❝Kita tidak bisa menilai sesuatu hanya dari penampilan luarnya, bahkan yang memikat seperti Cephalotus pun pandai dalam hal mengelabui mangsa.❞
-Undecided-
Nafta berani bersumpah, ia memang sangat suka film bergenre horror, thriller dan crime yang faktanya sering memunculkan scene berdarah-darah. Se-mengerikan apa pun adegan dalam film tersebut, ia tak masalah, karena nyatanya itu hanya sebuah film yang semata-mata bersifat menghibur penonton.
Lalu bagaimana dengan sekarang?
Hari ini untuk pertama kalinya seorang Nafta melihat secara nyata dengan mata kepalanya sendiri ada tubuh manusia yang terpisah dengan kepala. Parahnya, orang itu adik kelasnya sendiri. Bahkan kemarin mereka sempat bicara.
Keadaan Lita sekarang benar-benar mengenaskan. Matanya terbuka dengan darah di potongan leher yang masih terlihat segar. Seragam sekolah di tubuhnya yang seharusnya berwarna putih kini malah warna merah yang lebih mendominasi.
"Berhenti selidikin kasus kak Adeeva ataupun Cia kalo kalian nggak mau ada korban lagi." - Lita.
Nafta masih ingat dengan jelas bagaimana Lita mengakhiri pembicaraan mereka kemarin sepulang sekolah dengan kalimat itu. Ia meminta agar anak Equinox berhenti menyelidiki kasus agar tak ada korban lagi. Namun yang terjadi sekarang justru Lita sendiri-lah yang menjadi korban.
Bagaimana bisa?
Fero dan Lyla tiba di depan kelas sebelas sosial satu dengan nafas terengah setelah berlari jauh dari gedung belakang sekolah.
"Ada apa?" tanya Fero yang kemudian menoleh ke dalam kelas dengan mata melebar. "Anj- kenapa ada kepala?!"
Lyla yang mendengar itu juga ikut-ikutan menoleh, ia menutup mulut saking kagetnya. "I-itu b-bukannya Lita?!"
Nafta mengangguk, ia menengok ke lapangan sambil berpegangan pada teralis koridor. Sudah lumayan banyak yang datang, sebentar lagi anak-anak pada masuk kelas dan sebentar lagi juga kejadian ini akan membuat heboh sekolah.
Untuk ke sekian kalinya setelah penemuan tiga mayat sebelumnya.
Fero memijit pelipis, menghela nafas keras. "Ini pasti ulah orang yang tadi, gue yakin. Anehnya dia lari-larian sepagi ini di sekolah pake hoodie hitam lengkap sama penutup kepala."
"Kemungkinan emang gitu," Nafta mengangguk membenarkan, "Tapi siapa?"
"Lo nggak bisa terbangin drone lagi buat liat kemana tu orang pergi, Fer?" tanya Lyla.
"Maksimal cuma tiga puluh menit, La. Udah nggak bisa, tapi rekaman yang tadi masih ada." sahut Fero. "Kalo nyoba ngejar juga ga sempat, keburu jauh."
Lyla jadi menggaruk pipinya. Sementara itu, di dalam kelas Dycal sedang berjongkok melihat ke dalam laci milik Lita. Fero yang penasaran langsung ikut masuk ke dalam, meninggalkan Lyla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undecided
Teen Fiction❝Riddle was made to be solved, are you ready to solve it together?❞ Bukan tanpa alasan murid sepintar Dycal Alvredo memutuskan pindah dari sekolahnya yang biasa ke sekolah swasta bergengsi di kotanya itu. Sebuah teka-teki yang setiap malam selalu me...