❝Penampilan luar hanya tipuan. Ada orang yang masih bisa tersenyum manis, padahal jiwanya tengah terluka dengan sadis.❞
-Undecided-
Renata menangis, terduduk di tengah-tengah mereka.
"R-Ren?" panggil Vika, dengan suara bergetar. Wajahnya bingung setengah tak percaya, tapi melihat keadaan Renata yang menangis membuatnya jadi merapatkan bibir.
Hening.
Vika terduduk pada kursi di dekatnya sambil memijat kepala. Sementara itu, Lyla tak bergerak sama sekali dengan tatapan mengarah pada Renata. Begitu juga dengan Venus, cewek itu diam seribu bahasa.
Ben selaku orang pertama yang menemukan benda itu kini mengusap wajah gusar, tak bisa berkata-kata. Dycal dan Vazo memilih diam, meski sebenarnya juga terkejut mereka tak tahu harus bereaksi seperti apa. Adit dan Farhan yang biasanya asal nyablak tanpa pikir panjang kini juga terdiam.
Fero menyandarkan punggungnya pada tembok. Ia mengeluarkan remote control dari saku dan memencet salah satu tombolnya sehingga membuat semua dinding kedap suara luruh secara otomatis. "Coba jelasin, Ren," suruh Fero.
Fero yakin semua yang ada di ruang kelas saat ini memerlukan penjelasan dari cewek itu.
Renata menggeleng, menangis sesenggukan.
Oci yang masih terbawa emosi karena kejadian di lapangan tadi kini tersandar, menatap Renata dengan tatapan tak percaya. "Lo bercanda kan, Ren?"
Renata menggeleng.
"Nggak mungkin, lo pasti bercanda." Oci menggelengkan kepalanya, menolak percaya. Namun tangisan Renata semakin jelas terdengar, jelas sekali bahwa cewek itu sedang tidak bercanda seperti dugaannya. "Sama siapa?" tanyanya, memastikan.
Upik tersenyum lebar, merentangkan kedua tangan. "Mana mungkin Chef Renata biduan dangdut kelas kita kayak gitu, ya nggak? Ren, ayo bilang kalo ini cuma lelucon lo," katanya, meminta penjelasan dari Renata. "ITS A PRANK! IYAKAN? IYADONG!"
Tidak ada respon dari Renata. Cewek itu malah semakin menunduk dalam, menangis dengan pundak bergetar.
Upik merapatkan bibir, terdiam.
Oci menghela nafas, ia berjalan mendekati Ben dan mengambil benda putih dari tangan cowok itu. Matanya menatap kecewa pada dua garis merah yang muncul di sana. "Gue tanya sekali lagi. Lo becanda kan, Ren? Tolong jawab, jangan bikin kita semua salah paham."
Renata lagi-lagi menggeleng, air mata tak henti-henti membajiri pipinya. "Itu... punya gue,"
"Siapa orangnya?" tanya Oci sekali lagi.
"G-gue nggak tau,"
"Lo lagi ngelawak? Gimana bisa lo nggak tau secara lo yang ngalamin?" tanyanya kesal. Melihat respon Renata yang hanya menangis tanpa menjawab pertanyaan Oci, sontak membuat cowok itu emosi. Ia tertawa sumbang, melempar benda putih berukuran kecil yang disentuhnya tepat ke wajah Renata. "Kecewa gue sama lo, Ren."
KAMU SEDANG MEMBACA
Undecided
Teen Fiction❝Riddle was made to be solved, are you ready to solve it together?❞ Bukan tanpa alasan murid sepintar Dycal Alvredo memutuskan pindah dari sekolahnya yang biasa ke sekolah swasta bergengsi di kotanya itu. Sebuah teka-teki yang setiap malam selalu me...