BARU

2.8K 261 12
                                    

Ps. Anggap aja gambar diatas Maria sama Evan, tapi Evan lebih kecil dari pada gambar.

Maria POV

Dua minggu kemudian, dokter terus mengawasi perkembanganku. Setelah benar-benar sadar di dunia ini, aku fokus pada pemulihan kesehatanku.

Melakukan berbagai terapi, namun sayang kakiku tak bisa berfungsi dengan normal. Aku harus memakai kursi roda. Aku tak sedih karena anak lelakiku selalu menemaniku.

Evan akan datang sepulang sekolah dan kembali malam harinya, setelah dia tertidur di sisiku, Jo akan membawanya pulang.

Tok tok

Klik—bunyi pintu terbuka.

"Selamat pagi." Kulihat pria bersetelan rapi memasuki kamarku.

"Selamat pagi, Tuan Paul," ucap Rose.

"Maaf aku baru datang, aku sangat sibuk belakangan ini," kata pria bernama Paul itu.

"Tidak apa, Maria ini adalah Paul Ferdinan, Wakil Direktur Perusahaan Aditama." Rose mengenalkan Paul padaku.

"Paul Ferdinan." Dia mengulurkan tangannya.

Kujabat tangannya. "Maria Flora," ucapku.

"Bagaimana keadaanmu?" tanyanya.

"Lebih baik, semua kembali normal. Kecuali kakiku," jawabku.

"Aku sungguh menyesal kejadian ini menimpa dirimu," ucapnya.

"Ini kecelakaan yang tidak bisa dihindari. Terima kasih karena perusahaanmu sudah bertanggung jawab," kataku.

Kami berbincang-bincang.

"Mamaaaaaa!!" teriak Evan.

"Jangan keras-keras, ini rumah sakit!" ucap Rose mengingatkan cucunya. Aku terkekeh.

"Oh, halo Om Paul," sapanya.

"Siapa yang kau panggil Mama?" tanya Paul.

"Mama Maria," jawab Evan bangga sambil berlari ke arahku.

"Dia mulai memanggil Maria dengan mama saat Maria sadar dan Maria tak keberatan dengan itu," jelas Rose.

Aku mengangguk dan tersenyum sambil mengusap rambut Evan, lalu Jo masuk.

"Oh, Tuan Paul ada di sini," kata Jo.

"Halo Joseph," sapa Paul.

"Kami akan mengirimkan tanamannya Rabu ini, jadi mohon bersabar," kata Jo.

"Iya, aku tahu tanaman itu sangat sulit dicari," kata Paul tersenyum.

Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan. "Aku mempunyai florist, Perusahaan Aditama ini memesan tanaman hias untuk kantornya," jelas Rose yang melihatku bingung.

"Sebenarnya aku penasaran dengan direkturmu, orangnya seperti apa, sehingga harus spesifik jenis tanamannya?" tanya Jo.

Paul terkekeh, "Saat dia kembali, kupastikan menemui kalian," jawab Paul.

Rose POV

Maria dan Evan seperti ditakdirkan Tuhan bersama. Maria menjadi sosok ibu sempurna untuk Evan.

"Apa kau yakin tak ingin melanjutkan kuliahmu?" tanyaku pada Maria.

"Aku tak yakin bisa mengikuti kuliah lagi setelah vakum dua bulan dan dengan kondisiku seperti ini. Aku akan membantumu di toko bunga dan bermain dengan Evan sorenya," jawabnya.

"Ada yang sangat ingin aku tanyakan padamu." Maria memandangku bingung. "Kau sungguh tak keberatan Evan memanggilmu mama?" tanyaku.

Maria tersenyum dan menggeleng. "Bagaimana jika nanti ada yang mengajakmu pacaran? Lalu mengira Evan anakmu?" tanyaku lagi.

"Maka biarkanlah, kalau dia sungguh-sungguh maka kami akan bisa berpacaran, tapi bila dia ingin pergi, aku akan membiarkan dia pergi. Lagi pula aku tak tertarik punya hubungan," jawabnya.

"Kau baru 21 tahun Maria, aku tak ingin Evan menjadi penghalangmu," jelasku.

"Lihatlah keadaanku sekarang Rose, cacat dan gemuk. Cukup bagiku, kau dan Evan di sisiku. Aku tak inginkan orang lain." Jawaban Maria yang membuatku sedih, aku berjalan ke ranjangnya dan memeluknya.

"Akan kuberikan cinta sebanyak apa pun yang kau minta," janjiku. Maria terkekeh, aku pun melihat Evan yang tidur di samping Maria.

"Joseph dan Paul adalah lelaki baik," ucapku setelah diam cukup lama.

"Rose," panggil Maria. Dia menatapku seolah mengingatkanku untuk berhenti membahas hal ini, tapi aku tak peduli, aku lanjutkan percakapan ini. "Joseph berumur 36 tahun dan Paul lebih muda, mungkin 34 tahun. Joseph orang yang hangat dan dekat dengan Evan. Paul punya pekerjaan tetap yang matang dan dia dewasa. Bagaimana menurutmu?"

Maria terdiam. Kulihat dia cemberut, ah anak ini merajuk. "Jatuh cinta itu indah Maria. Mungkin kau akan membutuhkan sosok laki-laki di sampingmu," lanjutku.

"Satu-satunya lelaki yang ada di sampingku adalah Evan. Itu sudah cukup buatku," jawabnya.

"Apa mungkin dulu kau sudah punya pacar sehingga kau menutup hatimu?" tanyaku. Mata Maria membulat karena terkejut.

Aha, Aku menebak sesuatu yang benar.

"Aku tidak punya siapa-siapa," jawabnya.

"Kau tak bisa membohongiku," ucapku.

"Lagi pula dia tak nyata," lanjut Maria.

"Apa maksudmu?" tanyaku tak paham apa yang dia ucapkan.

"Bukankah ini waktunya Evan pulang? Di mana Jo?" Maria mengalihkan pembicaraan.

"Tunggu sebentar aku panggilkan Jo," jawabku.

Beberapa saat kemudian Jo masuk dan menggendong Evan. Maria masih mengelus pipi Evan yang sudah digendong Jo.

"Tidur yang nyenyak, Nak," ucap Maria.

"Tolong hati-hati pulangnya." Kali ini Maria berbicara dengan Jo.

"Pasti, besok aku antar dia lagi," jawab Jo. Maria Mengangguk.

"Terima kasih," ucap Maria.

Dengan kalimat itu Jo keluar membawa Evan. Jo atau Joseph sudah menjadi pegawaiku sejak dia berusia 20 tahunan. Dia tinggal bersama kami, rumahku cukup untuk ditinggali enam orang. Jo bersikap sangat baik, menjagaku, Evan dan florist.

Pemandangan tadi sangat memanjakan mata. Jo, Evan dan Maria seperti keluarga kecil yang bahagia. Aku ingin Jo bahagia, dia tak pernah mengatakan suka pada seseorang, dia bilang mengurus dan menjaga diriku serta Evan lebih penting daripada asmara. Aku pun ingin Maria bahagia dengan mengajukan Jo sebagai kandidat kekasihnya.

Maria bersiap berbaring di ranjangnya. "Jadi, kau pilih Jo atau Paul?" tanyaku usil.

"Rose!" ucap Maria kesal. Aku tertawa.


-Selamat Membaca-

#EditedVersion

Jadi gimana?
Jo atau Paul? 😅

Fat Concubine [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang