BAB 20 : Kejujuran di Sore Menjelang Malam

551 72 15
                                    

“Sudah?”

Bitha yang sendari tadi membenarkan letak sabuk pengaman melirik ke arah Jaka mengganguk, kemudian menyenderkan tubuhnya pada kursi. Memejam sejenak---------terlalu banyak yang ia kerjakan sampai larut malam, lupa tidur dan makan tidak teratur. Menghela nafas lelah berkali-kali, setelah bercerita banyak dengan Mama Jaka membuat Bitha mulai menyadari jika dirinya di serang rasa kantuk teramat berat.

“Aku bakal kangen kamu, Bi.” gumam Jaka membuat Bitha membuka kelupak mata perlahan, menatap ke samping di mana Jaka tengah mengulas senyum tipis ke arahnya. “Pasti bakal sepi banget kalo kamu tiba-tiba menghilang dari keseharian hidup aku.”

Omong kosong. Bitha hanya diam mencoba kembali menutup mata, untuk sekarang ia sudah benar-benar merasa sudah merelakan diri Jaka sepenuhnya, lantaran hatinya sudah terlalu banyak di suguhkan rasa sakit, kemudian manis, setelah itu kepalanya di buat mendidih oleh tingkah labil Jaka. Jatuh cinta dan patah itu serumit dan semenyakitkan ini, Bitha baru merasakannya saat dia benar-benar tulus tapi di sia-siakan.

Bitha lelah sungguh, rasanya ia mati rasa.

Rasanya tidak ingin memulai hubungan apapun lagi, ingin lebih fokus pada pekerjaannya sekarang. Patah hati hanya membuatnya menghambat apa yang seharusnya ia kerjakan dalam waktu dekat, tidak jarang mendapatkan sesuatu hal yang baru dari Rama membuat Bitha binggung akan perasaanya sendiri. Berulang kali ia sangkal, namun presensi Rama berserta senyum menawan dan motivasinya selalu menghangatkan hatinya.

“Bi, kamu masih benci aku ya? Apa satu kesalahan aku itu tidak ada pengampunan sama sekali. Kamu boleh benci semua hal, tapi bisa ngak kamu anggep aku kek biasa, walaupun kita udah jadi mantan, setidaknya bisa ngak kita jadi temen?” kata Jaka lelaki itu masih mengemudi sesekali melirik ke arah Bitha yang menghela nafas berat sekali, Jaka ini bego atau sudah kepalang tidak mempunyai otak. Apa bukti Bitha tidak menghindarinya, masih menerima atensinya, masih membalas pesan dan berhubungan dengan keluarganya itu bukankah Bitha sudah menganggap lelaki itu sebagaimana dasarnya. Bitha tidak mengerti pola pikir Jaka, terlalu berbelit dan rumit.

“Ka, tolong jangan bahas hubungan kita yang jelas-jelas udah berakhir. Perlu aku jelasin sepanjang apa lagi sih. Kalo aku sudah sepenuhnya ikhlas ngelepas kamu, aku duduk di samping kamu dari awal kita putus sampe sekarang apa kurang jelas aku udah ngangep kamu kek biasa, temen. Jadi jangan tanya lagi deh, pusing aku.” balas Bitha menggunakan suara google translate, Jaka diam di tempatnya. Berbarengan dengan Bitha yang mulai memejamkan matanya kembali--------muak dengan hubungan yang mereka jalani.

Berberapa menit berlalu tanpa suara Jaka yang terdengar tidak ingin menjawab, dan Bitha sibuk memejamkan mata sembari mengulas balik kisah dua setengah tahun yang mereka jalani bersama. Mungkin kata orang benar akan dirinya yang tidak pantas bersanding dengan Jaka, lelaki itu terlalu ambisius, dan menjunjung tinggi angka kesempurnaan yang membuat Bitha merasa bodoh karena tersadar setelah terlepas dari hubungan yang mungkin satu tahun mereka jalani bersama, dan satu setengahnya lagi hanya dirinya sendiri yang mencoba mempertahankan hubungan. Seharusnya dulu ia mendengarkan perkataan orang lain tentang Jaka yang terlihat cuek dan acuh terhadap diri Bitha, hanya saja saat itu cinta membutakan segalanya. Sekarang, entahlah mungkin cinta itu masih ada namun tertutupi dengan kejengkelan yang berberapa hari ini hinggap melingkupinya untuk menjaga jarak sejauh mungkin agar tidak kembali pada atensi Jaka yang Bitha rasa mencoba meraihnya kembali.

Mobil terhenti membuat Bitha membuka matanya, melihat ke arah luar jendela-------tampak rumah miliknya, gadis itu menoleh ke Jaka lelaki itu masih sibuk menatap kosong ke arah depan. Entahlah, Bitha tidak ingin membujuk Jaka jika saja perkataannya tadi dapat menyingung lelaki itu. Memilih untuk melepas sabuk pengaman, sebelum benar-benar meninggalkan lelaki itu Bitha mengulas senyum ke arah Jaka yang tidak terlihat sampai menyentuh mata------tipis sekali. Kemudian membuka pintu mobil dan berjalan meninggalkan mobil milik Jaka, terlihat jika lelaki itu masih di tempatnya tanpa membuka jendela sekedar mengatakan ingin pamit pulang, sudah menjadi kebiasaan lelaki itu untuk tidak menahan di saat ia pergi. Bitha hanya mengulas senyum sendu lantas berbalik memasuki pagar meninggalkan lelaki itu tanpa sepatah kata.

Bisu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang