UJUNG PRAHARA
"Ini buku tabungannya Bu dan ini bukti penyimpanan uang yang Ibu lakukan hari ini. Terima kasih," ujar Dhiba pada seorang nasabah.
Setelah nasabah itu pergi, Dhiba duduk kembali di kursinya dan menginput data ke dalam komputernya. Surat permohonan resign yang ia ajukan belum ditanda tangani, jadi ia masih punya kewajiban untuk bekerja di sana.
Jam makan siang sudah tiba sejak tadi, tidak ada kegiatan di kantor itu. Namun Dhiba hanya berdiam diri di tempatnya, selera makannya hilang total saat berada di tempat kerja. Ia tak merasa nyaman.
Seorang Pria masuk ke dalam kantor itu dan mendekat ke arah tempat Dhiba melayani nasabah. Dhiba menyambutnya.
"Assalamu'alaikum Pak, ada yang bisa saya bantu?," tanya Dhiba.
"Tidak usah basa-basi Mbak, saya mau tanya, apakah benar di sini pernah ada pegawai yang bernama Sarifa Kamelia Ariani?," tanya Pria itu.
Deg!!!
Dhiba berusaha tenang meskipun hatinya berdebar-debar hebat saat mendengar nama Sarifa yang ditanyakan oleh Pria itu.
"Sebentar ya Pak, saya cek dulu dalam data pegawai kami," jawab Dhiba.
Dhiba segera berpura-pura memeriksa di komputernya sambil mengirim pesan melalui Whatsapp pada Nina dan Silvi.
Nina
Wa'alaikum salam Ukhti, cobalah ulur waktu. Saya akan menghubungi Abah.Dhiba
Baik Ukhti akan saya coba.Silvi
Suami saya sudah menghubungi Polisi. Ukhti ulurlah waktu.Dhiba
Saya sedang mencobanya Ukhti.Kedua tangannya bergetar luar biasa, ruangan itu sudah dingin karena AC menyala dalam suhu yang tinggi, namun sekujur tubuh Dhiba tiba-tiba saja berkeringat dingin.
Dhiba kembali menghadapi Pria itu setelah hampir lima belas menit berada di depan layar komputer.
"Mohon maaf Pak di dalam data pegawai kami tidak ada yang bernama Sarifa Kamelia Ariani seperti yang Bapak tanyakan," ujar Dhiba.
"Yakin Mbak tidak ada??? Saya mencari dia berdasarkan petunjuk dari Bank tempat kerjanya yang lama di Sukabumi. Katanya sebelum di pindahkan ke Sukabumi, dia bekerja di Bank yang ada di alamat ini!!!," bentak Pria itu.
Dhiba memutar layar komputernya dan memperlihatkan data yang ada di sana pada Pria itu.
"Bapak boleh cek sendiri, di dalam data pegawai kami tidak ada yang Bernama Sarifa Kamelia Ariani. Baik pegawai yang masih bekerja di sini, yang sudah di pindah tugaskan, ataupun yang sudah mengundurkan diri," jelas Dhiba.
Ia sudah menghapus total data mengenai Sarifa dari server pusat, sehingga tidak akan yang ada menemukan Wanita itu. Lagipula, Bank tempatnya bekerja saat ini sudah tiga kali mengadakan pergantian pegawai. Jadi jelas tidak ada lagi yang mengenali Sarifa.
Pria itu mencari-cari pada daftar nama dan bahkan hasil scan formulir yang ada dalam komputer. Dia mulai terlihat frustasi, Dhiba terus berdzikir dan berdo'a memohon perlindungan kepada Allah agar Pria biadab di hadapannya itu tertangkap.
"Sialan!!! Kurang ajar kamu Sarifa!!! Aku akan mencarimu, menyiksamu seperti biasanya dan membunuhmu!!!," geramnya.
Pria itu menatap Dhiba yang masih saja setenang air di hadapannya.
"Ya sudah! Saya tidak menemukan yang saya cari! Permisi!," bentaknya.
Dhiba hanya mengangguk. Pria itu berjalan ke arah pintu tempatnya masuk tadi, dan tiba-tiba Polisi sudah menodongkan senjata ke arahnya.
"Angkat tangan!!! Anda ditangkap atas tuduhan melakukan kekerasan dan pengancaman pembunuhan pada Saudari Sarifa Kamelia Ariani!!!," bentak salah satu Polisi itu.
Pria itu mengangkat tangannya, lalu berbalik pada Dhiba yang masih menatapnya tajam.
"Sialan!!! Kamu bersekongkol rupanya dengan Sarifa, hah???," teriaknya.
"Kali ini kamu tidak akan lolos!!!," balas Dhiba, tak kalah nyaring.
"Kamu tidak punya bukti untuk memenjarakan aku!!!," ejek Pria itu.
Dhiba mendekat pada salah satu Polisi dan memperlihatkan apa yang ada di ponselnya. Polisi itu memutar sebuah video yang Dhiba tunjukan padanya.
"Sialan!!! Kurang ajar kamu Sarifa!!! Aku akan mencarimu, menyiksamu seperti biasanya dan membunuhmu!!!."
Kedua mata Pria itu membulat tak percaya dengan apa yang didengarnya. Itu adalah suaranya sendiri yang sedang murka tadi saat tak menemukan nama Sarifa dalam data pegawai di komputer. Dhiba diam-diam merekam aksi Pria itu dari awal dan akhirnya benar-benar mendapatkan momen yang pas.
Dhiba menatap penuh amarah pada Pria itu sekali lagi sebelum Polisi membawanya ke penjara.
"Tamat riwayatmu Rudi!!!," tegas Dhiba.
* * *
Sarifa memeluk Dhiba dengan sangat erat sambil menangis histeris setelah Nina dan Silvi mejelaskan apa yang terjadi di kantornya siang tadi. Dhiba membalas pelukannya dan membujuk Wanita itu agar tenang.
"Sudah Ukhti Sarifa, sudah...," ujarnya.
"Kamu kebangetan!!! Bagaimana kalau kamu kenapa-napa??? Dia itu monster, dia bisa menyerangmu kapan saja!!!," omel Sarifa.
"Sudah, sekarang kan Ukhti lihat sendiri kalau saya baik-baik saja. Jangan khawatir, semua sudah selesai sekarang. Ukhti sudah benar-benar bebas dari laki-laki biadab itu," ujar Dhiba.
"Tapi kamu tetap keterlaluan, kenapa kamu nggak kasih tahu saya kalau kamu bertemu dia hari ini? Saya baru tahu setelah Ukhti Nina dan Ukhti Silvi memberitahu saya...," protesnya.
"Kalau saya memberitahumu, apa yang akan kamu lakukan? Kamu akan berlari meninggalkan rumah dan menyusul saya ke kantor sebelum Polisi datang. Lalu apa yang akan terjadi? Apakah kita berdua akan selamat? Ukhti Sarifa..., kamu tidak bisa menjadi setenang air, sementara saya sudah cukup sering melatih kesabaran sehingga akan terlihat tenang di mata laki-laki biadab itu. Pilihan yang ada di hadapanku tadi hanya satu, hadapi dia dan akhiri saat itu juga!," jelas Dhiba.
Ummi Kalsum memeluk Sarifa dari belakang untuk menenangkannya.
"Itulah yang Ummi maksud selama ini. Kamu memang tak cocok berada di luar Pesantren karena kamu tidak bisa setenang Ukhti Dhiba, Ukhti Nina dan juga Ukhti Silvi. Kamu cepat panik, dan rasa panik itulah yang bisa membuatmu celaka jika tidak ada yang membantumu untuk mengendalikannya," tambah Ummi Kalsum.
"Intinya, saat ini kamu bukan lagi buronan laki-laki kurang ajar itu. Kamu adalah Wanita yang bebas seperti dulu dan tak perlu takut untuk melangkah kemana pun," ujar Nina.
Sarifa pun menganggukan kepalanya.
"Syukron..., karena kalian telah membantu saya dan tetap menerima saya meskipun saya terkadang keras kepala," ujar Sarifa.
'Tenanglah..., Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-hamba-Nya yang Shalehah menderita. Insya Allah, Dia akan selalu mengirimkan pertolongan-Nya melalui tangan-tangan yang Dia pilih.'
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Mujahidah
Spiritual[COMPLETED] Ya Allah, jika memang bukan takdirku maka ambillah jika memang tak halal untukku maka ambillah jika memang tak baik untukku maka ambillah jika memang tak berkah untukku maka ambillah Namun jika itu adalah takdirku, halal untukku, baik un...