🎻 ʜꜱʜ : ʀᴇᴍεᴍʙᴇʀ 4

427 66 26
                                    

"We are all funny creatures for never appreciating what we have until it is gone"

✧ <<---- :・゚✧ *:・゚ ---->> ✧

✦ . ✫ . ˚ ✦ ·

. + ·



Dengan keberadaan Jake di Australia yang memiliki perbedaan waktu 2 jam lebih cepat daripada Seoul, pemuda itu jelas harus punya cara menyiasati bagaimana ia bisa menghubungi kedua sahabatnya secara rutin. Ditambah dengan kondisi Sunghoon yang belum juga tiba dalam tangga acceptance, Jay bilang Sunghoon membutuhkan emotional support dan bimbingan untuk bangkit dari tahap depression. Tapi secerdik-cerdiknya cara Jake meluangkan waktu, akan ada alpa di antaranya. Perbedaan waktu dan kesibukan kuliahnya yang membuat Jake berkali-kali melewatkan FaceTime.

Kabar terakhir yang Jake ketahui tentang Sunghoon adalah sahabatnya itu mengunjungi psikiater dan mengonsumsi obat-obatan untuk membantunya mengendalikan diri ketika episode depresinya terjadi. "Buat Sunghoon merasa ia masih disayangi," kata Jay dalam telepon pribadi mereka sore itu, setelah berkali-kali percobaan menelepon dengan KakaoTalk, "kau tahu dia punya riwayat depresi, dan sekarang masuk rumah sakit karena emfisema."

Tangan Jake mendingin. Mendadak dadanya terasa seperti dihimpit batu-batu besar. "Emfisema?"

"Iya. Coping mechanism-nya adalah merokok. Akhirnya berdampak pada paru-parunya."

Makanan di hadapan Jake terasa hambar detik itu juga. Rasa laparnya menghilang entah ke mana, padahal ia tidak makan sejak kemarin malam karena sibuk dengan tugas. Dosen-dosen Fakultas Kriminologi memang tidak punya ampun. "Jangan matikan telepon. Aku beres-beres sebentar."

"Jake, where are you going?"

Seorang gadis berambut merah tembaga menyeletuk. Empat orang yang lain ikut mengalihkan perhatian pada Jake yang terburu-buru membereskan kertas-kertasnya di meja.

"Oh, I have to go somewhere. I'll text you guys later, okay? Bye!" berbekal senyuman singkat, Jake melesat pergi dari kafetaria. Ia tidak ingin memakan makanan apapun atau melihat data-data kriminal yang harus dianalisisnya dengan teori-teori yang membingungkan. Ia harus mengecek keadaan Sunghoon sekarang.

"Jay-ya, kau masih di sana?"

"Iya."

"Bisa kita sambungkan ke FaceTime? I haven't call him last week."

"Jake, di Korea sudah jam 9 malam."

Crap! Benar juga. Di Australia pukul 11 malam, itu artinya di Seoul jam 9 malam. Sunghoon sudah tidur. Pantas saja Jay meneleponnya secara pribadi.

Jake menata napasnya yang berantakan begitu tiba di mobil. Samar-samar ia mendengar suara musik dari ujung telepon. "Sejak kapan?" Jake bertanya, jantungnya masih berdebar kencang.

"Minggu terakhir bulan Februari. Dua minggu yang lalu."

"Dua minggu?!" Jake nyaris naik pitam, kentara dari nada bicaranya yang naik satu oktaf, "dua minggu sejak Sunghoon masuk rumah sakit dan kau memberitahuku sekarang?!"

"Dua minggu yang lalu kau selalu sibuk, Jake. Kau yang menjauh, kau yang marah juga," balas Jay sengit, "kau tidak tahu Sunghoon mengajukan surat keluar dari Universitas, kan? Dan jangan naikkan nada bicaramu. Aku tidak ingin bertengkar sekarang."

Remember | HSH🎻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang