"Bitha?"
Seseorang memanggil Bitha yang di mana gadis itu baru saja menjenguk Mama Jaka keluar dari ruangannya di temani Jaka di sampingnya, lantas mata milik Bitha menoleh ke kanan saat merasa di arah sebelah sana yang ada seseorang menyebut namanya. Awalnya gadis itu merasa asing, akibat cahaya remang lorong rumah sakit membuatnya susah untuk melihat dengan jelas, bagaiamana rupa seseorang yang memanggilnya. tiba saat lelaki itu menunjuk ke arah Jaka, salah satu lampu menyorot wajahnya yang sebelumnya gelap membuat Bitha ingat jika lelaki di depannya ini adalah Dokter magang yang merupakan teman dari Rama, Bitha lupa namanya tetapi ia mengingat wajah lelaki itu walau sedikit asing.
"Tumben gak sama Rama, kakak Lo itu ya?" tunjuk lelaki itu pada presensi Jaka yang sekarang menatap lelaki itu dengan alis menukik tidak senang------mendengar jika dia adalah Kakak laki-laki dari Bitha. Tiba-tiba saja lelaki itu menyondorkan telapak tanganya pada Jaka, berharap di jabat.
Bitha melirik ke arah Jaka, menyenggol lengan Jaka agar membalas uluran tangan lelaki itu. Lelaki itu tersenyum dengan mata yang menyipit. "Gue Jimmy."
"Jaka." kata Jaka singkat, kemudian melepas gengaman lebih dulu.
"Oh iya, gue lupa bilang sama Rama tadi. Jum'at nanti Lo gak usah kontrol dulu di ganti hari Senin aja kalo Lo mau kontrol. Dokter yang nanganin Lo mau kunjungan ke panti buat anak yang kebutuhan khusus." Bitha hanya mengganguk, mengucapkan terima kasih dengan gerak mulutnya yang di mengerti oleh Jimmy. Lelaki itu melihat jam yang melingkar di lenganya. "Gue duluan ya, dah Bitha cepat sembuh ya!"
Bitha hanya tersenyum ikut melambai saat Jimmy melambai ke aranya, kemudian hilang di persimpangan lorong. Jaka melihat ke arah Bitha dengan tatapan tajam. "Sejak kapan kamu sering pergi sama Rama, terus Kontrol. Kamu gak pernah cerita sama aku kalo kamu lagi ngejalani Terapi pemulihan."
Bitha yang mendengar itu hanya menghela nafas berat, memutar bola matanya malas kemudian hendak berjalan meninggalkan Jaka, namun langkahnya terhenti seiringan Jaka menarik lenganya untuk tetap berada di posisinya sekarang. Lelaki itu menatap Bitha penuh----------meninta penjelasan lebih. "Bi, jelasin segala hal yang kamu sembunyiin dari aku."
Bitha menghempas lenganya yang sebelumnya di tarik dan di gengam Jaka kuat, mengeluarkan ponselnya dan mengetik berberapa kata di sana setelah itu mengasih ponselnya ke Jaka untuk lelaki itu baca. "Rama yang bantu semuanya, ngurus surat kesehatan, rujukan rumah sakit sama kontrol. Aku jelasin dan cerita sama kamu itu hal yang gak penting, kamu udah punya orang yang harusnya kamu jaga perhatiin dan dengerin semua ceritanya. Aku gak punya urusan lagi sama kamu, hubungan kita udah selesai Ka, lupa kamu?"
"Terus kenapa kalo kita mantan? Gak boleh apa aku tau tentang kamu, kita pernah bahagia sama sedih sama-sama Bi, bohong kalo aku bilang aku sampe sekarang gak khawatir sama kamu. Kamu boleh benci aku, tapi buat aku semakin jauh sama kamu, kamu ngangep aku kek orang asing itu gak wajar Bi." kata Jaka, membuat Bitha mengurai surainya ke belakang dengan raut wajah kelewat kesal kemudian merebut ponselnya dari Jaka, mengetik kembali. "Terus wajar bagi kamu itu gimana? Wajar kalo aku kamu selingkuhin, wajar kalo kamu bersikap biasa aja sedangkan aku sesek karena masih punya perasaan sama kamu, dan dengan teganya kamu tarik ulur perasaan aku. Move on itu susah Ka, gak semudah kamu bosen, berpaling kemudian ngejalin hubungan baru. Aku masih punya perasaan sama kamu, ngerti gak? Aku perlu batas agar perasaan aku bisa berubah kek kamu."
Setelah membaca itu lelaki itu terdiam sesaat, membuat Bitha mengambil ponselnya kembali. Dan berjalan lebih dulu meninggalkan Jaka yang terdiam di tempatnya, baru saja gadis itu hendak berjalan lebih jauh lagi terpaksa terhenti saat Jaka melontarkan kata yang seharusnya tidak Bitha dengar dan resapi.
"Bi, berarti masih ada kesempatan buat aku, untuk balik ke kamu lagi kan?"
×××
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisu ✓
FanfictionPerumpamaan Bitha itu seperti orang buta kehilangan tongkat, menghadapi masalah yang sulit tanpa satupun sandaran. kecelakaan dua bulan lalu tidak hanya merampas susunan kehidupanya, wajah pucat pasi itu terlihat murung sekali. bibirnya tak bersuara...