Tujuh Belas

32 5 2
                                    

Aku berjalan pelan di pesisir pantai, dengan angin yang berhembus kencang di temani ombak yang terus menyapu bibir pantai. Matahari yang terik membakar kulit terus menampakkan dirinya ke bumi. Seertinya aku harus mencari tepat agar terlindungi dari panasnya matahari. Aku duduk di salah satu pohon yang cukup rindang. Menatap dengan teduh pemandangan sekitar.

Di pesisir pantai ini

Aku duduk dengan pemikiran yang sepi

Menunggumu datang seorang diri

Bertemu untuk melepas rindu yang terpendam di hati.

"Kenapa gak bilang kalau sudah disini?"

Aku menolehkan ke sumber suara itu. Dia berdiri tepat di sebelahku menatapku sembari bersandar di pohon yang sama, dengan kedua tangan yang ia masukkan kedalam saku celananya. Aku tersenyum senang ketika aku melihat kembali tatapan mata itu.

"Aku nanya bukannya di jawab malah diam saja," sindirnya.

Aku tersadar dari lamunanku, "Aku sengaja gak bilang ke kamu kalau aku disini. Toh, akhirnya juga kamu akan datang," jawabku.

Ia mendudukan dirinya di sebelahku, "Kalau aku tidak datang bagaimana?" tanyanya.

"Tidak mungkin. Buktinya, sekarang kamu datang."

Dia hanya terkekeh pelan mendengar jawabanku. "Oh iya, kamu mau ngapain mengajakku kemari?" tanyaku to the point.

"Untuk menghadirkan rasa bosanmu." Sungguh jawaban yang tidak masuk akal.

"Aku serius Za."

"Aku lebih dari serius untuk membuatmu merasa bosan disini," jawabnya dengan tatapan yang memang terlihat serius.

"Kalau aku sudah bosan, kamu akan melakukan apa?" tanyaku lagi.

Dia menaikkan kedua bahunya sambil mengatakan, "Entahlah, lihat saja nanti."

Dia benar-benar membuatku bungkam dengan segala jawaban yang dia lontarkan. Aku masih tidak paham dengan maksud dan tujuannya mengajakku bertemu disini.

Sejam berlalu, namun dia masih belum mengatakan maksud dan tujuan yang sebenarnya.

"Za, kita mau ngapain si?" tanyaku lagi.

"Kamu sudah itu tadi Zii, dan aku sudah menjawabnya bukan?" bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah balik bertanya kepadaku.

"Bukan jawaban itu yang kumau, jawaban yang sebenarnya." Aku menghela nafasku lelah berdebat dengannya hanya karna menanyakan tujuan kenapa dia mengajakku kesini. Kalau tahu begini, lebih baik aku berkumpul bersama Naya dan yang lainnya.

"Kalau kamu masih tidak jawab dengan serius pertanyaanku, aku mau pulang saja," ancamku kesal.

"Serius mau pulang?" tanyanya.

"Iya aku mau pulang saja," jawabku kesal.

Aku hendak beranjak dari dudukku. Namun, ia menahan tanganku. "Apalagi Za?"

"Kamu mau pulang atau mau jadi pacarku?" tanyanya tiba-tiba.

DEG!

Itu pertanyaan atau apa? Aku terdiam mendengar ucapannya. Jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya. Bibirku terdiam kelu tak dapat menjawab pertanyannya itu. Sial, ini jebakan.

"Zii, kenapa hobimu itu melamun?" tanyanya.

Ya ampun Za, aku bukan melamun, tapi aku sedang memikirkan pertanyaanmu itu.

"Zii, aku mau biacara sama kamu. Sebenernya aku..."

"Aku sudah tahu semuanya Za," potongku.

Ia mengerutkan dahinya. "Soal perasaanku kamu sudah tahu?"

REZAZIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang