Twelve : Impolite

1.1K 43 10
                                    

Mulmed : just an illustration

//

"Baju kamu kenapa, Fa? Kok ada putih-putihnya?" Tanya Dea heran ketika melihat gamis bewarna biru muda milik Zulfa seperti terkena noda.

Zulfa hanya mengangkat bahunya acuh. "Udah pilih bajunya?"

Dea menggeleng kuat, ia tau betul pasti Zulfa ingin cepat-cepat pulang. Ia tidak akan melewatkan kesempatan ini, berbelanja dengan Nyonya Brahmana. Ya walau dirinya bayar dengan uang sendiri, pasti ia menjadi pusat perhatian. Memang jiwa percaya dirinya yang tinggi tidak pernah pudar. "Enggak, belum, enak aja."

"Apalagi yang belum sih?" Ucap Zulfa dengan kesal. Ia melirik dua pasang baju yang berada di masing-masing tangan Dea. Ia bisa menebak, pasti sahabatnya ini tengah bingung ingin memilih baju yang mana. Di tangan kanannya ada dress bewarna navy dan di tangan kirinya terdapat sweater rajut bewarna coklat muda.

"Aku bingung, Fa."

Selalu saja seperti itu. Dulu sewaktu zaman mereka SMA, Dea pernah membeli sandal jepit di pasar malam dengan motif yang berbeda. Padahal jika diliat fungsi dari sendal jepit itu sendiri sama saja, hanya beda motif yang mempercantik penampilan. Namun kalian tahu? Gadis itu menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk memilih sandal mana yang harus ia beli. Menyebalkan sekali.

Zulfa menatap kartu kredit yang tadi di berikan oleh Farel sebelum ia berjalan pergi ke pusat perbelanjaan. Kata suaminya, ia boleh membeli apapun yang ia suka. "Emangnya kamu mau yang mana?"

Dea mengangkat sweater rajut yang berada di tangan kirinya tinggi.

"Yaudah aku bayarin dress kamu."

Berkat ucapan Zulfa, Dea langsung memekik hebat mengundang banyak tatapan bingung dari orang-orang. Gadis itu sudah menari mengayunkan kaki kanan dan kaki kirinya secara bergantian. Sangat kekanak-kanakan sekali...

"Tumben, kesambet apaan kamu, Fa?"

"Dibayarin malah soudzon terus kerjaannya, mending tidak jadi."

Sebelum Zulfa merajuk, Dea sudah terlebih dahulu mengiyakan ucapan sahabatnya. Jarang-jarang Zulfa membayarkan sesuatu yang ingin dibeli olehnya. Karena sebelumnya mereka sama-sama dari keluarga yang kurang mampu, membeli cireng lima ribu saja harus patungan.

Setelah selesai membayar, Dean memeluk tubuh Zulfa dengan sayang. Sahabatan dari mereka masih berada di taman kanak-kanak sampai sekarang, membuat mereka terlihat seperti adik kakak dengan Zulfa yang berperan sebagai kakak.

"Jangan berlebihan, Dea. Malu dilihat banyak orang."

Dea menekuk senyumnya. "Kan aku senang."

"Tidak seperti itu juga, Dea."

Zulfa membuka ponselnya. Ia membelalakkan matanya kala melihat notifikasi dari Farel.

Mas Farel
Hai, aku Rani nih. Farel lagi di rumah aku. Eh? Ups, gak nanya ya?

Senyumnya luntur seketika. Sabar Zulfa, semua ada jalannya.

Zulfa
Pastikan ia pulang dalam sepuluh menit lagi, saya akan segera pulang

Mas Farel
Kalau aku tidak menginginkannya, bagaimana?

Zulfa
Kamu perusak rumah tangga seseorang

Mas Farel
Oh ya? Bukannya kamu yang merebut Farel dari genggaman aku?

Kalau kalian di posisi Rani, kira-kira akan melakukan hal yang sama atau bagaimana?

Zulfa menahan sesak di dadanya. Kenyataan ini memang membunuh batinnya secara perlahan. Ia menoleh ke arah Dea untuk memastikan gadis itu tidak menyadari kesedihannya. Aman, Dea masih sibuk meneliti beberapa baju branded yang mampu ia beli dalam gajinya selama satu tahun.

Zulfa
Ini takdir, Rani

Mas Farel
Gadis seperti kamu hanya bisa mengandalkan takdir ya ternyata. Kalau besok Farel menjadi takdirku, bagaimana?

Zulfa
Tuhan sangat adil dalam membagi setiap kebahagiaan hamba-Nya.

Mas Farel
Jangan sok suci, mentang-mentang penampilan kamu jauh lebih tertutup daripada aku.

Zulfa
Maksud kamu?

Mas Farel
Jilbab yang kamu kenakan beserta pakaian itu pasti hanya untuk menutupi kebusukanmu.

"Astagfirullah.." lirih Zulfa membaca pesan yang dikirimkan Rani.

Zulfa
Jaga ucapan kamu. Kamu sangat tidak sopan, Mas Farel pasti akan menyebut dirimu sebagai sebuah kesalahan.

Mas Farel
Oh ya? Bukannya kalimat 'Farel pasti akan menyebut dirimu sebagai sebuah kesalahan' jauh lebih pantas jika dilontarkan untukmu?

Read.

Zulfa mematikan data ponselnya. Sudah cukup, Rani benar-benar menguras kesabarannya. Ia berkali-kali mengambil napas panjang dan membuangnya secara pelan, ia berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Dea, pulang yuk." Ucap Zulfa dengan sebuah senyuman palsu. Tidak boleh menangis di tempat umum, terlebih lagi di hadapan Dea. Bisa-bisa gadis itu menghujam dirinya dengan seribu pertanyaan.

Dea yang sedang membelalakkan matanya melihat label harga pun langsung menoleh dan mengangguk. Ia menghampiri Zulfa.

"Fa, baju yang tadi bagus."

"Tidak perlu kode."

"Jadi, mau beliin aku baju itu?"

"Ini kartu kredit Mas Farel, kalau mau minta sana sama dia."

"Kamu ngasih lampu hijau ke aku buat deketin Mas Farel?"

"Mau aku gantung di ujung monas?"

Galak mode on.

...

Maaf baru bisa update, aku lagi kumpulin inspirasi buat kedepannya biar cerita ini gak stuck.

Oke deh

Gamau banyak ngetik akunya

Happy reading guys ❤️

Enjoy

🤪❤️

Forced Marriage [TERSEDIA DI WEBNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang