Twenty Five : Difficult Choice

1.4K 53 14
                                    

Banyak orang yang bilang hidup itu tidak perlu dipikirkan, jalani saja dengan lapang dada dan lewati segala rintangannya dengan rasa kesabaran yang melimpah. Namun sekarang, sepertinya pernyataan ini salah.

Hidup Zulfa terlalu banyak cobaan yang terus menerus menghujam pikiran dan juga hatinya. Sebuah ketenangan satu-satunya yang ia miliki hanya beribadah kepada Tuhan.

Zulfa menghela napas lelah sambil menyesap sedikit teh manis hangat yang dibuatkan Bi Ijah untuk dirinya. Kali ini ia tengah berada di balkon, duduk di salah satu kursi kayu yang memang sengaja di sediakan disana.

Bahkan malam ini terasa sangat kelabu mengingat Farel yang belum juga pulang dari kejadian tadi. Entahlah, apa ia harus mengalah? Mengalah bukan berarti kalah, kan?

Namun untuk kasih sayang Farel yang terbelah dua, ia tidak siap. Hei?! Tapi bukannya memang ia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari seorang Farel?

Mengecewakan.

Apa yang ia harus lakukan? Ini menjadi hal yang terus saja berputar di pikirannya. Untuk poligami, harus mempunyai alasan yang jelas.

Apa ia harus berbohong?

Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Masuk ke dalam kategori apa dirinya?

Zulfa memijat pelipisnya yang berdenyut, ia memejamkan matanya merasakan pening yang luar biasa. Air matanya bahkan tidak mampu untuk mendeskripsikan bagaimana hancurnya ia saat ini. Ia hanya ingin kehidupan yang normal dengan seorang suami yang sangat penyayang. Itu saja, apa tidak diperbolehkan?

"Maaf saya baru pulang."

Zulfa tersenyum kecut tanpa melihat kearah seorang laki-laki yang kini sudah memakai baju casual, ah mungkin dia telah berganti pakaian di rumah gadis yang paling dicintainya.

Sesak sekali rasanya.

Ia menghela napas lelah, lalu kembali menyesap minuman hangatnya. Udara malam ini tidak cukup membuat dirinya goyah, ia masih bertahan di peluk oleh hawa dingin.

"Kamu kenapa, Fa?"

Zulfa berdecih. Masih bertanya kenapa? Sepertinya kepala Farel habis dihantam oleh batu yang sangat besar.

"Mas amnesia? Atau berpura-pura seakan hal ini bukan masalah besar?" Ucap Zulfa sambil menoleh ke arah Farel dengan tatapan yang sangat datar. Sudah hilang rasa simpatinya untuk laki-laki itu.

Jika dirinya tidak dihargai, ia tidak perlu memohon lebih jauh untuk meminta haknya sebagai seorang istri. Karena setahu dirinya, cinta yang suci tidak pantas untuk dimiliki seseorang yang bahkan menolak keras kehadirannya.

Farel duduk tepat di samping tubuh Zulfa. Ia menyandarkan tubuhnya sambil melihat ke arah langit malam. "Saya hanya tidak ingin menyakiti hati kamu."

"Apa dengan berpoligami kamu pikir tidak akan menyakiti hati aku, Mas?" Ucap Zulfa dengan nada seraknya. Rasa sesak sudah mulai menguasai hatinya.

Apa ia masih pantas untuk mempertahankan pernikahan ini?

Terlihat Farel yang masih merasa tenang, seakan-akan ya tadi, hal ini bukan masalah yang besar. Memang laki-laki yang bebal.

"Saya hanya, ingin-- saya tidak tau harus bagaimana lagi, Fa. Saya sangat mencintai Rani dan di satu posisi saya harus menjaga kamu sebagai seorang istri."

Forced Marriage [TERSEDIA DI WEBNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang