Seharusnya, Bitha tidak terlalu memberikan lelaki itu kebebasan. Dan Jaka seharusnya juga tahu batasan, selama dua tahun setengah mereka menjalani hubungan. Bitha tidak terlalu melarang lelaki itu untuk bermain Games sampai larut malam, gadis itu selalu mengatakan jika kesehatan lebih penting ketimbang bergadang setiap malam hanya karena Games, Bitha juga tidak pernah menuntut lelaki itu untuk lebih cepat membalas pesan----Bitha selalu mencoba mengerti, pasti ada alasan lain kenapa lelaki itu tidak menjawab telpon dan pesannya bahkan sampai tidak bisa di hubungi sama sekali.
Sampai saat kebebasan darinya itu telah melewati batas, lelaki itu berselingkuh, saat Bitha di cela oleh teman kampusnya lelaki itu bahkan tidak membelanya sama sekali, berserta saat lelaki itu di pasang-pasangkan dengan gadis lain. Jaka tidak berniat untuk mengelak. dari sana Bitha sadar bahwa Jaka yang ia kenal sudah benar-benar berubah, lelaki itu mulai bosan padanya terlebih melihat keadaan Bitha seperti sekarang, Bitha tidak sempurna dia Bisu.
Setahu Bitha, ia hanya bisa mendengar nama selingkuhan lelaki itu. Tidak dengan rupanya. Tidak, Bitha tidak ingin melihat bagaimana sempurnanya gadis yang telah merebut Jaka darinya, Bitha takut bagaimana pikirannya kembali terganggu dengan kehadiran jika nona selingkuhan lebih sempurna dari dirinya.
Mata Bitha melirik pada sisi kanan sudut panggung, menemukan sosok Jaka yang sekarang sibuk dengan Kamera miliknya. Sesekali lelaki itu tertawa dengan gadis yang berada di sampingnya yang sedang memegang lembaran kertas-----Bitha tebak adalah jadwal susunan acara, jujur saja rasanya Bitha ingin menjauhkan Jaka dari gadis kegatelan yang sekarang menjahili Jaka melulu, namun di posisi kekurangan Bitha saat ini ia sadar diri dan kembali membebaskan lelaki itu, walaupun hatinya panas bukan main.
Gema suara berat milik Rama kembali terdengar setelah lelaki itu menjeda perkataanya berberapa saat, Bitha kembali pada fokusnya. Menyadarkan dirinya kenapa bisa berada di sini------jika Rama tidak pernah menawarkan brosur Seminar mengundang Bitha untuk datang dan melihat lelaki itu tampil, dan jika saja mata lelaki tidak memancarkan permohonan berharap sekali Bitha datang, mau tidak mau Bitha datang sampai saat sekarang ia duduk di bangku ini mendengarkan Seminar yang di adakan kampus milik Jaka. Sebenarnya Bitha tidak tahu jika pacarnya itu akan menjadi orang yang kembali merekam seminar lagi, mengingat malam kemarin lelaki itu masih mengerjakan editan videonya frustasi.
“Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus kamu capai. Kamu masih bisa bahagia selagi dalam proses untuk mencapai sesuatu. Jadi jika kamu mengubah perspektifmu sedikit saja, aku tahu banyak orang sedang mengalami masa-masa sulit saat ini, tetapi momen ini bisa saja menjadi saat paling indah dalam hidup kita. Karena bahagia atau tidak, tergantung dari diri kalian sendiri.” Rama berdiri di sana, jas telah tanggal dari tubuhnya. menyisakan kemeja putih yang lenganya di gulung sebatas siku. Lelaki itu selalu memiliki pola pikir yang luas, mau tidak mau membuat Bitha berdecak kagum. Berterima kasih kepada Tuhan telah mempertemukanya dengan Rama yang sekarang kaca mata yang biasanya melekat pada pangkal hidung milik lelaki itu tidak terlihat untuk hari ini, Rama tersenyum bersama lesung pipi ciri khas miliknya. Bahkan senyumanya nyaris membuat Bitha tertular.
Manis dan tegas sekali.
×××
“Gue gak pake kaca mata tadi, Lo tau gak Ta, tangan ajaib gue matahin ganggang kaca mata sendiri pas waktu mepet mau naik ke atas panggung, apes banget. sempet binggung gimana reaksi penonton, soalnya gue liat blur semua.” Rama terlihat kesal sekali, sesekali lelaki itu mengibas-ngibaskan wajahnya dengan kertas kotak Snack yang ia sobek bagian atasnya, sementara Bitha hanya tertawa. Menunjukan kedua jempolnya kepada Rama, mengatakan bahwa apa yang di tampilkan Rama bagus-------selalu sempurna malahan.
“Gak bagus loh Ta, gue nervous banget malahan. Jantung gue deg-degan Mulu kalo naik ke atas panggung, padahal udah sering.” Rama itu selalu gak percaya diri, buat Bitha tersenyum-------dia ini senang merendah untuk meroket, yang bahkan gak di sadari oleh diri Rama sendiri.
Rama menenggak rakus air mineral botol sampai habis gak bersisa, kemudian melempar ke arah tong sampah yang ajaibnya masuk tepat sasaran. Melirik ke arah Bitha. “Jadi, gimana kabar Lo hari ini?”
Bitha melirik ke arah Rama bentar, binggung harus menjawab apa. Soalnya, Bitha itu tidak pernah di tanya beginian. Jadi kalau ada orang yang nanya soal beginian dia tiba-tiba diem, udah di bilang Rama itu tipe orang yang akan nyeritain tanpa di tanya, kemudian dia bakal nanya ini dan itu sampe dia ngerasa jawaban itu buat dia puas. Emang anaknya kepo pake banget, gak heran kenapa Rama bisa sepintar ini.
Bitha mulai mengetikkan kata demi kata pada catatan ponsel miliknya. “Ga tau deh, males mikirin masalah hari ke hari.” Rama yang melihat itu hanya tersenyum tipis. “Jadi lagi gak baik-baik aja ya.”
“Terus hubungan Lo sama mas pacar gimana?” bukan tanpa sebab, semenjak kejadian kemarin di perpustakaan kota Bitha nampak enggan membahas tentang masalah asmara jika saja pertanyaan Rama menjorok ke arah sana, selalu ada cara untuk gadis itu mengelak. Rama mendekatkan diri kepada Bitha juga bukan tanpa sebab, ada satu hal yang membuat lelaki itu tertarik dengan diri Bitha. Entah kenapa rasa simpatinya kepada orang mempunyai kekurangan seperti Bitha ini sangat besar, rasanya ingin selalu ada, selalu ingin jadi tempat gadis itu menceritakan segala kebahagiaan dan ketakutan yang di alami Bitha sampai titik di mana gadis jadi sosok pemurung seperti saat ini.
Sedikit berlebihan, tetapi itulah yang menjadi nilai plus dari seorang Ramaditya Pradipta.
Tiba-tiba saja saat lelaki itu sibuk melirik ke arah lapangan, Bitha menyondorkan ponselnya ke arah lelaki itu. “Lo kenal Karen?”
Mengganguk, sesungguhnya seluruh rakyat kampus juga tahu jika Jaka selalu ada di mana Karen berada, tidak jarang Jaka berada di sekre bercanda bersama Karen di saat lelaki itu sibuk mengerjakan editing video dokumentasi. Tidak terkejut saat Bitha menanyakan hal ini, yang lebih aneh lagi tidak mungkin Bitha tidak mengenal Karen yang pernah mengisi salah satu postingan sosial media Jaka.
Baru saja Rama ingin membuka mulut, sosok Bitha telah lebih dulu berdiri. Berjalan meninggalkanya, saat lelaki itu melihat ke arah mana Bitha berjalan menjauh. Sudut bibir lelaki itu terangkat, melihat Bitha menarik lengan Jaka yang sebelumnya bertengger di bahu milik Karen.
“Mampus, ketahuan juga lu.”
[ ]
A/n: gimana puasanya lancar? Gimana" ni si pelakor udah mulai bermunculan hehe. Aku bakal kenalin visual Karen tapi nanti, biar kalian penasaran wkwkw
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisu ✓
FanfictionPerumpamaan Bitha itu seperti orang buta kehilangan tongkat, menghadapi masalah yang sulit tanpa satupun sandaran. kecelakaan dua bulan lalu tidak hanya merampas susunan kehidupanya, wajah pucat pasi itu terlihat murung sekali. bibirnya tak bersuara...