Sepuluh

68 26 16
                                    

Happy Reading:)

Jangan lupa vote dan komennya❤️

***

Bima memberhentikan mobilnya tepat di depan rumahku, sebelum keluar aku menawarkan mereka untuk mampir terlebih dulu. "Kalian gak mau mampir ke rumahku dulu?" Tawarku.

"Gak usah Zii, lain kali saja." Jawab Bima.

Aku berpamitan ke mereka dan menuruni mobilnya Bima. Iyar manurunkan kaca mobilnya. Aku tersenyum ke arah mereka.

"Salam ya buat ibu lo, kita kangen sama masakannya," ujar Intan.

Aku menganggukkan kepalaku. "Kalian hati-hati di jalan."

"Siap Zii," ucap Bima.

Mereka melanjutkan perjalanan kerumah masing masing dengan diantar oleh Bima. Mobilnya hilang dari pandanganku, aku langsung memasuki rumahku.

"Assalamualaikum," salamku.

"Waalaikumsalam," jawab Ibu. Aku menyalimi beliau yang sedang terduduk di sofa ruang tamu. "Alhamdulillah Zii, akhirnya kamu pulang juga," kata ibu terlihat khawatir.

"Bu, Ibu kenapa? Kelihatan khawatirnya gitu?" tanyaku.

"Tadi Rizki kesini Zii, dia mencarimu. Tapi dengan kondisi yang tidak bisa di bilang baik-baik saja. Dengan wajah yang sangat pucat dan banyak luka lebam, seperti habis bertengkar," tutur Ibu.

Aku terkejut mendengar penuturan ibu, langsung muncul rasa khawatirku. "Terus sekarang dia kemana Bu? Kenapa tidak di suruh tunggu di rumah saja?" tanyaku.

"Tadi ibu sudah menyuruhnya untuk menunggumu, bahkan ibu berniat untuk mengobati luka di wajahnya itu. Tapi dia keras kepala tidak ingin ibu obati dan langsung berpamitan," jelas ibu.

"Berpamitan kemana? Apa dia memberi tahu ibu?"

Ibu hanya menggeleng menjawab pertanyaanku. Sumpah, aku panik sekali dengan kondisi dia yang telah di beri tahukan Ibu. "Lebih baik kamu coba untuk hubungi dia Zii,"

Benar sekali kata ibuku, Zii kenapa di saat seperti ini otakmu tidak berjalan dengan sempurna. Aku langsung mengambil ponselku dan menghubunginya. Terdengar nada sambung, namun tak kunjung di jawab olehnya. "Maaf nomer yang anda tuju tidak menjawab."

Sial, kenapa harus suara oprator yang terdengar. Kucoba berulang kali namun hasilnya tetap sama. Ki, angkat teleponku, jangan buat aku khawatir seperti ini, batinku.

"Bagaimana Zii?" tanya ibu.

"Tidak di angkat bu," lirihku.

Aku tidak bisa tenang sekarang, pikiranku terus menerus memikirkan kondisinya. Sekilas aku menemukan ide. Menghubungi Bundanya. Langsung aku mencari kontak bunda di ponselku. Seingatku, aku masih menyimpan nomernya. Itu pun kalau masih aktif.

Aku tersenyum ketika mendengar nada tersambung, tak lama telephone ku terangkat.

"Assalamualaikum Bunda, Ini Zii," salamku.

"Waalaikumsalam. Iya Zii, nomermu masih Bunda simpan kok. Ada apa Zii?"

"Maaf Bunda, Zii mau tanya, Rizki ada di rumah?"

"Loh? Bukannya Rizki kerumahmu? Tadi dia menelepon Bunda izin kerumah mu katanya," Jelas Bunda.

"Oh begitu ya Bunda, tadi Zii lagi diluar. Begitu pulang, ibu bilang kalau Rizki kesini tapi langsung pamit, Zii kira dia pulang kerumah," tuturku.

"Tidak Zii, dia belum sampai rumah. Mungkin dia main kerumah temannya."

"Yasudah Bunda, Terima Kasih ya,"

REZAZIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang