Twenty Four : Painful Thing

1.1K 45 13
                                    

Ngetiknya gregetan

Fix kalian gaboleh ikut kesel karena dari awal cerita aku udah bilang;

⚠️ prepare your hearts
I'm not responsible for what u feel later.

Enjoy!

//

Mas Farel
Saya tunggu kamu di rumah

Mata Zulfa berbinar seketika setelah membaca pesan yang diluncurkan Farel untuk dirinya. Baru kali ini laki-laki itu mengirimi pesan untuk dirinya selama menjalin rumah tangga. Sangat di sayangkan. Bagaimana kondisi kinerja jantung Zulfa saat ini? Tidak perlu ditanyakan lagi.

Dea menatap Zulfa dengan satu alis yang terangkat. Ia benar-benar heran dengan tingkah sahabatnya yang menjadi lebih ceria dari biasanya. "Kenapa kamu? Kesambet setan? Tiba-tiba jadi kaya gitu."

Zulfa segera menyambar kunci mobil miliknya yang tergeletak di atas nakas. "Aku pulang dulu ya, assalamualaikum."

Ia segera beranjak pergi meninggalkan Dea yang bahkan belum sempat membalas salamnya. Ia terlalu bersemangat sampai lupa jika semua box coklat yang di berikan Kevin masih ada disana. Ah biarlah, yang paling penting saat ini adalah Farel.

Zulfa mengetik balasan untuk Farel setelah dirinya berhasil duduk di kursi pengemudi dan sudah memasang seatbelt.

Zulfa
Iya mas, tunggu sebentar aku habis dari rumah Dea dan sedang perjalanan pulang.

Read

Kesenangan Zulfa bertambah meningkat melihat Farel yang langsung membaca pesannya. Kebahagiaan dirinya ternyata sesederhana ini. Mendapat notifikasi dari seseorang yang ia sayang saja sudah lebih dari cukup. Ia tidak meminta apapun lagi.

Setelah itu, ia mulai memacu kecepatan mobilnya di batas standar, meninggalkan pekarangan rumah Dea yang memang tidak bisa terbilang mewah. Hanya rumah sederhana, namun sangat nyaman.

Dada Zulfa bergemuruh. Ia benar-benar sedang menerka apa yang akan Farel katakan pada dirinya. Apa laki-laki itu akan memberikan sebuket bunga mawar cantik untuk dirinya? Oh, atau mungkin Farel ingin mengajak dirinya honeymoon? Ah dirinya sangat tidak sabar!

Jarak dari rumah Dea kerumahnya hanya memakan waktu 10 menit dengan kondisi jalan raya yang tidak macet. Mata Zulfa kian berbinar kala pekarangan rumahnya sudah terlihat di depan mata.

Ia segera membunyikan klakson, memberikan tanda pada salah satu satpam rumahnya untuk membukakan pintu gerbang.

Zulfa menurunkan kaca mobilnya, lalu memberikan senyum manis untuk satpam yang telah membantu dirinya. "Terimakasih ya pak." Ucapnya sambil mulai kembali melajukan mobilnya.

Ia segera memasuki pekarangan rumah, namun sorot matanya berubah menjadi heran saat melihat mobil seseorang yang bahkan tidak ia kenali. Apa dirinya harus was-was dan mengubur dalam-dalam perasaan senangnya? Seperti iya.

Lagi-lagi, kebahagiaannya tidak pernah bertahan lama. Setidak adil itu ya takdir terhadap dirinya? Tapi yah, ia harus menjalani nya dengan lapang dada.

Dengan seluruh kemampuan, Zulfa memarkirkan asal mobilnya, ah mobil Farel lebih tepatnya. Setelah itu, ia segera masuk ke dalam rumah secara perlahan.

"Nanti biar aku saja yang jelaskan pada Zulfa, sayang."

Terdengar suara lembut seorang gadis yang tanpa perlu berpikir lagi Zulfa sudah bisa menebak siapa pemiliknya. Dia adalah Rani Cantika Andrawan.

Zulfa berdehem, membuat kedua orang yang sedang berpelukan mesra langsung berdiri tegak dan menoleh ke arahnya.

"Apa yang ingin dijelaskan?" Tanya Zulfa to the point, menatap ke arah Rani dengan tatapan dinginnya. Ia tidak takut, ia hanya menahan dirinya agar tidak kelepasan untuk menarik rambut gadis itu yang sudah berubah warna menjadi warna coklat.

