SEMAKIN hari Gusti semakin terbiasa dengan segala macam aktifitas latihan yang ia jalani, mulai dari pagi ketika ia harus bangun subuh, berangkat kelapangan dengan berjalan kaki, latihan keras dengan waktu istirahat yang terbatas hingga tidur sampai larut malam. Lelah sudah pasti dan bukan hanya di rasakan oleh Gusti tapi juga semua teman-temannya.
Setelah selesai mendengarkan pengarahan, malam itu Charles langsung mempersilahkan para murid muridnya untuk istirahat, karena waktu sudah menunjukkan pukul 22.00.
Gusti dan teman-temannya kemudian memasuki kamar masing-masing.
Satu kamar saat itu berisi Empat orang, dan beruntungnya Gusti tidak terpisah dengan tiwi sedangakan dua orang lainnya berasal dari SMA PGRI, sasa dan putri namanya. Dalam kamar itu terdapat Dua kasur berukuran medium hanya nakas kecil yang menjadi pemisah, Gusti saat itu tidur dengan Tiwi sedangkan sasa bersama putri.
Tiwi beberapa kali melirik kearah temannya yang tampak memperbaiki posisi tidur, setelah Gusti mantap berbaring di sampingnya Tiwi kemudian berkata.
"Hubungan kamu sama Kak Alan gimana?"
Gusti yang semula menatap langit-langit kamar langsung menoleh.
"Aku nggak ada hubungan apa-apa sama Kak Alan."
"Serius nggak ada hubungan apa-apa, kalau ada juga nggak papa lagi ceritain aja, aku kan biasanya kalau ada apa-apa selalu aku ceritain ke kamu," rayu Tiwi.
"Tapi kali ini emang nggak ada Tiwi," Gusti meyakinkan.
"Beneran?"
Gusti mengangguk, "nggak bohong, 'kan?" Tiwi belum yakin.
"Iya serius, emang kenapa?" Gusti memiringkan tubuhnya dan menatap temannya.
"Ternyata selama ini Kak Alan udah punya pacar."
Darr! Gusti serasa di sambar petir saat itu, detak jantungnya langsung memburu seakan tidak menerima kenyataan itu.
"Oh ya? Ya biarin aja, emang kenapa?" Jawabnya gugup.
Tiwi melihat temannya seperti itu menjadi tidak tega, ia tau ada luka yang di sembunyikan Gusti di setiap sorot matanya.
"Kamu suka Kak Alan?"
"Tiwi apaan sih," Gusti memutar arah menghadap tembok membelakangi Tiwi, air matanya langsung menetes. Gusti juga tampak meremas seprai saat itu, ia menyesal telah membuka hatinya untuk Alan.
"Sayangnya Kak Alan malah punya pacar, maaf kalau aku sering ngeledekin kamu sama dia, aku pikir dulu dia juga suka sama kamu." Gusti dapat merasakan Tiwi yang sepertinya sedang memainkan rambutnya.
"Nggak papa," jawab Gusti tanpa menoleh. Harusnya Gusti tau diri siapa Alan dan siapa dia, mana mungkin Alan mau dengan gadis seperti dia yang terlahir dari keluarga miskin. Gusti merasa sangat bodoh karena telah berharap lebih pada laki-laki itu.
"Sebenarnya aku tau Kak Alan punya pacar udah lama, tapi aku nggak tega mau cerita sama kamu, maaf ya?" dan hanya di jawab anggukan oleh Gusti.
"Aku tau kak Alan punya pacar itu waktu kita pulang seleksi dari Gor, waktu itu aku nggak sengaja lihat di tas kak Alan ada boneka, dan menurut aku itu pasti buat pacarnya, 'kan?"
Gusti menghela napasnya, sumpah Tiwi benar-benar membuat jantungnya hampir copot, Gusti memutar arah menatap temannya.
"Boneka?" tanya Gusti.
Tiwi mengangguk yakin, "iya, boneka kelinci warna pink, lucu banget mungil lagi. Aku aja pengen."
"Siapa tau itu bukan buat pacarnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TANPA ABA-ABA (End✔)
Fiksi RemajaDanton tengil yang kebiasaannya selalu marah-marah dilapangan itu nyatanya berbeda jika di belakang Gusti. Diam-diam cowok galak bernama Alan menyimpan perasaan padanya. Namun sikap Alan yang berubah-ubah membuat Gusti tidak tau disisi mana Alan yan...