BAB 8 : Perpustakaan Kota

460 83 8
                                    

“Anjir, ngelamun Mulu nih anak. Woi! Bitha Chalinda Berlyn!”

Bitha mengerjapkan matanya saat Rama mengibas-ngibaskan telapak tanganya di wajah gadis itu yang nampak binggung. Sedangkan Rama hanya menghela nafas-----semakin hari Bitha banyak melamun. Membuat lelaki itu khawatir, ini sudah hari kesepuluh. Sisa empat hari  lagi untuk Bitha menyelesaikan naskah yang berberapa hari ini ia kerjakan bersama.

“Ini tinggal empat hari lagi loh Ta, sedangkan naskah yang Lo ketik masih jauh buat nyampe ke ending. Ta, bisa fokus gak buat empat hari ini aja.” Rama meletakkan kaca mata miliknya, ia sediri binggung kenapa Bitha akhir-akhir ini terlalu banyak ngelamun. Yang lebih parahnya adalah hari ini, gadis itu sama sekali hilang fungsi mendengar dan fokus. Mata gadis itu merah berkaca-kaca, ketukan jemari pada meja terus saja terulang bersama bibir bawah yang gadis itu gigit terlalu kuat. Terlihat jelas jika Bitha sedang gelisah, dan ketakutan.

“Ta, Lo baik-baik aja kan?” Tanya Rama khawatir.

Tangan gadis itu Tremor hebat, tidak berhenti mengusap wajah dan menyimbak surainya ke belakang resah. Gigitnya pada ujung kuku miliknya, teringat kejadian semalam di mana kedua orang tuanya sudah benar-benar meletakkan tanda tanggan pada berkas perceraian, ia ingin mencegah namun terhenti sebab salah satu yang menjadi permasalahan bagaimana nasib Ibu dan Bella kedepanya, apakah mereka benar-benar hancur sebagaimana yang Bitha takuti selama ini.

Ayah pergi meninggalkan rumah, Bella yang tidak ingin keluar kamar sendari semalam, juga Ibu yang terlihat tidak banyak bicara sendari pagi. Anak mana yang ingin keluarganya tidak utuh, Bitha ingin membenci ayahnya. Namun ia tidak bisa, membayangkan ayahnya pergi meninggalkan mereka sangatlah hal yang di takuti Bitha dari hari ke hari, dan semalam. Adalah puncak kehancuran bagi mereka semua.

Gadis itu menunjuk ke belakang, sembari menekan perut miliknya. Rama yang mengetahui maksut gadis itu lantas mengganguk, mempersilahkan Bitha untuk ke toilet. Terlihat bagaimana lemahnya Bitha berdiri, gadis itu memegang kepalanya yang terasa pusing bukan main. Akibat darah rendah yang ia alami berberapa hari ini karena kurang istirahat dan makan, Rama memperhatikan bagaimana langkah lemah gadis itu terlatih menuju toilet. Tubuh Bitha semakin mengecil dari hari ke hari, sangat menghawatirkan.

×××

Jaka memilih untuk merebahkan dirinya pada kursi yang sekarang ia duduki berhadapan dengan Karen, lelaki itu memilih untuk memainkan ponsel miliknya. Membiarkan Karen untuk membaca berberapa buku jika tidak karena tuntutan tugas yang sialnya membuat mereka harus ke perpustakaan Kota karena buku di perpustakaan kampusnya sedang tidak ada untuk bahan materi yang sedang mereka butuhkan.

Saat sedang sibuk memperhatikan Karen yang mengetik, tidak sengaja pandangan lelaki itu bertemu dengan presensi Rama yang sekarang sedang memperhatikan buku di gengamanya. Penasaran dengan pertemuannya di sini bersama Rama, bahkan saat di kampus Rama tidak pernah terlihat lagi berberapa seminggu belakangan ini, di lihatnya pada meja di depan lelaki itu juga berserakkan berberapa lembaran-lembaran kertas yang Jaka tidak tahu apa isinya. Fokusnya teralihkan pada laptop yang tidak asing di pandangannya, berserta tote bag kulit berwarna hitam di samping sana. Nampak persis seperti milik Bitha.

Baru saja ia ingin memfokuskan penglihatanya, Karen menyadarkan lelaki itu. “Lihat apa kamu?”

Jaka yang mendengar itu hanya menggeleng tersenyum, kembali sibuk dengan ponsel miliknya. Membuat Karen hanya menghela nafas berat kemudian lanjut mengetik. Jaka kembali mencuri lirik ke arah bangku yang Rama tempati berjarak lima meja dari tempat duduknya, nampaknya Rama terlalu terlarut dengan bacaanya hingga tidak menyadari tatapan Jaka yang terus saja meliriknya.

Setelah menerima pesan dari Bitha, gadis itu memilih untuk menyerah mempertahankan hubungan mereka. Jaka yang melihat itu kepalang emosi juga mempersetujui ajakan gadis itu untuk putus, kalau di pikir-pikir juga gadis itu bermain di belakangnya kenapa ia tidak bisa juga ikut bermain di belakang, setelah kejadian putus kemarin. Bitha memilih untuk memblokir nomor Jaka, sampai saat ini gadis itu tidak pernah lagi membuka kembali blokiranya.

Satu hal itu yang membuat Jaka kembali kesal bukan main, kurang-kurang nomor ponselnya juga ikut di blokir. Berberapa hari belakangan Jaka sering ke rumah milik gadis itu, namun rumah itu nampak terlihat sepi tidak berpenghuni. Jadi Jaka menyerah, namun ia tidak menyangka mereka akan bertemu di satu tempat seperti sekarang ini.

Bukan tanpa alasan Jaka mencari Bitha, Mama lelaki itu terus menanyakan kemana keberadaan Bitha yang tidak pernah main ke rumah, atau sekedar menelepon Mamanya Jaka. Semenjak putus, Bitha keseluruhannya menghilang.

Lelaki itu hilang fokus, tebakannya benar. Mereka benar-benar berada dalam satu tempat seperti sekarang ini, Jaka melihat bagaimana Bitha berjalan dan mengambil posisi duduk berhadapan dengan Rama. Berulang kali Jaka lihat jika Bitha terus saja mencengkram ujung lengan bajunya, menunduk.

Sementara itu di sisi lain, Rama melihat Bitha wajah gadis itu pucat sekali. Buru-buru meletakkan buku miliknya, dan meletakkan punggung tangganya untuk menyentuh dahi Bitha. "Lo demem Ta."

Buru-buru Rama melepaskan jaket miliknya, berjalan mendekati bangku milik Bitha dan meletakkan jaketnya di bahu milik gadis itu yang sekarang terlihat mengigil. Berulang kali Bitha mencoba mengembalikan fokusnya, namun pusing di kepalanya terus bertambah. Memikirkan jika ia menetap di rumah akan menjadi beban bagi ibunya yang belum lagi baru di gugat cerai oleh ayah. Bitha tidak ingin menjadi beban, namun keadaan sial terus saja menimpanya terus menerus, menjadikan Rama tahu bentuk luka dan kekhawatirannya.

Bitha tidak ingin orang terluka lagi karena dirinya yang hidup sebagai parasit, cukup Jaka dan keluarganya tidak untuk Rama yang kenalan saja baru dua Minggu belakangan ini.

"Gue anter Lo pulang ya? Lo masih bisa berdiri gak?" Tanya Rama sekali lagi, lelaki itu panik bukan main. Suhu tubuh Bitha sangat panas, gadis itu meletakkan kepalanya pada lipatan tanganya di atas meja, bahu milik gadis itu terlihat naik turun. Terdengar suara isakkan tertahan saat Rama menarik bahu Bitha untuk berdiri, dapat ia lihat wajah gadis itu penuh dengan air mata, mengalir deras tidak berhenti.

Gadis itu memutuskan tatapanya pada Rama, saat satu pesan kembali masuk pada ponsel miliknya. Rama ikut membaca, saat tangan Bitha menggenggam ponsel miliknya dengan tangan yang bergetar hebat.

Adik Bella :

[ Puas buat hancur keluarga karena penyakit mental Lo itu? Besok sidang perceraian. Gue mau Lo pertanggung jawabkan semuanya, kalo bisa buat keluarga ini jadi untuh kembali. Lo gak bisa kan? Lo taunya berlari dari masalah. Gitu aja terus, kalo bisa waktu percobaan bunuh diri kemarin Lo mati aja, gak perlu hidup banyakin beban buat keluarga ini. ]

Ponsel milik gadis itu terjatuh, menyebabkan suara gaduh yang cukup nyaring untuk mendapatkan atensi orang sekitar, Jaka yang melihat itu bangkit dari duduknya. Tidak pernah ia melihat Bitha menangis sampai membuatnya ikut sesak seperti ini, Karen yang melihat itu lantas menarik lengan Jaka, manatap Jaka terluka saat melihat bagaimana Jaka benci saat yang berada di posisi terburuk gadis itu adalah Rama bukanlah dirinya.

Sampai saat perkataan Karen menyadarkannya. "Lo cuma mantan Ka, Lo sekarang utuh punya gue. Gak perlu sok ngehawatirin Bitha lagi, Lo sendiri kan yang bilang kalo Lo udah bosen sama Bitha dan gak punya perasaan lagi sama dia, Lo cuma pertahanin dia karena Mama Lo suka banget sama Bitha, tapi tingkah Lo yang kek tadi buat gue mikir. Sebenernya perasaan Lo itu buat siapa sih Ka! Lo mau berapa kali lagi sih nyakitin gue karena perasaan labil Lo itu!"

Jaka terdiam di tempatnya, di lihatnya bergantian anatara Bitha dan Karen. Merasa ada yang salah pada dirinya, karena menyakiti hati kedua wanita yang ia sayang.

[ ]

A/n: saya mencium bau-bau penyesalan gais, kalian juga gak?

Bisu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang