❝Diciptakannya mata agar tidak sembarangan menilai orang melalui telinga. Because, a gossip not forever right.❞
-Undecided-
Bel pulang sudah berbunyi sekitar limabelas menit yang lalu, namun seluruh siswa/i kelas XII IPS 3 baru saja dibolehkan pulang karena harus menyelesaikan hukuman. Keributan di lapangan utama karena senam tadi belum mereka selesaikan hukumannya, malah nambah kasus lagi rusuh di lapangan basket.
Bu Letta alias Bule sangat marah. Beliau menyuruh lima belas orang di kelas itu menulis kalimat permohonan maaf sebanyak tiga ratus kali di kertas polio bergaris. Sementara itu, Delon beserta teman sekelasnya pun juga harus melakukan hukuman yang sama.
Padahal yang bikin ulah cuma beberapa orang, tapi satu kelas kena imbasnya.
Dycal berjalan dengan tenang melintasi koridor lantai satu langsung menuju parkiran motor. Tiba di parkiran, ia refleks berdecak melihat seorang cewek dengan plester bergambar di pangkal hidung tengah duduk di ninja hitamnya
"Ngapain lo?" tanya Dycal sarkas sambil menarik seragam cewek itu agar turun dari motornya. Namun usahanya gagal, cewek itu justru semakin berpegangan pada tangki motor Dycal, tak ingin turun.
"Turun, Ta!"
"Buset, bang Ical." gerutunya. "Pelit banget, sih. Timbang duduk di motor doang, nggak bikin motor lo lecet juga keleusss."
"Ck. Minggir lo."
"Nggak mau."
Nafta mencebikkan bibir. Dycal yang dingin sudah kembali. Kemana Dycal yang manis, baik serta berperikewanitaan seperti kemarin ya tuhan?
Nyebelin.
Nafta tidak beranjak. Ia masih setia duduk di motor Dycal bahkan ketika cowok itu sudah memakai jaket yang baru saja ia keluarkan dari dalam tasnya. "Cal, anterin gue balik."
"Lo punya mobil." sahut Dycal. "Pulang sendiri."
Nafta menggeleng. "Gue lagi sakit, tega banget lo nyuruh gue pulang sendiri." sahutnya kemudian menunjuk pangkal hidung. "Lo nggak liat hidung gue di plester gini? Nah, ini nih, lo nggak liat jari-jari gue terkelupas gegara nulis tiga ratus kalimat? Ah, iya. Pantat gue juga sakit. Please, jangan lupain fakta kalo siang tadi lo jatohin gue ke tanah. Ini sakit, Calllll!!!"
Dycal berdecak. "Mana ada orang sakit cerewetnya kaya lo."
"Ada dong, yang sakit kan pantat bukan mulut."
"Gue kira mulut lo di pantat."
"ICALL YA AMPUN!!" geram Nafta. "Anterin gue balik, gamau tau! Lo kan udah tau alamat apartemen gue."
"Males."
"Ck, lo mah ah." Nafta memelas. "Anterin gue dong, Cal. Gue nggak bisa nyetir. Hidung, jari sama pantat gue sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Undecided
Teen Fiction❝Riddle was made to be solved, are you ready to solve it together?❞ Bukan tanpa alasan murid sepintar Dycal Alvredo memutuskan pindah dari sekolahnya yang biasa ke sekolah swasta bergengsi di kotanya itu. Sebuah teka-teki yang setiap malam selalu me...