—"
Dia menyela ucapanku, "Gak lemah tapi cuman penyakitan? Iya kan Zii?"
"Bisa gak sih kamu gak ngomong kaya gitu? Aku benci banget ngedengernya," tandasku.
"BAHKAN AKU LEBIH BENCI SAMA DIRI AKU SENDIRI ZII! KAMU GAK PAHAM GIMANA RASANYA JADI AKU YANG SEKARANG!" jeritnya.
"Ki Rizki, Hey! Tenang dulu," ujarku memenangkan.
Bukannya tenang, ia malah semakin menjadi. "KAMU GAK NGERTI RASA SAKITNYA ZII! KAMU GAK TAU GIMANA RASANYA KELIATAN LEMAH DI DEPAN SEMUA ORANG. KAMU GAK TAU ITU SEMUA!"
"AGRRHHHH!!!"
Ia terus menjerit, berteriak bahkan ia tak segan-segan untuk memukul-mukuli kepalanya ketika rasa sakit itu mulai muncul pada saat dirinya sedang seperti ini. Aku terus berusaha menenangkannya sebisa mungkin. Walau terkadang, aku malah mendapat perlakuan kasar darinya. Tapi tak masalah, asalkan dia bisa tenang kembali, aku rela di perlakukan seperti itu.
Tak lama, bunda masuk ke kamarnya Rizki dengan wajah yang sangat khawatir. Aku membiarkan Bunda untuk mencoba menenangkan Rizki. Tetapi, belum sempat bunda menyentuhnya, ia malah mendorong bunda sampai terjatuh beberapa senti darinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
REZAZII
Teen FictionKetika aku dan kamu di persatukan di waktu yang berbeda. Dengan keadaan yang serba di paksakan agar terlihat baik baik saja. Jadi bagaimana, ketika ada dua insan manusia yang selalu berlomba-lomba untuk saling menyakiti? Dengan ego yang selalu di be...