MURAFAQATAK HATAA ALNIHAYA*
Ibrahim menatap deretan kursi-kursi yang berjajar rapi di depan rumah Abah dan Ummi Kalsum seperti saat ketika Dimas akan menikahi Nina. Fikri berdiri di sampingnya dan menatap Pria itu dengan heran.
"Kamu lagi mikirin apa sih Akh Ibrahim?," tanya Fikri.
"Akh Fikri, jodoh itu benar-benar rahasia Allah. Kita tak pernah tahu kapan dan bagaimana kita akan bertemu jodoh kita," jawab Ibrahim.
"Hmm..., jadi..., inti pembicaraanmu adalah?," Fikri menanti.
"Kapan kira-kira saya akan bertemu dengan jodohku Akh Fikri? Rasanya saya sudah tidak sabar...," ujar Ibrahim, tanpa merasa berdosa.
Fikri tersenyum masam dan menggemaskan secara bersamaan.
"Akh Ibrahim..., kebetulan sekali jodohmu masih sangat rahasia dan dilindungi oleh Allah subhanahu wa ta'ala serta jutaan Malaikat-Nya. Maka dari itu selesaikan saja dulu skripsimu yang sudah jelas dan bukan lagi rahasia bagi siapapun bahwa skripsi itu masih jauh dari kata selesai!," tegas Fikri.
Dhiba, Nina, Sarifa dan Silvi yang sedang ada di balik tembok ruang tamu rumah Abah pun tertawa sembunyi-sembunyi saat mendengar apa yang Ibrahim dan Fikri bicarakan.
"Astagfirullah..., mau tidak didengarkan tapi kedengaran, mau tidak tertawa tapi lucu..., serba salah Ya Allah," keluh Sarifa.
"Ya Allah ampuni dosa-dosa telinga hamba dari kekonyolan kelakuan Akh Ibrahim dan Akh Fikri..., amiin," do'a Dhiba.
Ummi Kalsum datang dengan membawa sebaskom besar beras yang sudah dicuci.
"Hati-hati, kalau berdo'a dipikir-pikir dulu. Jangan sampai kalian berdua malah akhirnya berjodoh dengan salah satu dari mereka," goda Ummi Kalsum.
"Amiin...," balas Nina dan Silvi.
Sarifa dan Dhiba otomatis melotot ke arah Nina dan Silvi.
Abah mengarahkan para pemasang tenda agar benar-benar memasangnya sesuai dengan tiang yang sudah berdiri. Dimas datang dengan membawa undangan yang sudah siap disebar hari itu.
"Masya Allah, undangan pernikahannya sangat bagus," puji Fikri.
Abah dan Dimas terkekeh melihat ekspresi Fikri yang berbinar-binar saat melihat undangan itu.
"Tenang Akh Fikri, kalau saya menikah nanti undangan pernikahan saya akan jauh lebih bagus dari ini," ujar Ibrahim.
"Oh ya? Memang kamu mau buat undangan pernikahan yang seperti apa Akh Ibrahim?," tanya Fikri, mencoba bersabar.
"Aku akan memasang fotoku di sampulnya lengkap dengan memakai peci hitam, kemeja putih, jas hitam, dan dasi hitam," jawab Ibrahim, percaya diri.
"Wah bagus itu..., jangan lupa tambahkan kalimat di bawah fotonya. Calon Anggota DPRD Surabaya...," tambah Fikri, yang sudah kesal luar biasa.
HAHAHAHA!!!
Dimas tak mampu menahan tawanya. Najifah sampai terheran-heran sambil menatap wajah Abinya. Abah menepuk-nepuk pundak Ibrahim yang kembali tersakiti.
Mereka membagi tugas untuk mengantar undangan. Najifah diambil alih oleh Nina agar Dimas bisa ikut membantu. Silvi meraih Najifah saat Nina duduk di sampingnya.
"Duh Najifah sayang sudah besar sekarang..., Bibi kangen," ungkap Silvi.
Najifah berceloteh seakan menanggapi apa yang Silvi katakan. Nina tersenyum lalu membelai punggung Silvi dengan lembut.
"Insya Allah, tidak lama lagi Najifah akan punya sepupu. Kalau kamu menikah dengan Pak Reza, jangan menunda-nunda untuk memiliki anak. Anak adalah bagian yang melengkapi kehidupan rumah tangga kita, dia akan memberi kita kebahagiaan yang berlipat-lipat ganda. Anak adalah pelipur lara, maka dari itu jangan menunda untuk segera memiliki anak," saran Nina.
"Insya Allah Ukhti Nina, semoga saja Allah segera memberikan amanah-Nya untuk kami setelah menikah nanti," ujar Silvi.
"Amiin...," Sarifa dan Dhiba menjawab dengan cepat.
Nina tersenyum.
"Dan juga, Insya Allah beberapa bulan ke depan Najifah akan segera memiliki Adik," tambah Nina.
Mereka semua menatap Nina dengan tatapan terkejut.
"Ukhti Nina hamil lagi? Bukankah seharusnya ditunda dulu karena Ukhti baru saja beberapa bulan yang lalu menjalani operasi caesar?," tanya Dhiba.
Nina mengangguk.
"Seharusnya memang begitu..., tapi anak itu juga sama seperti jodoh, kita tak pernah tahu kapan Allah akan memberikannya untuk kita," jawab Nina.
* * *
Silvi duduk di atas tempat tidur setelah Ummi Kalsum dan Nina membetulkan letak baju pengantinnya agar rapi. Sarifa dan Dhiba juga mempersiapkan segala hal yang Silvi butuhkan.
Reza telah siap di hadapan penghulu, Maryam tersenyum bahagia menatap punggung Puteranya yang kini akan segera menjalani jenjang hidup yang baru. Reza pun menjabat tangan penghulu yang terulur di hadapannya dengan dada bergetar hebat. Sebentar lagi, ia akan menjemput Silvi ke dalam hidupnya.
"Bismillahirrahmannirrahim, saya nikahkan dan kawinkan ananda Fakhrul Syahreza dan adinda Cut Silvia Inanda, dengan mahar satu set perhiasan emas seberat dua puluh tujuh gram beserta seperangkat alat Shalat dan Al-Qur'an, dibayar tunai karena Allah ta'ala," ujar penghulu yang menikahkan mereka.
"Saya terima nikahnya adinda Cut Silvia Inanda, dengan mahar satu set perhiasan emas seberat dua puluh tujuh gram beserta seperangkat alat Shalat dan Al-Qur'an, dibayar tunai karena Allah ta'ala," jawab Reza, dalam satu tarikan nafas.
Penghulu pun segera meminta penyataan semua saksi di sampingnya.
"Sah?," tanyanya.
"Sah!," jawab para saksi, serempak.
"Alhamdulillah, sah!!!," putus penghulu.
"Alhamdulillahi rabbil 'alamiin."
Semua orang mengangkat kedua tangannya untuk berdo'a.
"Baarakallaahu Laka Wa Baaraka ‘Alaika Wa Jama’a Bainakuma Fii Khoir. Semoga Allah akan memberikan rahmat serta kasoh sayangnya pada kalian berdua, semoga Allah cepat memberikan amanah-Nya untuk melengkapi kehidupan rumah tangga kalian, dan semoga Allah melimpahkan rezeki-Nya dalam kehidupan kalian hingga kalian tidak perlu merasa kekurangan. Allahuma sholli 'alaa syaidina muhammad wa 'alaa alihi wa shohbihii ajma'in, subhana rabbika rabbil 'izzati 'amma yasifun, wa salamun 'alal mursalin, wal hamdulillahi rabbil'alamin."
"Amiin yaa rabbal 'alamiin."
Maryam segera memeluk Reza usai Pria itu mencium tangannya. Ia menangis penuh kebahagiaan karena Putera satu-satunya kini telah memiliki pendamping.
Abah menunjukkan jalan untuk mereka berdua agar bisa menemui Silvi. Ummi masih tetap mendampingi Silvi di kamar pengantinnya hingga Reza tiba dan menyematkan sebuah cincin di jari manis Wanita itu.
Saat semua orang telah meninggalkan mereka berdua, Reza pun membuka niqob yang menutupi wajah Isterinya dan berlama-lama menatap keindahan yang Allah ciptakan dengan sempurna di wajah itu.
"Abi cinta sama Ummi," ungkap Reza.
Silvi tersenyum malu-malu tanpa berani menatap kedua mata Suaminya. Reza pun mengecup pipinya dengan lembut hingga kedua mata Silvi terpejam beberapa saat.
"Ayo..., kita temui Allah untuk bersyukur dan bermunajat kepada-Nya," ajak Reza.
Silvi pun mengangguk patuh, lalu membalas genggaman tangan yang hangat milik Reza.
* * *
*Bahasa Arab yang artinya : Menemanimu Sampai Akhir
KAMU SEDANG MEMBACA
Mujahidah
Spiritual[COMPLETED] Ya Allah, jika memang bukan takdirku maka ambillah jika memang tak halal untukku maka ambillah jika memang tak baik untukku maka ambillah jika memang tak berkah untukku maka ambillah Namun jika itu adalah takdirku, halal untukku, baik un...