Eight : Motivation

1.1K 50 4
                                    

Setelah kepulangan Dea, Zulfa segera membersihkan meja makan yang terdapat beberapa piring kotor. Ia menghela napas lelah, lagi-lagi Farel tidak memakan masakan buatannya. Apa salahnya mencoba makan makanan sederhana ini? Apa lidah Farel terlalu mahal untuk mencicipi masakannya?

Ah ia lupa, Farel Putra Brahmana. Seorang direktur besar, bisa di bilang CEO di perusahaan ayahnya sendiri. Laki-laki dengan pahatan wajah yang sempurna, namun sangat dingin. Kemewahan sudah melimpahi kehidupannya sedari kecil, bahkan saat masih di kandungan ia yakin ibu mertuanya mengidam sesuatu yang mahal.

"Nyonya, biar bibi saja."

Ah, Zulfa lupa disini ada beberapa maid. Salah satunya Bi Ijah yang sudah mengabdi lama di rumah ini. Tentu saja ia tahu tentang bagaimana hancurnya pernikahan tuan dan nyonya rumahnya. Tapi dia memilih bungkam atas permintaan Zulfa, gadis itu tidak ingin membuat keluarganya khawatir tentang keadaan ini. Cukup dirinya, Farel, dan beberapa maid yang sudah cukup umur saja.

Zulfa menatap lembut Bi ijah yang sudah mengambil alih piring di tangannya. "Aku bantuin aja ya bi?"

"Tidak perlu atuh non, ini memang sudah menjadi pekerjaan bibi. Nyonya duduk manis aja ya, nanti bibi buatkan teh hangat." Ucap Bi Ijah dengan sorot mata yang menunjukkan keyakinan bahwa dirinya tidak memerlukan bantuan. Tentunya ini adalah cara penolakan yang paling lembut.

Zulfa mengangguk. "Gulanya jangan terlalu banyak ya, bi."

"Takut diabetes ya?"

"Tidak, aku soalnya sudah manis, bi." Ucap Zulfa sambil terkekeh menampilkan deretan gigi putihnya yang rapih, membuat Bi Ijah yang sedang merapihkan tatanan gelas bersih di meja ikut tertawa.

"Nyonya memang cantik, bibi ngerasa kecil banget kalau di bandingin sama nyonya. Berasa dosa bibi itu banyak banget karena sudah setua ini tapi belum hijrah."

Zulfa menggeleng lalu mengusap perlahan lengan Bi Ijah yang terbalut daster. "Bi, Hijrah dalam konteks Islam berarti meninggalkan apa yang dibenci menuju apa yang dicintai-Nya. Hijrah itu berat loh Bi, jangan jadikan ini sebagai alasan untuk menghakimi orang lain, terlebih mengharamkan dan mengkafirkan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang di pahami."

Bi Ijat berdecak kagum. "Apa ada orang yang menentang ketika Nyonya berhijrah? Atau bahkan ada yang mencela karena tidak suka?" Ucapnya semakin penasaran. Pasalnya, jarang sekali gadis-gadis yang berpakaian gamis setiap harinya, berjilbab panjang, juga mengenakan ciput dan manset tangan. Subhanallah sekali.

"Believe me, it happens to me. Tapi kan pendapat orang memang berbeda-beda, Bi. Aku juga tidak bisa melarang mereka untuk tidak menyukai aku. Setiap orang mempunyai sisi pandang yang berbeda. Dan aku berusaha menjadikan itu semua sebagai motivasi buat aku."

Seandainya Farel tahu bagaimana suci-nya seorang Zulfa, mungkin laki-laki itu tidak akan berani menyakitinya. Seharusnya Farel bersyukur mendapati seorang istri yang sangat paham dengan agama, namun sayangnya kehadiran Rani sudah membutakan segalanya.

"Kalau Tuan mencintai Nyonya, pasti semuanya akan terasa sempurna." Ucap Bi Ijah sambil tersenyum tulus. Ia yakin suatu saat nanti, keajaiban itu benar adanya.

Zulfa tersenyum pahit mendengar ucapan Bi Ijat, untuk menatap dirinya saat tertidur saja Farel enggan. "Mustahil bi, udah ya aku mau menonton televisi dulu. Aku tunggu teh buatan bibi." Ucapnya sambil melenggang meninggalkan Bi Ijah.

Sejujurnya, Bi Ijah sangat kasihan dengan Zulfa. Sifat dan sikap Farel benar-benar sangat melenceng jauh dari kategori seorang suami.

Jika memang tidak bisa mencintai, setidaknya jangan menyakiti. Jika tidak suka, pendam saja, jangan perlakukan orang itu seperti angin lalu.

"Tuhan punya rencana yang lebih besar, Nyonya. Semua butuh waktu."

...

Lagi mau up terus nih

Mau cepet-cepet namatin hihi

Happy reading guys ❤️

Jangan lupa baca cerita aku yang lainnya ya, terimakasihhh🤗

Enjoy

🥰❤️

Forced Marriage [TERSEDIA DI WEBNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang