Selamat membaca!^^
Vano, cepat ke rmh skt, Vani kritis!
Keringatnya bercucuran. Tangannya mencengkram stir kuat-kuat. Geovano merutuki kebodohannya. Coba saja, kalau ia menurut kepada Sandi agar ditemani supir untuk pergi ke lokasi rapat, mungkin ia tidak akan kerepotan.
Setelah 2 jam lebih, akhirnya Geovano sampai di sebuah rumah sakit. Ia langsung turun dari mobil tanpa menghiraukan kuncinya yang masih menempel.
Ia berlari kencang menuju ruangan melati nomor 28 seperti yang dikatakan oleh Mamanya di telepon. Saat sampai, tanpa ba-bi-bu Geovano langsung masuk.
"Gimana keadaan Vania?" tanyanya dengan nafas yang masih memburu, membuat tiga orang di dalam ruangan itu melongo menatap Geovano.
"Disini enggak ada Vania," cetus seorang pemuda menahan tawa. Hah?
"Emang ini ruangan berapa?" tanya Geovano. Benar, ini ruangan berapa ya? Ketiga orang di hadapannya ini tidak Geovano kenal. Saking buru-burunya, ia tidak melihat dahulu ini ruangan berapa."Ruangan 27," balas pemuda di hadapannya kemudian terkekeh. Shit! umpat Geovano. Ia benar-benar malu.
"O-oh, ma-maaf," cetus Geovano, mukanya merah sekali. "Gu-gue salah masuk."
"Iya gapapa. Santai aja."
"O-oke. Gu-gue pamit hehe. Pak, Mbak, saya pamit. Ma-maaf telah mengganggu." Geovano pamit undur diri. Kenapa disaat-saat seperti ini selalu saja ada moment kampret.
Pasti, orang-orang tadi ngetawain gue. Sial! umpatnya dalam hati. Saat ingin masuk, Geovano melihat dahulu bagian atas pintu. Angka 28. Benar.
Ia segera masuk menuju seorang gadis yang kini terbaring dengan infus menempel di hidungnya, kemudian mencium kening gadis yang diketahui adalah adiknya.
"Makannya, jangan banyak-banyak pikiran!" ucapnya kemudian mencoel hidung adiknya pelan.
"Gimana keadaannya, Ma?" tanya Geovano tanpa mengalihkan pandangannya.
"Mama lo lagi ngambil makanan sama asisten keluarganya," balas seseorang, membuat Geovano menoleh.
Alisnya menyatu, "Raga? Aksa? Dhito? Ganesh?" tanya Geovano bingung. "Kok, kalian bisa tau adik gue masuk rumah sakit?"
"Tadi kebetulan kita lagi ke rumah lo. Eh, elonya gak ada," jelas Aksa kemudian meminum segelas jus leci di tangannya.
"Katanya Opan lagi pergi rapat ke Bandung," tambah Ganesha.
"Hooh, yaudah Babang Dhito sama yang lainnya ngajak main Dedek Gevania yang cantik." Kini giliran Ardhito yang menyahut, ia langsung dipelototi oleh Geovano.
"Awas ya lo! Goda-goda adek gue yang masih suci! Hubungan kita sebagai ayah dan anak putus. Gue gak akan nafkahin lo lagi!" ancam Geovano membuat Ardhito langsung bersembunyi di balik Ganesha.
"Anesh, Anesh ... Bang Dhito takut," rengek Dhito.
"Makannya jangan macem-macem sama Opan," omel Ganesha yang langsung diangguki oleh Dhito. Raga dan Aksa hanya menggeleng melihat kelakuan mereka.
"Kenapa adek gue bisa sampe masuk rumah sakit?"
"Tadi, kayaknya ada yang ngasih dia makanan. Tapi, makanannya enggak cocok di perut adek lo. Adek lo sensitif bangetkan perutnya?" Raga menghentikan kegiatannya yang sedang mengetik pesan. Entah untuk siapa, untuk ciwi-ciwi yang menjadi simpanannya mungkin?
Siapa yang mengirimkan makanan kepada adiknya? Geovano geram. Semenjak kondisi penyakit Anemia adiknya memburuk, perut Gevania menjadi sensitif terhadap makanan yang tidak jelas asal-usulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geovano
Teen FictionGeovano Albara Sandi atau yang akrab disapa Opan. Dia tampan dan tajir. Salah satu anggota geng Asgar yang terkenal pecicilan dan sering membuat para gadis histeris. Ciri khasnya yang mencolok sebenarnya hanya untuk mengikis rasa rindunya terhadap s...