15. Kandas

690 44 5
                                    

Selamat membaca!

***

"Ini tuh Kak Vano yang beliin, tau!"

"Masa?"

"Iya, serius!"

"Tumben seleranya bagus?"

"Lha, iya, ya? Biasanya juga jelek!"

Di ambang pintu, Geovano mendengus kesal mendengar Gevania dan Shana tertawa puas karena berhasil mengejek dirinya.

Kemudian, kakinya melangkah mendekat kepada dua gadis tersebut. "Lo berdua gibahin gue, gak takut dosa?" tanyanya sambil duduk di sebuah kursi dekat ranjang.

Kedua gadis itu tertawa, "Ngapain juga dosa? Orang yang kita omongin fakta, kok!" balas Gevania diakhiri tawa.

"Bener kata Vania!" Shana ikut menimpali sedetik kemudian kedua gadis itu ber-tos ria.

Geovano memutar bola matanya malas. Adiknya ini, kalau ada teman selalu saja lupa akan kehadiran abangnya.

Semenjak kasus teror tiga hari yang lalu, Shana jadi lebih sering berkunjung ke rumahnya. Tak heran, kalau Shana menjadi lebih dekat dengan orang-orang di rumah, termasuk Gevania.

Geovano tak mempermasalahkan itu. Setidaknya keadaan rumah menjadi lebih rileks, dan Gevania terhibur akan adanya Shana.

Geovano, Sandi, beserta seluruh asisten rumah tangganya, masih menyelidiki siapa pelaku di balik teror tersebut. Sepertinya si pelaku teror sedang menunggu orang rumah lengah. Maka dari itu, mereka memperketat penjagaan rumah.

"Bang Vano!" panggil Gevania membuat Geovano tersadar akan lamunannya. Ia melirik Gevania yang sekarang sedang menunjukkan gambar tas berwarna pink dengan bentuk kelinci. "Mau tas ini!"

Shana yang tadinya menunduk—bermain ponsel—kini mengangkat kepalanya. "Eh, kayaknya ini lebih lucu deh," ujarnya sambil menunjukkan tas dengan warna yang sama namun bentuk yang berbeda—lebih terlihat elegan bagi seorang remaja.

Gevania mengalihkan tatapannya ke arah gambar yang Shana tunjukkan. Seketika mata Gevania membulat takjub. Ternyata, selera Shana sangat bagus.

"Bagus banget! Beli itu aja, kita belinya samaan, ya?" ajak Gevania yang langsung diangguki oleh Shana. "Masalah dana, biar Bang Vano aja yang bayarin. Iya enggak, Bang?" Gevania menaik-turunkan alisnya.

Geovano mengangguk malas. Terserah mereka saja, lah. Yang penting, mereka bahagia.

Melihat anggukkan Geovano, Gevania langsung berteriak senang, "Yeay! Tambah ke troli, Kak!"

"Oke." Shana langsung memencet tombol troli dan melakukan transaksi. "Tas kan udah, sekarang tinggal beli baju. Kamu pilih-pilih dulu bajunya. Biar aku yang bayar," ucap Shana membuat Gevania tambah girang, "Yeay! Makasih, Kak Shana!" ujarnya kemudian memeluk Shana.

Shana yang dipeluk tentu saja membalas pelukan Gevania. Ia ikut senang, setidaknya sekarang ia merasa punya adik.

Melihat Gevania yang terlihat senang, membuat hati Geovano menghangat. Ia mengulum senyum. Ikut senang juga karena yang ia lihat sekarang adalah sosok ceria Gevania, bukan sosok takut disertai tubuh gemetar Gevania.

"Abang mau ngapain lagi di sini? Kan Vania udah selesai minta dananya. Sekarang, Abang boleh keluar, kok." Gevania mengusir halus Geovano, membuat Geovano mendelik.

"Dasar matre!" omel Geovano membuat kedua gadis itu tertawa keras. "Bodo amat, sana!"

"Tega kalian!" Geovano berteriak histeris, sambil berjalan mundur menuju pintu keluar.

GeovanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang