❝Seketika dunia menjadi hal paling rumit kalo soal salah paham.❞
-Undecided-
Nafta menyusun satu persatu minuman serta makanan instan pada rak di pintu lemari pendingin. Setelah selesai dengan pekerjaannya, cewek itu kini berpindah duduk di kursi meja makan. Ia membuka bungkus roti dan mulai mengoles selai coklat di atasnya. "Laper banget anjir, gue sarapan duluan, ya. Bang Ical mau roti juga nggak?"
Dycal menggeleng samar. Cowok itu sedang membuka plastik belanjaan dan mengeluarkan beberapa bahan makanan dari sana. Beberapa saat kemudian ia sudah menghidupkan kompor untuk merebus air di panci- lalu ketika air mulai panas ia memasukkan satu bungkus besar spageti instan dengan tulisan La F*nte di kemasannya ke dalam panci tersebut.
Kaki Nafta sudah naik ke atas meja, punggungnya bersandar pada sandaran kursi. Ia memakan roti dengan mata terarah kepada Dycal. Melihat cowok yang memiliki kesan dingin itu memasak dengan cekatan di dapurnya membuat Nafta merasa seolah-olah ini hanya mimpi.
"Lama-lama mata lo gelinding sendiri kalo terus-terusan liat ke sini."
Suara itu sontak membuat Nafta mengulum senyum, buru-buru menghabiskan kunyahannya. "Asik aja liatin Bang Ical masak. Gue nggak nyangka lo pegang omongan lo soal ini, padahal malem itu di chat gue cuma iseng-iseng ngajak. Gak taunya malah iseng-iseng berhadiah."
Entah salah lihat atau bukan, Nafta melihat sebuah senyuman tipis terbit di bibir cowok yang kini sedang mentiriskan spageti tersebut.
"Kenapa senyam-senyum?" tanya Nafta.
Dycal tak langsung merespon. Cowok itu kini sibuk memotong-motong bawang bombai, bawang putih serta tomat kemudian menumisnya secara bertahap. Saat ingin memasukkan potongan kornet ke dalam wajan, cowok itu sempat bicara. "Kayaknya abis ini gue bakal sama kayak lo, tinggal sendiri."
"H-ha? Nyokap lo ke mana emang?"
"Rumah sakit jiwa," lanjut cowok itu sambil menuang saos bolognaise ke dalam wajan. "Dengan kondisi nyokap gue yang kayak gitu, dokter bilang nyokap gue harus di rawat."
Nafta menggigit bibir, "Separah itu?"
"Seperti yang lo lihat waktu pertama kali lo masuk ke rumah gue," kata Dycal. "Dia sering berhalusinasi kalo bokap sama adek gue masih ada. Kondisi kejiwaan nyokap gue harus dipulihin secara medis dan mental, mau nggak mau gue harus biarin nyokap gue di sana untuk sementara waktu, mungkin."
Nafta menurunkan kaki dari atas meja, kini maju ke meja counter untuk membantu Dycal menyajikan spageti di atas piring. "Kapan nyokap lo ke sana? Siapa yang bawa?"
"Tadi subuh, sengaja bawanya pas nyokap gue masih tidur," sahut Dycal sambil memarut keju kraft yang dijadikan sebagai topping ke atas spageti. "Om gue yang bawa,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Undecided
Teen Fiction❝Riddle was made to be solved, are you ready to solve it together?❞ Bukan tanpa alasan murid sepintar Dycal Alvredo memutuskan pindah dari sekolahnya yang biasa ke sekolah swasta bergengsi di kotanya itu. Sebuah teka-teki yang setiap malam selalu me...