Lo(w) Fat | Sembilanbelas

435 55 11
                                    

Halo, hai, emm ini mungkin part yang pendek karena ini cuma kelanjutan dari part sebelumnya tapi semoga masih ada yang berkenan untuk baca ini ya 😊😊 anggap aja ini sweet scene antara Rabaga dan Artea gitu. Iya, kan hehe

Oke, selamat membaca!

Salam dari Baga, hehe :)------------------------------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Salam dari Baga, hehe :)
------------------------------------------------

Baga bersandar pada batang pohon Akasia besar yang berjarak sepuluh meter dari tempat Artea dan Arkan sedang bicara, berdua, dan sepertinya cukup serius. Kupluk dari hoodie yang Baga pakai menyamarkan wajahnya agar tidak dikenali jelas jikalau Artea menyadari keberadaannya. Baga cukup memantau gadis itu, memastikan Arkan tidak berbuat hal menyakitkan sekaligus memastizkan kunci rumah yang tengah dia genggam dalam kantung hoodie ini tersampaikan kepada Artea.

Baga menegakkan tubuhnya ketika Arkan berdiri dari duduknya dan pergi membawa sepeda menjauh dari tempat Artea yang masih bergeming. Entah apa yang membuat gadis itu terlihat menghela napas bahkan menampar-nampar pelan pipi sendiri sebelum ikut beranjak dari sana, tetapi Baga mengikuti langkah lemas itu, melangkah lebih kecil dari yang Artea lakukan tanpa berniat menyapa atau mensejajarkan. Membuat Baga berulang kali berhenti sebab langkahnya begitu dekat dengan Artea sedangkan dia tidak ingin Artea menyadari keberadaannya.

Tidak, tidak sekarang.

.
.
.
.

Seperti pelangi yang Artea lihat kemarin sore, indah sekejap lalu hilang begitu saja. Keadaan seperti dirinya dan Arkan beberapa menit lalu, bertemu Arkan, mengobrol dengan cowok itu, dan duduk bersama Arkan adalah impian Artea sejak pertama kali tahu bahwa mereka berada dalam sekolah yang sama. Bahkan tanpa Arkan tahu jika Artea menyukainya jauh sebelum itu.

“Huft,” Artea meniup rambut-rambut pendeknya ke atas karena gerah bercampur putus asa, “jatuh cinta sama cowok sepopuler Arkan emang susah sih, tapi lebih susah lagi ngelupain dia 'kan?” tanya pada diri sendiri. Lagi, Artea menghela napasnya, kemudian langkahnya terhenti karena teringat pada Bang Medi lalu untuk kesekian kali Artea mengeluh lagi.

Dia sudah berjalan cukup jauh dari area GOR, jika harus balik lagi hanya demi memastikan Bang Medi masih disana atau tidak, Artea memikirkannya berulang kali juga. Seketika Artea meraba saku, mencari ponsel lalu menghubungi nomor Bang Medi pada angka 3 sambil merapal doa agar kakaknya itu menjawab panggilan darinya.

Halo, kenapa?”

“Bang, lo masih di GOR? Sori, gue tinggalin–”

Penjelasan Artea terhenti karena tiba-tiba tangan seseorang menggantungkan kunci di depan matanya, menggoyangkannya sehingga menyebabkan suara gemericik nyaring.

Nah, itu Baga 'kan? Kunci rumah gue kasih dia soalnya gue buru-buru harus ke kampus. Tadi ketemu di GOR.”

Artea diam seraya menatap Baga yang kini sudah berdiri dihadapannya dengan setelan olahraga lengkap.

Oh, iya, Mama sama Papa baru balik nanti malam. Kemungkinan gue balik di jam yang sama, jadi baik-baik di rumah sendiri. Oke, ndut? Gue tutup ya, masih sibuk nih. Dah!”

Artea tidak sempat untuk protes, mulutnya hanya terbuka sementara matanya terpaku pada penampilan Baga serta tubuhnya kaku namun jantungnya berdebar kencang.

“Bang Medi bilang dirumah lo nggak ada orang, dia nggak punya waktu untuk kasih kunci rumah sama lo, katanya.” Baga menyerahkan kunci kepada Artea yang hanya menggantung di udara. “Kita nggak sengaja ketemu tadi, dan dia nitipin ini.” Baga kembali menyodorkan kunci tersebut agar Artea menerimanya.

“Lo. Disini. Ngapain?” Artea terbata. “Lo– ck, lo ngikutin gue dari tadi?!” terka Artea diserang rasa panik.

Dengan sorot mata teduh bercampur tajam miliknya itu Baga menatap Artea tanpa bicara lebih banyak sehingga Artea semakin gugup. Artea masih tidak terima atas kehendak tubuhnya tempo hari, ketika di kolam renang Baga merengkuh pinggangnya kemudian membisikkan sesuatu yang mampu menekan jantung Artea sangat kuat sampai seluruh darahnya seakan bergerumul di pipi Artea, membuat pipi penuh milik Artea memerah dan ia hampir mati menahan napas. Artea merasakannya lagi sekarang, tidak! Ini terlalu gawat!

“Pipi lo merah gitu, demam?”

Bukan. Ini karena lo, Newbie gila.

Tangan Baga terulur ingin memeriksa suhu badan Artea namun dengan gesit Artea mundur, mengamankan jarak antara dia dan Baga.

“Diam disana, bisa? Gue baik-baik aja, lo lebih baik pulang deh sekarang, toh kuncinya udah gue pegang 'kan. Bukannya lo cuma mau kasih ini sama gue. Iya, 'kan?”

Baik. Bersikaplah seperti biasa, Ar, santai.

“Iya.”

“Kenapa masih disini?”

“Rumah kita searah. Jadi, kita pulang bareng?” tawar Baga.

Artea mengerjap-ngerjap, sejak kapan? Maksudnya, sejak kapan mereka tinggal dalam satu komplek yang sama? Artea berusaha berpikir keras, namun sebelum pikirannya semakin jauh dan buntu Baga sudah menarik pergelangan tangannya lebih dulu, membuat mereka berjalan berdampingan dengan Baga menggenggam jemari Artea yang sudah berkeringat dingin.

Ini apaan sih? Perasaan aneh macam apa yang dia rasakan sekarang?

“Akhir-akhir ini lo lebih banyak diam, kenapa?”

Artea berdehem canggung ketika Baga tiba-tiba bertanya dan menoleh padanya.

“Ada yang lo pikirin?” tanya Baga lagi.

“Nggak ada.”

“Oh, bagus kalau gitu. Berarti gue nggak akan terlalu lama nunggu senyum dan semangat lo 'kan.” Baga menaikkan alisnya, mengulum senyum lalu menyeringai.

Lagi. Artea tidak yakin akan sampai di rumah tanpa kehilangan napas jika begini.  Rabaga si newbie gila ini... dia... kesambet setan apa sih sebenarnya?

Holaaaa!!😁😁

Aku kembali dilapak ini setelah sekian lama, hehe

Maaf sudah membuat kalian menunggu, klo ada yg nunggu itu juga 😌

Sudah ku katakan kami berdua sedang sibuk dengan real life yang belibet bet bet itu 😕

Jadi mon maaf ya..

Oke, sekian dan terimakasih.

Salam ca_chio

Salam ca_chio ♥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LO(W) FAT {COMPLETE}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang