BAB 4 : Gerakan perubahan awal

568 91 9
                                    

kapan sih, si bisu ini gak buat masalah anjir. Kesel gue lama-lama liat muka dia.”

“iya, gak jelas banget idup dia. Udah jelas jadi mantan malah gak tau diri ngancurin hubungan orang.”

“gue kalo jadi dia udah malu, emang urat malu di bisu ini udah putus kali.”

“enak kalo cuma bisu, tuh liat dia udah tuli kali.”

Kembali terdengar suara seseorang yang menghinanya, gadis itu mengggepal tangan kuat-kuat sampai buku-buku kukunya memutih, sungguh bukan hanya orang saja yang muak, ia juga muak mendengar semua celaan tentang dirinya yang hidup sebagai si Bisu. Tatapnya pada Jaka, lelaki itu memperhatikan sekitar. Kemudian menatap Bitha menahan kesal. “Gue gak tau kenapa Lo bisa di sini, tapi bisa gak gue minta tolong sama Lo sekali aja. Mendingan sekarang Lo pulang, gue bakal jelasin nanti.”

Gue-lo-pulang-nanti. Kata-kata itu selalu terlontar sampai membuat Bitha muak setengah mati, Bitha menatap Jaka dengan mata berkaca-kaca, melirik ke arah gadis yang mungkin namanya Karen ini dengan tajam. Bitha menunduk sebentar, kemudian menguyar surainya ke belakang tidak habis pikir. Sudut mata gadis itu berair, kemudian jatuh dengan cepat gadis itu usap.

Mengganguk, kemudian tersenyum pahit. Bitha melakukan hal sesuai perintah lelaki itu, berjalan meninggalkan. Bitha bodoh ya, kenapa tidak ia tampar saja keduanya kalau bisa di ludahin satu-satu, emang seharusnya penghianat pantas di injak. Hanya saja untuk sekarang  Bitha tidak mau kembali dirinya yang menjadi sasaran, sudah cukup ia di hina karena Bisu, tidak untuk melakukan kekerasan, bisa-bisa ia di maki dan di caci habis-habisan oleh orang yang membenci dirinya. padahal jelas dirinyalah yang menjadi pihak tersakit dan terhianati.

×××

“Ka, aku gak pernah ngelarang kamu mau Deket sama siapa aja, tapi tingkah kamu yang kayak tadi buat aku marah, kamu mau bilang itu temen kamu. Kalo dia cowok si aku percaya, ini cewek Ka, bukan satu atau dua kali aku liat cewek itu sama kamu Mulu. Kegatelan dia deketin kamu Mulu, aku ngertiin kalo memang dia temen kamu, asal kamu tau batasan, kamu pacar aku, aku punya perasaan sama kamu. tapi tingkah kamu yang kayak tadi buat aku kecewa banget, sampai aku mikir masih pantes gak aku berdiri di sini, mau banget nampar kamu biar kamu ngerasain sakitnya gimana. Tapi aku tahan, karena aku takut kamu bakal malu di perlakukan kek itu di depan umum oleh aku, hahaha. Gak, pasti aku yang malu, udah gak sempurna, Bisu lagi. Pernah mikir gak si Ka, hubungan kita makin hari makin hancur. Jangan jelasin dulu, aku mau sendiri. Sampai aku yang bodoh ini Nerima kehadiran kamu lagi, terus ngelupain masalah tadi kek yang dulu aku lakuin terus ngangep itu bukan masalah besar buat hubungan kita.” Bitha menghela nafas berat, menekan tombol kirim yang mendapatkan dua garis centang abu-abu pada pesan yang barusan saja ia kirim kepada sang pacar.

Ingin sekali ia melepas sosok Jaka, namun ia sangat mencintai lelaki itu, Bitha tidak mau melepas hubungan atas dasar kecemburuan dirinya sendiri. yang perlu ia lakukan hanyalah bersikap sebagaimana dulu, seperti tidak tahu apa-apa, dan kembali menerima kesalahan lelaki itu tanpa celah. Bodoh emang, Bitha tidak mau jika ia yang lebih dulu mengatakan putus. Karena Bitha tidak ingin menyesal di kemudian hari, biarkan lelaki itu yang memutuskan semuanya.

“Ta!”

Mata Bitha mengerjap pelan, menemukan presensi Rama yang sekarang menatap kesal dirinya. “Ngelamun lagi, kebiasaan.”

Bitha hanya tersenyum tidak sampai menyentuh sudut mata miliknya-----terlihat sekali di paksakan untuk tersenyum. Rama yang melihat itu hanya mendecak pelan. Kemudian menunjuk ke arah berberapa rekap nilai raport SMA Bitha. “Nilai Lo bagus semua ini, kenapa gak lanjut Kuliah aja?”

Bitha menggeleng. Kemudian menuliskan berberapa kata di Note Book yang sekarang harus selalu ada di gengaman gadis itu. “Gak suka belajar.”

“Lo nulis novel itu emangnya bukan belajar Maemunah? Sayang loh ini nilai bagus Lo gak di manfaatin.” kata Rama kemudian kembali membolak balik lembaran kertas milik Bitha, setelah kejadian berberapa jam lalu di Kampus, Rama memilih untuk menyusul Bitha dan mengajak gadis itu untuk mampir sebentar ke McD. Bitha hanya mengulir mata malas, kembali menulis sesuatu di kertas miliknya. “Ya itu juga berkat kehaluan gue yang meluber-luber, untung ni tangan gue sama halu gue bisa berguna buat nulis terus di jadiin novel, karya yang gue buat juga belum tau bagus apa ngak, lagi pula kalo mau lanjut kuliah gak ada dana. Gue bisu Ram, emang siapa yang mau Nerima orang yang bisu buat kerja, komunikasi aja susah harus nulis dulu biar orang ngerti.”

Rama terdiam sesaat setelah membaca kata per kata yang di sampaikan Bitha kepadanya, mengulum bibirnya ke dalam. Sesekali melihat ke arah Bitha yang nampak biasa saja membicarakan kekurangannya. “Emang Lo kecelakaan apaan dah bisa ilang gitu suara Lo, gak bisa terapi apa kek buat ngembaliin suara Lo, Lo ini pengen sembuh gak sih heran gue, kalo Lo gini terus ngeratapin diri Lo yang gak sempurna gak bakal maju idup Lo percaya deh.”

Bitha menghela nafas panjang, menatap Rama dongkol setengah mati, kemudian mengetik di ponselnya dengan cepat dan mengebu-gebu kemudian meletakan ponsel itu di atas meja terlampau kuat, sampai membuat Rama menatap Bitha heran. Kemudian lelaki itu membaca apa isi pesan yang gadis itu tulis untuknya. “Tau apa Lo tentang gue, Lo enak orang kaya lah gue miskin. Jelas dong gak sebanding, mau terapi aja gue mikir dulu duitnya dari mana.”

“Emang uang dari hasil jual novel Lo kemana?” kata Rama membuat Bitha menghela berat, benar-benar ya Rama ini orangnya tidak bisa berhenti bertanya dan mencari tau kalau sudah tertarik sama sesuatu, pikir lelaki itu Bitha senang gitu nyeritain kisah hidupnya yang hampir menyentuh kata hancur ini. Gadis itu kembali mengetik. Dan memberikan kepada Rama, mata Bitha berkaca-kaca, tidak sanggup menatap ke arah Rama yang sekarang juga ikut terdiam tidak bisa berkata apa-apa, setelah membaca kata per kata dari Bitha.

“Abis bayar rumah sakit kemarin, tabungan gue abis semua. Sama abis buat makan sehari-hari, jangan tanya keluarga gue. Lo tau, ini hasil dari kecelakaan gue yang mencoba bunuh diri sediri.”

Tidak tahu, kenapa Bitha bisa berbicara hal yang sangat sensitif  Yang selama ini ia pendam seorang diri, mengatakan lancar kepada Rama yang pada kenyataanya hanya orang baru, baru kenal tiga hari yang lalu di perpustakaan kota. lelaki yang memiliki senyum manis lensung pipi, berserta pemikiran yang kelewat sempurna. Orang yang pertama juga baginya untuk tahu tentang kesakitan dan ketakutannya yang bahkan mungkin hanya dia dan dirinya yang tahu, tentang hal yang membuat Bitha menjadi sosok hina seperti sekarang ini.

"Ta, mau janji sama gue?”

Bitha melirik ke arah Rama yang sekarang menatapnya penuh, lelaki itu memainkan jemarinya risau. Mengigit bibir bawahnya pelan, menatap ke arah Bitha dengan serius. “Gue bakal bantu buat suara Lo balik, gak instan. tapi mulai dari sekarang tutup telinga Lo, fokus sama tujuan Lo. Tidak perduli itu bakal satu atau berapa banyak tahun dan usaha yang Lo lakuin. Bisu bukan hambatan, gak segala pekerjaan menuntut Lo buat komunikasi secara langsung. Yang di butuhkan itu niat, kerja keras dan usaha. Gak perlu dengerin orang yang bilang Lo gak sempurna. Karena manusia itu gak pernah sempurna, yang sempurna itu Tuhan bukan manusia. Janji ya? Mulai detik ini kita bangun orang yang sekarang cela Lo nanti jadi balik buat muji Lo. Percaya Ta, tuhan itu adil dia gak tidur.”

Bitha terdiam, benar apa yang di katakan Rama kepadanya. Kenapa tidak dari dulu saja ia di pertemukan orang sehebat Rama, gadis itu tersenyum menatap Rama haru. Binggung kenapa lelaki ini bisa begitu sempurna di matanya.

Andai Jaka itu kamu Ram.

[ ]

A/n : hayo! Bapak rama sudah memasuki teritorial jakbi, bikin Bitha binggung pilih siapa nih bapak rama apa pacar brengsek Jaka.

Sama-sama ganteng ih jadi pusing pilih yang mana.

Bisu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang