Mu Lan POV
Mendekati hari perkiraan lahir, aku semakin gelisah. Selama ini aku memikirkan keputusanku.
Di sini aku punya orang-orang yang aku cintai, Qi Wei, Ling Ling, ibunda ratu, Fanfan, pa, ma dan Hu An. Akan tetapi di sana aku pun punya Rose, Jo dan Evan.
Setiap aku terbangun, Evan pasti sedang memelukku. Dia akan antusias menceritakan apa yang terjadi di sekolah TK-nya. Dia sudah seperti anakku sendiri.
Keadaan tubuhku tidak baik, aku kehilangan berat badanku, karena aku hidup di dua dunia, bisa dibilang aku tak tidur.
"Ibunda Ratu datang berkunjung!" Begitulah pengawal mengumumkan kedatangan sang ratu. Aku tahu beliau menanyakan jawabanku.
"Hamba memberi salam pada Ibunda Ratu," hormatku.
"Besok adalah hari persalinanmu, kau sudah siap?" tanyanya. Aku mengangguk.
"Jadi, apa jawabanmu berubah?" tanyanya. Aku tersenyum dan ...
menggeleng.Tampak wajah beliau terkejut dan sedih. "Kau yakin ini yang terbaik?" tanyanya sekali lagi.
"Iya Ibunda Ratu," jawabku.
"Bagaimana dengan anakmu?"
"Hu An dan Ling Ling adalah orang tua yang baik. Di sana pun aku punya anak," jawabku.
"Kalau aku memerintahkanmu untuk tinggal, apa yang kau lakukan?" tantang ratu.
"Aku akan menolaknya. Menolak perintah Ratu berarti siap mati. Sama saja bukan dengan keputusanku?" jawabku.
"Apa kau harus melakukan ini pada putraku?" tanyanya lagi.
"Tolong hormati keputusanku," ucapku.
Akhirnya ratu pergi meninggalkanku.
Sore menjelang. "Yang Mulia Raja tiba!" Hu An pulang. Dadaku terasa sesak.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Hu An.
Aku tersenyum, "Jauh lebih baik," jawabku.
"Aku akan di sampingmu," ucapnya. Aku mendekatinya, menggenggam tangannya dan mengarahkannya duduk di tepi tempat tidur.
Aku memandangnya, mengagumi wajah tampannya yang tak berubah. "Ada apa?" tanyanya.
"Kau tampan," ucapku.
Dia tersenyum, "Kau baru sadar? Aku kecewa," jawabnya pura-pura merajuk. Aku terkekeh.
Kutelusuri wajahnya, mulai dari dahinya. "Kau sudah punya kerutan di sini, jangan satukan alismu, kau tampak mengerikan," ucapku, dia tertawa. "Matamu tajam, hidungmu mancung, tulang pipi yang jelas, bibir yang ...." Aku tak mampu melanjutkan perkataanku, aku meneteskan air mata.
Hu An memelukku, "Apa kau setakut itu pada persalinan?" tanyanya.
"Hmmm," jawabku.
"Aku akan berada di luar ruangan persalinan menunggumu dan Ling Ling serta ibunda ratu akan ada di sampingmu. Semua akan baik-baik saja," ucapnya.
"Akankah putra kita akan setampan dirimu?" tanyaku.
"Tentu saja. Aku punya riwayat keturunan yang baik," jawabnya. Aku terkekeh.
Aku melepaskan pelukannya. "Kau harus menjaganya dari makhluk jahat di sini. Mengajarinya hingga pandai, melatihnya untuk tangguh, mendidik agar kepribadiannya hebat, membiasakannya untuk jujur, menemaninya saat makan," ucapku.
"Kenapa aku merasa kau akan pergi?" tanya Hu An.
"Bolehkah aku memberinya nama?" Aku mengalihkan pembicaraan.
"Tentu saja boleh. Kau akan memberi nama apa?" tanya Hu An.
Aku berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Yuwen," ucapku.
"Yuwen?" tanyanya. Aku mengangguk.
"Yuwen mempunyai arti tampan dan berwibawa."
"Aku suka itu. Putra Mahkota Tian Yuwen," kata Hu An.
"Mari tidur, kau perlu tenaga untuk persalinanmu besok," lanjutnya. Aku mengangguk.
Hari persalinan, semua tabib dan pelayan sudah menyiapkan semua keperluanku.
Ling Ling menggenggam tanganku. "Semua akan baik-baik saja," ucapnya. Aku mengangguk dan tersenyum. Kulihat ibunda ratu melihatku sedih, kuberikan senyuman terbaik untuk beliau.
"Jadi nanti namanya siapa?" tanya Ling Ling.
"Yuwen," jawabku.
"Nama yang bagus," jawab Ling Ling antusias.
"Aku ingin kau menjaganya, Ling Ling. Aku tahu kau akan jadi Ibu yang hebat," ucapku.
"Kita berdua akan menjadi ibunya yang hebat!" ucap Ling Ling. Aku tersenyum.
Proses persalinan berlangsung cukup lama, dan akhirnya ....
Oeeeeek ... oeeekkkk ....
"Putra mahkota telah lahir dengan sehat sempurna," ucap tabib.
Yuwen dibersihkan, tabib mendekatkannya padaku. Hu An benar, bayiku tampan sepertinya.
'Ibu harap kau bahagia selalu, Nak. Ibu sangat menyayangimu,' ucapku dalam hati. Kemudian ibunda ratu menggendongnya, kulihat beliau meneteskan air mata.
Lalu ....
"Lady Lan, hamba mohon tetap bersama hamba ... jangan tutup mata Anda!" ucap tabib. Aku mengalami perdarahan.
Aku merasa sangat lemah, Ling Ling panik dan mendekatiku. "Mu Lan, aku mohon bertahanlah!" ucapnya tak kuasa menahan air mata yang mengalir.
Brakkkkk
Hu An memaksa masuk. "Apa yang kau lakukan? Hentikan perdarahannya, selamatkan Lady Lan!" teriak Hu An.
"Baik Yang Mulia," ucap tabib yang berusaha menekan perdarahanku.
"Yang Mulia," ucapku lemah.
Hu An mendekatiku, kuraih tangannya dan tangan Ling Ling, Hu An berada di sisi kananku dan Ling Ling di sisi kiriku. "Berjanjilah padaku, kalian akan menjaga Yuwen," pintaku.
"Mu Lan, apa yang kau katakana? Kita akan menjaganya sama-sama!" ucap Hu An frustasi.
Air mataku mengalir dan aku tersenyum, "Tugasku selesai." Dengan kalimat itu aku tidak sadarkan diri.
Rumah Sakit Jakarta.
Kurasakan tangan mungil menyentuh pipiku. Kubuka pelan mataku, kulihat Evan mengusap pipiku dengan matanya yang berkaca-kaca. "Kenapa Mama menangis? Apakah ada yang sakit?" tanyanya.
Anak ini terlalu manis dan baik hati, tak sedikitpun aku menyesal menyelamatkannya.
Aku menggeleng. "Mama baik-baik saja. Mama akan bersama Evan terus," ucapku menyentuh rambutnya. Evan tersenyum lebar dan memelukku. Setiap berkunjung, Evan akan selalu naik ke tempat tidurku, menyentuh wajahku atau menciuminya agar aku terbangun.
"Evan sayang Mama," ucapnya. Aku tersenyum.
"Mama juga sayang Evan" jawabku.
Di dunia inilah tempatku yang seharusnya. Apa yang akutinggalkan di sana, Tuhan menggantinya di sini. Sekarang aku punya keluarga,Evan, Rose dan Jo. Ini yang terbaik.
-Selamat Membaca-
#EditedVersionDon't hate Me, please 🙈🙈🙈

KAMU SEDANG MEMBACA
Fat Concubine [COMPLETE]
Historical FictionMaria Flora adalah gadis 21 tahun yang sedang menempuh pendidikannya di Universitas Ternama di Indonesia Pada suatu hari dia menyelamatkan anak balita yang hampir tertabrak truk Namun naas, nyawanya tak tertolong 'Aku sudah mati?' batinnya Namun ken...