Tiwi menyandarkan tubuhnya di sofa dengan sorot mata yang menatap lekat layar televisi, beberapa kali ia mondar-mandir dari kamar lalu ke ruang tamu tapi ia tidak menemukan apa yang membuatnya gelisah, ia seperti sedang berharap seseorang menemuinya tapi ia tau orang itu tidak mungkin datang.
Setelah menyelesaikan ibadah solat isya Gusti menghampiri Tiwi dan teman-temannya yang saat itu tengah berkumpul di ruang tengah.
"Kamu kenapa, Wi?" tanya Gusti saat melihat bibir temannya monyong beberapa centi.
Tiwi menggeleng lalu meraih ponselnya, "nggak papa."
"Jawabannya cewek banget?" sindir Gusti lalu turut bersandar di sofa.
Tak lama kemudian mereka mendengar suara mobil yang berhenti di halaman rumah, "Gusti itu pasti kak Alan, lihat yuk?"
Hari ini Alan dan teman-temannya juga tidak pulang kerumah mereka bermalam di rumah saudara Firman.
"Nanti juga mereka masuk," jawab Gusti malas.
"Ish Gusti nggak papa kali di samperin, lagian Kak Alan datang kesini pasti buat ketemu kamu!"
Mereka yang semula sibuk sendiri pada ponselnya langsung menoleh.
"Tiwi apaan sih," bisik Gusti tak suka.
"Bener tuh apa kata Tiwi!" kata salah satu dari mereka.
"Kan benerkan, udah ayuk samperin," Tiwi bangkit lalu menarik lengan Gusti, dan akhirnya terpaksa Gusti menurut.
"Tuh kan bener mobilnya kak Alan," ucap Tiwi setelah melihat Firman turun dari mobil honda jazz warna putih.
"Ayo masuk, Kak!"
Firman melangkah mendekati Gusti yang saat itu masih mematung di ambang pintu, "selamat malam bidadari tak bersayap," sapa Firman di iringi senyuman di bibirnya yang mematikan.
Gusti dan Tiwi hanya tertawa mendengar itu, "emang susah ya kalau punya kepercayaan diri di atas rata-rata" kata Tiwi.
"Bodo amat" balas Firman.
"Ekhem...!" suara itu membuat ketiganya menoleh. "Bawa tuh," perintah Alan pada Firman seraya menunjuk kearah kursi penumpang.
"Emang apaan Fir?" tanya Gusti.
"Gitar," Firman lalu memutar arah dan mengambil gitar dalam mobil. "Bilang aja kalau aku nggak boleh deketin Gusti pake nyuruh-nyuruh segala," gerutu Firman tidak iklas.
"Udah tau pake nanya," bisik Alan tapi masih bisa di dengar jelas oleh Gusti.
Tiwi lalu mentoel lengan Gusti, "tuh lihat kak Alan cemburu."
"Dia becanda lagi" bantah Gusti tak ambil pusing.
"Ish nggak percayaan banget sih."
Alan dan Firman lalu duduk di kursi teras, "kenapa nggak ke dalam aja, Kak?" kata Tiwi.
"Nggak papa, Wi di sini aja," ucap Alan.
"Gimana kalau kita jalan aja, nonton gitu, apa karokean, atau makan di luar gimana?" Sebenarnya Tiwi sedang berusaha menepis kekosongan di hatinya, "mumpung kita lagi disini kalau kita di rumah kan jauh mau keluar, ya nggak?"
"Bener juga tuh" Firman langsung menyahut.
"Gusti mau kan jalan-jalan?" menurut Tiwi Gusti adalah tiketnya untuk bersenang-senang malam ini.
Belum sempat Gusti menjawab Alan sudah bersuara, "ogah, lagian aku kesini bukan mau ngajak kalian jalan tapi buat mantau biar kalian istrahat tepat waktu. Ingat besok masih ada seleksi dan aku nggak mau kalau besok pagi ada yang telat, ngerti!"
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TANPA ABA-ABA (End✔)
Fiksi RemajaDanton tengil yang kebiasaannya selalu marah-marah dilapangan itu nyatanya berbeda jika di belakang Gusti. Diam-diam cowok galak bernama Alan menyimpan perasaan padanya. Namun sikap Alan yang berubah-ubah membuat Gusti tidak tau disisi mana Alan yan...