🔥Kesempatan

21 4 0
                                    

Oliv menarik paksa tangan Gusti agar menjauh dari bapak bertubuh jangkung itu, sepertinya Oliv tersinggung dengan perkataan lelaki tua tadi yang dengan sengaja mengatainya bulat.

"Kenapa malah kesini katanya tadi mau nungguin bapak itu," Gusti tidak mengerti dengan sikap temannya.

"Masak aku di katain bulat," kata Oliv saat sudah berada jauh dari penjual aksesoris itu. Gusti telah salah karena menganggap Oliv tidak dengar, karena nyatanya Oliv tersinggung.

"Kalau bapak itu bilang kamu kurus kan fitnah."

"Ya tapi nggak harus bilang bulatkan, emangnya aku tahu di bilang bulat."

Gusti menghela napasnya, "ya udahlah terserah kamu" ujarnya ia lalu melangkah ke arah wahana bianglala.

"Gusti tunggu... ish dari tadi aku di tinggalin terus," Oliv menghampiri sahabatnya yang saat itu tengah mendongak menatap wahana di depannya.

"Kamu mau naik itu?"

"Iya, yuk" ajak Gusti lalu mendekati penjual tiket.

"Aku nggak mau."

"Tenang aja nggak akan patah kok besinya kuat" sindir Gusti seraya mengulurkan selembar uang sepuluh ribu pada penjaga tiket.

"Tapi takut," nampaknya Oliv masih trauma gara-gara wahana perahu itu.

"Ya udah terserah yang penting aku mau naik," Gusti lalu berjalan menuju antrian.

"Gusti aku tungguin kamu di sana ya!" Oliv berteriak sambil menunjuk warung bakso yang tidak jauh dari tempat itu, Gusti menoleh lalu mengangguk setuju.

"Langsung masuk aja, Dek" titah penjaga wahana ketika melihat kedatangan Gusti.

"Boleh," Gusti sembari memberikan tiketnya pada lelaki itu.

"Berdua nggak papa ya?"

"berdua sama siapa om?"

Penjaga wahana itu membuka pintu salah satu kurungan yang di dalamnya sudah ada seorang lelaki. "Mau nggak, kalau nggak mau adek nunggu antrian aja tapi lama," lelaki berwajah sangar itu tampak memberi pilihan.

"Ya udahlah om nggak papa," Gusti ahirnya pasrah lalu masuk ke dalam kurungan yang tampak seperti kandang burung. Gusti tak enak hati jika nanti Oliv terlalu lama menunggunya.

Selang beberapa menit kemudian wahana bianglala mulai berputar, Gusti menatap ke arah luar sambil menikmati semilir angin malam yang menerpa wajahnya. Kali ini ia tidak takut karena wahana itu tidak terlalu menguji adrenalin seperti kora-kora yang membuatnya masih bisa bersikap tenang. Gusti terpaku menatap sekelilingnya, malam itu kotanya tampak terlihat cantik apalagi jika di lihat dari ketinggian.

Ketenangan yang ia dapatkan saat ini sedikit dapat menepis kegalauan di hatinya. Sedangkan di sisi lain lelaki yang ada dihadapan Gusti diam-diam tengah memperhatikannya, dari yang terlihat gadis di depannya tampak memiliki beban hidup yang berat.

Drrrt... drrrt....
Gusti terperanjat saat mendengar dering ponsel, ia lalu meraih benda pipih itu dari saku sweaternya.

"Halo assalamu'alaikum," sapa Gusti pada sang penelpon yang tak lain adalah Farah.

"Walaikumsalam," jawab suara dari seberang sana.

"Ada apa kak?"

"Tina kamu lagi dimana kok berisik banget?" Farah sepertinya terganggu dengan suara di sekeliling adiknya.

"Tina lagi di pasar malam kak, berisik banget ya?"

"Oh pantesan rame banget, sama siapa?"

"Sama temen-temen."

CINTA TANPA ABA-ABA (End✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang