Part 19

1.2K 132 24
                                    

Happy Reading
...

Langit mengerjap-erjapkan matanya, perlahan Langit membuka matanya dengan sempurna.

" Sakitnya" Langit memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut.

Langit menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, ia hendak bangkit dari tempat tidur.

Ketika selimut itu lepas dari tubuh Langit, barulah Langit menyadari kalau ia tidak memakai sebenang kain pun.

"Gue naked?"

"Kasur acak-acakan begini?"

"Dan ada bercak darah di sprei? Ya Tuhan." Langit menjambak rambutnya.

Tatapan Langit tidak bisa lepas dari bercak darah yang menempel di sprei putih itu.

Bercak darah itu menjadi bukti bagaimana Langit telah merebut secara paksa apa yang telah dijaga oleh Humairah selama ini.

Ingatan Langit tentang kejadian tadi malam datang silih berganti, menjadikan Langit semakin frustasi.

"Arkh. Langit sialan!"

"Gimana bisa gue mengabaikan teriakan dan tangisan Humairah tadi malam! Lo emang brengsek Langit! Brengsek!"

Langit menendang meja kecil yang ada di hadapannya, sampai meja itu terjungkal dan semua isi meja itu ikut mendarat di lantai.

Tidak cukup hanya menendang meja kecil itu saja, Langit menghancurkan barang-barang yang posisinya dekat dengan jangkauannya.

Setelah Langit mampu mengontrol emosinya, ia keluar dari kamar untuk menemui Humairah.

Sayangnya, Langit sudah terlambat. Humairah tidak ada lagi di rumah, malam itu juga Humairah langsung mengemasi semua barang-barangnya, dan ia meminta Abangnya Harun, untuk menjemputnya.

"Humairah!" Langit memukul-mukul kepalanya.

"Jangan tinggalin saya Humairah!"

Langit menangis, menangisi semua kebodohannya yang telah berhasil menjadikan hubungannya dengan Humairah semakin rumit.

Bayangan Humairah yang tengah menjerit dan menangis, tidak henti-hentinya menyambangi pikiran Langit, hal itu menjadikan Langit semakin frustasi.
...

Siangnya, Langit segera berangkat menuju Pesantren untuk menemui Humairah. Terlepas dengan semua yang telah terjadi di antara Langit dan Humiarah, Langit masib cukup optimis kalau rumah tangganya masih sangat bisa untuk dipertahankan. Langit berjanji pada dirinya sendiri, kalau ia akan melakukan apapun untuk bisa membawa Humairah kembali bersamanya.

Tetapi nyatanya apa yang Langit hadapi, tidaklah semudah yang ia perkirakan. Bukan hanya Humairah saja yang tidak ingin menemuinya lagi, keluarga Humairah pun sudah secara terang-terangan menolak kehadiran Langit.

Begitu Langit sampai di Pesantren, Langit langsung disambut dengan satu pukulan telak yang dilayangkan Harun di wajah Langit.

"Saya tidak menyangka, kamu tidak lebih dari seorang lelaki pecundang, yang hanya bisa menyakiti hati adik saya! Sudah cukup Langit, saya tidak bisa mengizinkan adik saya lagi tinggal dengan lelaki seperti kamu! Humairah sudah terlalu menderita, dia berhak untuk terlepas dari hubungan yang hanya menawarkan duka dalam hidupnya!"

"Bang, saya bisa jelasin semuanya. Kita bicarakan baik-baik."

"Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan oleh Humairah, Abah, Ummi, saya dan segenap keluarga kami dari laki-laki pemabuk seperti kamu!"

"Bang, izinkan saya ketemu sama Humairah. Kami perlu bicara." Langit berlutut di hadapan Harun.

"Humairah sudah berangkat ke Bandara, menuju Mesir beberapa jam yang lalu. Dan perlu kamu tahu, sebelum itu Humairah telah mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama, saya sendiri yang mendampingin Humiarah. Jadi sebentar lagi kalian aka segera bercerai, saya harap kamu jangan pernah mengusik kehidupan adik saya lagi!"

Bagai disambar petir, wajah Langit langsung pucat pasi saat mendengar pernyataan Harun.

"Gak mungkin Bang, Humairah gak mungkin meninggalkan saya begitu saja."

Langit memejamkan matanya, air mata Langit perlahan mulai luruh membasahi wajahnya yang tertunduk lesu.

Abah Lutfi yang sedari tadi, hanya mengawasi dari dalam rumah, akhirnya tidak tahan untuk tidak keluar, melihat kondisi Langit yang tampak sangat menyedihkan.

Sebenarnya Abah Lutfi tidak begitu setuju dengan keputusan putrinya itu, tetapi mau bagaimana lagi Abah Lutfi pun tidak tega untuk menghalangi keputusan Humairah, karena Humairah mengaku tidak bisa bertahan lagi, Humairah menceritakan semua penderitaan yang ia alami selama menjadi istri Langit, Humairah menceritakannya dengan menangis sambil memeluk kaki Abah Lutfi.

"Bangkitlah Nak, jangan bersimpuh seperti ini." Abah Lutfi menepuk bahu Langit.

"Abah, Langit mohon. Pertemukan Langit dengan Humairah Bah, Langit gak mungkin bisa meneruskan hidup tanpa Humairah. Abah, Langit mohon." Langit menangis terisak sambil memeluk kaki Abah Lutfi.

"Jangan begini Nak. Berdirilah."

"Abah, Langit sangat menyayangi putri Abah. Iya, Langit akui, Langit banyak melakukan kesalahan kepada Humairah. Tetapi Langit berjanji gak akan melukai hati Humairah lahi Bah, Langit janji. Abah mau kan nolongin Langit?"

Abah Lutfi, memejamkan matanya. Keadaan ini membuat Abah Lutfi merasa serba salah.

"Langit. Abah gak bisa berbuat banyak Nak, jika kamu masih ingin memperjuangkan Humairah, berusahalah sendiri. Apapun yang terjadi nantinya, kamu akan tetap Abah anggap seperti anak sendiri. Kamu harus semangat, jangan lemah seperti ini. Pulanglah, tenangkan pikiranmu. Abah rasa kamu dan Humairah memang butuh jarak, untuk saling menenangkan diri."

Setelah mengatakan itu, Abah Lutfi melepaskan genggaman Langit di kakinya. Abah Lutfi masuk kembali ke  dalam rumah.

"Saya rasa tidak ada lagi yang harus kita bicarakan, kamu boleh pulang," ucap Harun.
...

Sementara itu, begitu mengetahui apa yang terjadi antara Langit dan Humairah. Pak Hamka dan Bu Qonita langsung mendatangi rumah Langit.

Langit lagi-lagi menerima pukulan di wajahnya, kali ini pukulan itu berasal dari Papanya sendiri, Pak Hamka.

"Papa gak pernah memberikan didikan seperti ini sama kamu Lang!" Rahang Pak Hamka mengeras, selaras dengan emosi Pak Hamka yang meledak-ledak.

"Iya Pa, Papa memang gak pernah memberikan didikan seperti itu kepada Langit. Tapi Papa, memaksa Langit untuk kuliah di Rusia, Papa gak mikirin efek sampingnya, Langit jadi mengenal pergualan bebas dengan mudah. Jadi Papa jangan bertanya kenapa lagi? Itulah alasannya Pa."

"Papa juga gak pernah mendengarkan pendapat Langit kan? Papa memaksa Langit untuk menyetuji perjodahan ini, apa Papa pernah menanyakan keinginan Langit? Enggak Pa, Papa selalu memutuskannya sendiri!"

"Jadi maksud kamu apa yang terjadi antara kamu dan Humairah, salah Papa?"

"Langit rasa Papa cukup cerdas untuk menyimpulkannya."

"Dasar anak kurang ajar." Pak Hamka melayangkan satu pukulan lagi di wajah Langit.

"Dasar anak tidak tau diuntung, sudah syukur Papa memilihkan wanita baik-baik untuk menjadi istri kamu, harusnya kamu itu sujud syukur karena bisa memiliki istri sholehah seperti Humairah. Bukannya malah melakukan tindakan-tindakan bodoh. Sekarang kamu nangis-nangis menyesal, terus menyalahkan Papa, menurut kamu hal-hal seperti ini masih berguna Lang? Enggak Lang, enggak berguna lagi!"

"Kamu udah menaruh malu di wajah Papa, Papa gak punya muka lagi untuk bertemu dengan Abah mertua kamu, Papa gak punya muka Lang, Papa malu, Papa merasa bersalah."

"Udahlah Pa, kasian Langit." Bu Qonita mengusap pundak suaminya itu untuk menenangkan.

"Belain terus, ini nih hasilnya anak yang selalu kamu bela-bela."

"Pa! Papa bisa gak sih, jangan ikutan nyudutin Langit lagi. Langit udah cukup frustasi Pa. Iya Langit tau Langit salah, tapi tolong jangan tambah beban pikiran Langit lagi."

"Yaudah, kalau kamu emang gak butuh Mama dan Papa lagi, kita pergi. Ayo Ma."

Pak Hamka menyeret tangan Bu Qonita untuk keluar dari rumah Langit. Meninggalkan Langit yang masih dalam kondisi yang kacau.
...

Tbc

Ada Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang