21. ACCISMUS

7.7K 1.7K 1K
                                    

kalo dikasih tantangan 250+ vote dan 350+ komen dalam waktu nggak sampe 2x24 jam sanggup nggak, sih?

kalo sanggup, aku up hari senin ini😗 soalnya part ini anu banget kayanya🤣

kalo sanggup, aku up hari senin ini😗 soalnya part ini anu banget kayanya🤣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kadang, beberapa orang nggak bener-bener berubah. Mereka hanya mencoba nunjukin gimana sifat asli mereka.

-Undecided​-

Nafta melempar sepatunya dengan asal, begitu pula dengan tas sekolahnya. Kemudian, cewek itu melompat ke atas sofa dan berbaring di sana dengan posisi kepala ia letakkan di atas tangan sofa. Wajahnya bingung, sesekali berdesis pelan. "Bang Ical​ kerasukan apa, sih?" tanyanya, bermonolog.

Pasalnya, sejauh yang Nafta kenal, hari ini adalah pertama kalinya Dycal terlihat aneh- tidak seperti biasanya. Meskipun sebelum-sebelumnya Nafta sudah​ menebak bahwa Dycal adalah tipe cowok dingin tapi manis, tetap saja rasanya ketika diperlakukan seperti tadi Nafta jadi merinding.

Nafta menggeleng, "Nggak boleh baper, nggak boleh baper," katanya, menarik nafas kemudian menghembuskannya pelan dengan mata tertutup. Beberapa detik kemudian, kelopak matanya​ kembali terbuka. "Mana bisa anjir, mana bisa?!?!"

Nafta mengacak rambutnya sesaat, sebelum akhirnya memilih berdiri lalu berjalan mendekati lemari es. Ia mengeluarkan es batu dan memasukkannya ke dalam wadah​ baskom​. Tak lupa, Nafta mengambil handuk putih berukuran kecil​ dari dalam lemarinya. Beberapa saat kemudian, ia sudah kembali ke sofa sambil membawa baskom dan handuk​ tersebut.

Nafta kembali berbaring di atas sofa dengan posisi yang​ sama seperti tadi. "Gue baru sadar, akhir-akhir ini Bang Ical sering banget narik tangan gue," gumamnya, bicara sendiri.

"Dan tadi, dia natap gue astaga. Dia natap gue, berarti fix, dia suka sama gue!" katanya percaya diri, tapi kemudian cewek itu malah memberengut. "Tapi masa, sih?"

"Lo ngomong sendiri?"

Suara serak itu terdengar, sontak membuat Nafta terbangun dengan punggung menegak. "S-siapa yang​ ngomong sendiri? Orang gue lagi telponan sama Fadya," sahutnya, berbohong.

Dycal mengangkat alis, "Yakin?"

Nafta merotasikan bola mata, lalu menyahut, "Yakin, lah,"

Cowok yang masih berdiri di dekat pintu masuk itu kemudian berjongkok, memungut sepatu Nafta dan meletakkannya dengan rapi ke dalam rak. Setelah selesai, Dycal berjalan​ ke arah sofa di seberang Nafta.

Nafta​ mengerjap-ngerjap sesaat. Entah perasaannya saja atau memang​ begitu kenyataannya, sepertinya​ Dycal tengah memperhatikannya. Nafta berdecak, merasa​ aneh dengan situasi seperti ini. "Cal, maaf banget nih ya, maaf. Jangan liatin gue gitu, bisa nggak? Gue merinding."

Dycal melipat kedua​ tangan​ di depan​ dada, seraya bersandar pada​ sandaran sofa, "Normalnya, manusia bisa berkedip 5-6 kali per menit, atau sekali per 10-12 detik," katanya, lalu menunjuk Nafta. "Barusan lo bilang lo telponan sama Fadya, tapi bola mata lo bergerak ke sebelah kanan. Lo juga berkedip lebih banyak dari biasanya. Perlu lo ketahui, itu​ tanda mata klasik dari orang​ yang berbohong."

UndecidedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang