Lo(w) Fat | Tujuh

641 78 7
                                    

Happy Reading📚🤗

Sudah hampir berjalan 30 menit pelajaran Bu Diana berlangsung dikelas XI MIA 1, selama itu pula Artea merapalkan doa agar bel istirahat cepat berbunyi.

Sedaritadi Artea gelisah dikursinya, gadis itu terduduk kaku disana. Merasa tidak bebas untuk bergerak seperti biasa. Artea bahkan tidak bisa fokus terhadap materi yang disampaikan Bu Diana sejak tadi.

Rasanya leher Artea pegal karena harus mempertahankan posisinya agar tetap menghadap depan, ia tidak ingin menoleh kesamping kanan apalagi kirinya.

Yang ia lakukan sejak tadi hanya memainkan pegas pulpennya, sesekali mengecek ponselnya diatas meja hanya untuk memastikan jam-nya berjalan dengan baik.

Ah iya. Jemarinya tak henti memainkan selembar sticky note kecil berwarna hijau yang bertuliskan dua kata dengan sebuah emot hati diakhir kalimatnya.

'Hai, gendut! ♥'

Artea menatap tulisan itu penuh–ah entahlah Artea tidak bisa menjabarkannya. Yang pasti gadis itu benar-benar tidak nyaman saat ini.

Sungguh, Artea ingin cepat-cepat keluar dari kelas!

Disamping kanan Artea ada Mera yang sedang fokus mencatat poin penting dari penuturan panjang lebar Bu Diana didepan kelas. Gadis itu terlihat tenang, tidak seperti Artea yang terasa panas ditempatnya. Sepertinya nanti Artea harus menyalin rangkuman materi milik Mera.

Artea tidak tahan lagi!

Gadis itu menolehkan kepalanya ke samping kiri, sekedar melemaskan lehernya yang terasa pegal karena harus berdiri tegak lurus menghadap depan. Awalnya ia benar-benar melemaskan lehernya, tapi manik matanya dengan kurang ajar malah menatap sosok itu. Laki-laki yang baru saja mengenalkan dirinya didepan kelas 30 menit yang lalu, laki-laki yang memberinya selembar sticky note berwarna hijau berisi dua kata dengan emot hati diakhir kalimat.

Leher Artea kini sudah menjadi penghianat, matanya sudah benar-benar gila karena justru terpaku pada wajah laki-laki itu. Mungkin, ini yang dinamakan tubuh tidak seiras dengan pikiran. Kini Artea paham betul makna dari kata-kata itu.

Ya tuhan, Artea ingin berteriak sekarang juga rasanya. Mengapa lehernya dan kepalanya menjadi tegak lurus samping kiri macam begini?

"Ibu ada perlu sebentar diruang guru, kalian baca-baca aja buku paketnya lalu kerjakan Evaluasinya. Jangan pada keluar kelas sebelum bel istirahat, ya!" pesan Bu Diana sebelum keluar kelas.

Artea buru-buru mengubah posisinya, ia mengambil buku tugasnya didalam tas lalu berusaha kembali biasa saja seperti hari sebelumnya. Sebelum ia mendapat secarik kertas dari lelaki itu, ralat–sebelum lelaki itu hadir sebagai murid baru.

Kini, jemari tangan Artea sibuk menuliskan beberapa jawaban dari buku paket tebal itu kedalam buku tugas. Ia sudah mulai berangsur tenang, tidak lagi peduli pada secarik sticky note hijau itu. Fokusnya sudah kembali.

Namun–sudah pasti itu tidak akan berjalan lama jika keadaaan kelas sedang kosong begini. Terlebih jika ketiga makhluk kurang ajar itu sudah menunjukkan kepala tidak berotaknya.

Tiga makhluk gila itu menuju kearah meja Artea, berjalan beriringan dengan cengiran menyebalkannya tentu saja. Artea hanya melirik mereka sebentar, tanpa memperdulikannya ia tetap sibuk berkutat dengan tugasnya.

"Siapa tadi nama lo? Fildan?" tanya Karman, membelakangi Artea.

Tunggu, membelakangi?

Artea mengangkat kepalanya, menoleh kesamping kiri, tempat ketiga biang kerok itu berdiri sekarang. Tepatnya, didepan meja anak baru. Sepertinya Artea salah kali ini, tiga makhluk itu rupanya tidak menghampiri Artea seperti biasa, malah menghampiri si anak baru yang juga sedang sibuk dengan tugasnya.

LO(W) FAT {COMPLETE}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang