🎻 ʜꜱʜ : ʜᴇᴇsᴇᴜɴɢʜᴏᴏɴ 9

990 122 22
                                    

"Arti sebuah kehadiran akan terasa saat kehilangan telah merenggutnya, jika itu terjadi, maka hanya penyesalanlah yang akan tercipta."




Sunghoon hanya diam saja menikmati hembusan angin menerpa rambutnya. Tidak dipungkiri ia sedikit menggigil. Karena emfisema, tubuhnya menjadi kurus dan ia rentan pada hawa dingin. Padahal dulu ia bahkan mendapat julukan ICE PRINCE karena ditunjuk sebagai perwakilan dalam turnamen Ice Skating. Tapi itu dulu, sebelum ia benar-benar mengubur dalam impian dan prestasinya. Tapi Sunghoon ingin sedikit lebih lama di sini. Mendinginkan kepalanya. Membiarkan suara rintik hujan memenuhi gendang telinganya dan mengaburkan nama Heeseung di sana.

Hujan. Air. Laut. Mendung. Dalam kepala Sunghoon, sudah terpasang sebuah program yang mengaitkan air dengan peristiwa 4 tahun yang lalu. Sunghoon sempat mengalami rasa trauma pada air, yang akhirnya bisa sembuh seperti sedia kala. Sunghoon seringkali kedapatan menangis sendirian, berteriak histeris tiba-tiba, bahkan Sunghoon pernah berada ditingkat depresi hingga melukai dirinya sendiri (self-harm). Tapi tetap saja. Karena apapun yang Sunghoon tangkap sebagai air, kepalanya memutar kembali peristiwa kelam itu.

'Rindu yang ku sembunyikan di balik awan, kini mulai turun lewat tetesan hujan untuk menemui mu..'

Sunghoon menengadah, menatap langit. Warnanya abu-abu. Persis sekali dengan langit bulan April tanggal 16 empat tahun yang lalu. Sunghoon mengingatnya. Sunghoon ingat semua detailnya.

Pandangan Sunghoon jatuh pada wajah ibunya.

"Bu, tanggal berapa sekarang?"

Ibu mengecek jam tangan digital ditangannya. Sunghoon menangkap napas Ibu tercekat di tenggorokan.

"16 April."

Sekali lagi, Sunghoon merasa hari ini sama seperti empat tahun yang lalu.

"Oh," Sunghoon berbisik pelan. Hari ini tepat tanggal 16 April. Hujan turun. Mungkin itu bukan hanya air hujan. Mungkin itu Heeseung.









'Setelah perpisahan, di mataku senja tak lagi membiaskan jingga, hanya awan-awan berarak, yang siap melahirkan hujan. Harusnya aku belajar memiliki sebelum kehilangan yang menjelaskan. Dan kamu benar-benar pergi...'








































﹏﹏﹏🎻-Remεmber-🎻﹏﹏﹏











































✦ . ✫ . ˚ ✦ ·

Seperti pesan yang dikirimkan pada Ibu, Jay akan datang ke rumah sakit pukul 12 siang. Pundaknya sedikit basah terkena air hujan. Tapi senyum pemuda itu lebar sekali ketika bertemu dengan Sunghoon.

"Aku merindukanmu," ujar Jay sambil memeluk Sunghoon, lembut sekali, takut menyenggol infus ditangan Sunghoon, "Bagaimana keadaanmu?"

Sunghoon mencari-cari apapun yang bisa ia temukan di kedua manik mata Jay. Ada ketulusan di sana. Sunghoon bersyukur sahabatnya tidak menjadi korban tidak selamat dalam peristiwa mengerikan itu, "Tidak jauh lebih baik, kurasa."

"Sungguh? Bibi Park mengirimkan foto hasil fisioterapi dan hasil laboratorium pekan ini, dan kupikir hasilnya meningkat meskipun belum pesat. Jake sangat lega karena beberapa pekan lalu kondisimu memburuk," Jay berceloteh sambil melipat hoodie abu-abunya ke dalam tas. Pemuda itu duduk di kursi dekat ranjang, sementara Ibu Sunghoon duduk di sofa, memberikan waktu untuk dua sahabat itu mengobrol. "Omong-omong, Jake minta maaf karena dia tidak bisa FaceTime hari ini. Mengantuk sekali, katanya."

Remember | HSH🎻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang