SETELAH kurang lebih setengah jam mengantri Gusti akhirnya selesai di rias, balutan hijab berwarna hitam yang ia kenakan tampak mempercantik wajahnya. Gusti bangkit dari kursi lalu menghampiri Tiwi yang sudah menunggunya.
"Cantiknya tuan putri!" puji Tiwi.
"Kok jadi ketularan Firman?" ucap Gusti, kemudian keduanya tertawa.
Tak lama kemudian Chintya datang bersama Aris, dan ia tidak datang dengan tangan kosong melainkan membawa kardus.
"Jangan ada yang berfoto sebelum bendera di kibarkan!" ucap Aris "kumpulkan HP!" perintahnya.
Chintya lalu berkeliling menghampiri orang-orang yang ada di sana dan tanpa bantahan sedikitpun mereka langsung menurut mengumpulkan ponselnya.
Ketika Chintya berdiri tepat di hadapan Gusti dan Tiwi mereka lalu meraih ponselnya dalam saku dan meletakkan ponsel itu di kardus tapi belum sempat Chintya bergeming ponsel Gusti berdering.
Gusti sekilas membaca nama yang tertera di layar, panggilan itu dari Farah.
"Farah siapa?" tanya Chintya penuh selidik.
"Saudara saya," jawab Gusti jujur.
"Angkat tapi jangan lama-lama, saya tunggu," kata wanita berambut pendek itu.
Gusti mengangguk lalu meraih ponselnya kemudian menggeser layar berwarna hijau.
"Tina...." panggil suara itu dengan nada serak.
"Kenapa Kak?" tanya Gusti heran, tidak biasanya kakaknya menelponnya tanpa sapaan assalammualaikum, dan anehnya lagi Farah seperti sedang menangis.
"Bapak udah pulang," Farah seraya menangis terahan.
"Pulang kemana, maksudnya?"
"Bapak pulang Tina."
"Ya, pulang kemana kak?" Gusti tidak mau asal mengambil kesimpulan ia harus mendengarkan baik baik perkataan kakaknya.
Hiks... hiks... hiks...
Farah malah menangis yang membuat kebingungan Gusti menjadi jadi."Kak bapak pulang kemana!"
"Bapak sudah meninggal," ucap Farah.
"Apa!" Gusti langsung lemas mendengar itu.
"Ada apa?" Chintya penasaran.
"Sehabis di operasi bapak nggak bangun lagi, kata dokter bapak sudah nggak ada," lanjut Farah di sela isak tangisnya.
Genggaman ponsel di tangan Gusti memudar begitu saja, napasnya kemudian memburu angan-angannya melayang entah kemana. Ia ingin menangis tapi air mata bahkan tidak bisa mewakili perasaannya.
"Gusti ada apa?" tanya Tiwi, namun tatapan Gusti seakan kosong dan tak lama kemudian.
Brukk...
Gusti tak sadarkan diri, untungnya di sana ada Aris dan saat itu Aris langsung membopong tubuh lemasnya di atas sofa."Panggil petugas kesehatan!" perintah Aris pada orang-orang yang berdiri di sekelilingnya, "Cepat!" dan seketika itu mereka bubar untuk mencari petugas kesehatan.
Sedangkan saat itu Chintya tampak mengambil ponsel yang tergeletak di lantai, ternyata panggilannya masih terhubung, karena penasaran Chintya akhirnya menanyakan apa yang terjadi pada Farah.
Bukan hanya Gusti yang syok, ternyata setelah Chintya berbicara dengan Farah raut wajahnya pun berubah lemas.
"Ada apa sebenarnya?" Aris ingin tau.
"Ayahnya meninggal," dan kalimat itu seketika membuat semua orang yang ada di sana tercengang.
"Inalilahi wainnailaihi roji'un..."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TANPA ABA-ABA (End✔)
Fiksi RemajaDanton tengil yang kebiasaannya selalu marah-marah dilapangan itu nyatanya berbeda jika di belakang Gusti. Diam-diam cowok galak bernama Alan menyimpan perasaan padanya. Namun sikap Alan yang berubah-ubah membuat Gusti tidak tau disisi mana Alan yan...