Rani menyelipkan anakan rambut ke belakang telinganya. "Aku--"

"Saya ingin kamu merestui Rani sebagai istri kedua saya. Dan kamu menerima hal ini dengan senang hati, dan saya tidak menerima penolakan." Farel memotong ucapan Rani.

Tubuh Zulfa membeku, pandangannya mulai berkabut pertanda sebentar lagi ia akan menangis dengan sesak di dadanya.

"Apa maksud mas?"

Rani berjalan maju mendekati tubuh Zulfa. Lalu ia menatap gadis itu dari atas kepala sampai ujung kaki dengan tatapan yang sangat meremehkan. "Sudah jelas jawabannya karena kamu masih jauh di bawah aku. Aku masih lebih menarik daripada kamu."

Zulfa menahan tangannya supaya tidak menampar pipi Rani dengan sadis.

"Setau saya, sesuatu yang menarik itu banyak peminatnya. Dan saya juga berpikiran hal yang sama pada kamu. Banyak peminat sama dengan laku, laku sama dengan banyak yang pakai."

Savage.

Baru kali ini Zulfa berbicara tidak sopan dengan orang lain. Tapi c'mon, jika kalian berada di posisi Zulfa, apa kalian masih sanggup mengatakan apa yang kalian rasakan dengan sebegitu tenangnya? Ah, bahkan jiwa toxic kalian sudah meronta-ronta.

Rani bersiap menampar pipi mulus Zulfa, sebelum tindakannya kalah jauh lebih cepat daripada Farel.

Plak

Tubuh Zulfa terhuyung, pipinya terasa sangat panas. Farel menampar dirinya.

"Jaga ucapan kamu ya, Fa!"

Zulfa tersenyum pahit, tanpa melepaskan tumpuan tangannya pada bekas tamparan yang Farel ciptakan. "Kamu hebat mas, kamu bisa bela Rani tapi gak bisa bela aku sebagai istri kamu. Aku kurang apa mas? Kurang cantik? Nanti aku perawatan untuk mas. Tubuh aku gak sebagus Rani? Nanti aku gym setiap dua minggu sekali untuk mas. Masakan aku itu kampungan? Nanti aku belajar untuk mas. Aku selalu berusaha jadi yang sempurna, tapi mas malah seolah-olah mengatakan kalau aku tidak akan pernah pantas berada di posisi yang satu kasta sama kamu."

"Itu nyadar." Gumam Rani.

Farel mengangkat bahunya acuh. "Saya tidak meminta kamu untuk berdrama sampai menangis seperti itu, tidak mempan untuk saya. Yang perlu kamu tau, kamu harus merestui saya menikah lagi dengan Rani. Bilang pada kedua orang tua kita kalau kamu siap untuk di poligami, dan entah apapun alasannya itu saya serahkan sama kamu. Jika kamu tidak nurut, saya akan menggugat cerai kamu, saat ini juga." Ucap Farel sambil menggenggam erat tangan Rani, membawa dirinya dan juga gadisnya pergi menjauh dari hadapan Zulfa.

Ancaman.

Selalu itu yang bisa diandalkan oleh Farel. Membuat dirinya selalu lemah dan tidak memiliki pilihan lain.

Poligami?

Poligami adalah perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri dalam waktu yang bersamaan. Yang pasti hukum Islam tidak melarang poligami secara mutlak (haram) dan juga tidak menganjurkan secara mutlak (wajib).

Salah satu hukumnya adalah adanya pesetujuan istri. Jadi jelas bahwa bila suami ingin menikah lagi ia wajib mendapat izin terlebih dahulu dari istri pertama atau istri-istri yang terdahulu. Bila tidak mendapat izin, maka secara hukum pernikahan tersebut adalah cacat hukum sehingga batal demi hukum.

Saat ini, Zulfa tidak tau ingin berbuat apa.

...

Next chapter!

Gausah emosi bacanya, kalem aja

Bawa enjoy sambil makan kripik kentang rasa rumput laut yang ada di minimarket.

Rani baik kok, tapi....

Ya semua orang baik pasti ada tapinya. Gak mungkin orang sesempurna itu kan?

Oke deh, happy reading!

Enjoy

❤️😍

Forced Marriage [TERSEDIA DI WEBNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang