EPISODE 33

1.6K 145 5
                                    

MENAPAKI YANG SESUNGGUHNYA

Nina bersiap-siap untuk pergi KKN, ia sudah diberi izin untuk melanjutkan kegiatannya yang tertunda selama satu bulan kemarin. Usai menaruh semua keperluan di dalam tasnya, Nina pun segera menggendong Najifah untuk di bawa keluar dari kamar.

"Ukhti Nina sudah mau berangkat?," tanya Dhiba.

"Iya Ukhti Dhiba, saya akan berangkat sekarang ke stasiun radio. Tapi saya mau titip Najifah dulu pada Ummi," jawab Nina.

"Baiklah, nanti kalau aku atau Ukhti Sarifa sudah selesai mengurus observasi untuk bahan skripsi, Insya Allah kami berdua akan mengambil Najifah dan menjaganya," ujar Dhiba.

"Syukron Ukhti, saya merasa tidak enak karena terus merepotkan kalian," ungkap Nina, tak enak hati.

"Jangan merasa begitu Ukhti Nina, apa yang kami lakukan untukmu dan Najifah adalah keinginan kami sendiri. Kami ikhlas melakukannya, karena kamu sudah seperti keluarga kami sendiri," sanggah Sarifa yang baru keluar dari kamarnya.

Nina tersenyum dari balik niqob-nya.

"Kalau begitu saya berangkat sekarang ya Ukhti Dhiba, Ukhti Sarifa. Assalamu'alaikum," pamit Nina.

"Wa'alaikum salam... ," jawab mereka berdua, serempak.

Nina keluar dari rumah pondok santriwati dan berjalan menuju rumah Ummi Kalsum. Ummi Kalsum sendiri sudah berada di depan rumah menunggu kedatangan Nina yang akan menitipkan Najifah padanya.

"Assalamu'alaikum Ummi," sapa Nina

"Wa'alaikum salam Nak, sini biar Najifah Ummi yang jaga," jawab Ummi Kalsum, seraya meraih Najifah dalam gendongannya.

"Syukron Ummi. Saya harus segera berangkat sebelum terlambat," ujar Nina.

"Iya, berangkatlah sebelum kamu terlambat. Hati-hati di jalan ya Nak," pesan Ummi Kalsum.

"Baik Ummi, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

Nina pun segera pergi untuk melaksanakan tugasnya. Ummi Kalsum segera masuk dan menimang Najifah seraya duduk di sofa ruang tamu. Bayi cantik itu menatapnya, dan tetap tenang dalam gendongan Ummi Kalsum. Najifah sama sekali tidak pernah rewel, dia tak pernah menyusahkan siapapun yang menjaganya selama ini.

Telepon rumah berdering, Ummi Kalsum segera mengangkatnya.

"Assalamu'alaikum," sapa Ummi Kalsum.

Ummi Kalsum mendengarkan apa yang si penelepon katakan padanya. Usai mendengar sesuatu di telepon, Ummi Kalsum mendadak kebingungan. Ia lupa kalau dirinya memiliki janji untuk mengisi acara di sebuah seminar di daerah Tuban. Ummi Kalsum keluar dari rumahnya, dan berusaha mencari keberadaan Abah agar bisa menjaga Najifah. Namun Abah tak terlihat di mana pun.

"Assalamu'alaikum Ummi, sedang mencari siapa?," tanya Dimas, yang baru saja hendak pergi ke perpustakaan.

"Wa'alaikum salam Nak, Ummi sedang mencari Abah. Ummi tiba-tiba harus pergi ke Tuban dan Najifah tak mungkin Ummi bawa," jawab Ummi Kalsum.

Dimas tersenyum.

"Kalau begitu titipkan saja pada saya Mi. Nanti kalau saya bertemu dengan Abah, baru saya akan berikan Najifah pada Beliau," saran Dimas.

Ummi Kalsum pun tersenyum lalu mengangguk setuju dengan saran yang Dimas ajukan. Dimas segera mengambil Najifah ke dalam gendongannya, sementara Ummi Kalsum mengambil tas berisi keperluan bayi itu yang sudah Nina susun dengan rapi.

"Ini adalah perlengkapan Najifah Nak, beri tahu Abah untuk tidak lupa... ."

"..., membuatkan susu formula setiap dua jam sekali, mengganti popoknya setengah jam sekali agar kulit Najifah tidak iritasi, mengganti bajunya jika basah karena keringat, dan pakaikan minyak kayu putih agar Najifah tidak masuk angin," Dimas sudah tahu betul apa yang akan Ummi Kalsum katakan.

Ummi Kalsum tersenyum dari balik niqob-nya, ia sangat bersyukur karena Dimas sangat tahu bagaimana cara merawat Najifah sehingga dirinya tak perlu khawatir.

"Baiklah kalau begitu, Ummi pergi dulu ya Nak. Insya Allah sebelum sore Ummi sudah pulang," ujarnya.

"Baik Ummi, Insya Allah saya akan jaga Najifah sebaik mungkin."

Dimas pun membawa Najifah menuju perpustakaan, sesuai dengan rencana awalnya tadi saat keluar dari rumah pondok santri. Ia hanya akan mencari beberapa referensi untuk bahan observasi skripsinya lalu kembali ke rumah pondok agar Najifah nyaman bersamanya.

Semua mata menatapnya saat memasuki perpustakaan bersama seorang bayi dalam gendongannya. Dimas tak mempedulikan hal itu, ia tetap saja berjalan santai menyusuri satu persatu rak buku untuk menemukan yang ia cari.

Najifah belum tertidur dalam gendongannya, beberapa kali bayi cantik itu berceloteh pelan sambil berusaha menggapai wajah Dimas dengan kedua tangannya. Dimas hanya terkekeh saat salah satu tangan itu benar-benar berhasil menyentuh wajahnya.

Beberapa buku sudah ada di tangannya, ia bergegas menuju tempat peminjaman agar buku itu dicatat oleh penjaga perpustakaan. Najifah terlihat memajukan bibirnya saat Dimas menatapnya.

"Kenapa? Sudah mau pulang? Sabar ya..., kita pulang setelah Paman selesai. Nanti Paman buatkan susu untuk kamu," bujuk Dimas, yang merasa gemas.

Najifah kembali tenang sambil tangannya tetap meraba wajah Dimas. Rika muncul tiba-tiba di sampingnya.

"Wah, sudah cocok tuh jadi Bapak! Kenapa cuma anaknya aja yang Dirayu? Ibunya nggak sekalian dirayu?," ejeknya.

Dimas tak menjawab, ia hanya diam saja sambil tetap menunggu buku yang sedang dicatat oleh penjaga perpustakaan.

"Ngomong-ngomong, gimana ya kira-kira rasanya nikahin janda beranak satu kaya si Nina? Pasti nggak enak kan? Namanya juga sudah barang bekas!," tambah Rika.

BRUUUKKK!!!

Sebuah buku tebal mendarat tepat di wajah Rika dan tepat sasaran. Dimas sengaja melempar buku itu ke arah Wanita bermulut sampah di sampingnya tanpa belas kasih.

"Kamu boleh menghina saya! Kamu boleh menginjak-injak harga diri saya! Tapi saya tidak akan membiarkan kamu menginjak-injak harga diri Ukhti Nina dan juga mengusik bayi tak berdosa ini! Sekali lagi saya dengar kamu berkata tidak pantas tentang mereka berdua, maka bukan hanya buku yang akan mendarat di wajah kamu!," tegas Dimas, murka.

Penjaga perpustakaan pun segera memberikan buku yang sudah ia catat pada Dimas. Setelah Dimas pergi, penjaga perpustakaan itu pun menatap Rika yang masih meringis kesakitan karena hidungnya berdarah akibat lemparan buku tebal yang Dimas lakukan.

"Alhamdulillah..., akhirnya ada juga yang memberi pelajaran pada mulutmu yang selalu membawa sial itu!," ujarnya, penuh rasa syukur.

Rika pun menggeram lalu pergi dengan cepat meninggalkan perpustakaan. Sementara beberapa orang yang memang tak suka dengan kelakuan Rika tertawa bahagia.

Dhiba melihat semuanya dari ujung rak terdekat, diam-diam ia juga ikut senang dengan apa yang Dimas lakukan untuk Nina dan Najifah.

'Insya Allah, Allah takkan pernah salah memberi jalan yang baik bagi hamba-Nya yang ikhlas.'

* * *

MujahidahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang