Part 16 | Permintaan

1.5K 83 3
                                    

Zaky berjalan gontai di jalan basah karena habis diguyur hujan. Aroma tanah khas yang menenangkan ini membuatnya sedikit bernostalgia. Pikirannya berkecamuk. Keyra meminta berpisah dan tidak ingin bertemu dengannya lagi. Apa Keyra sudah tahu segalanya? Namun, siapa yang membocorkan hal itu?

Bruk!

Pintu ditutup keras, Sela dan suaminya yang sedang menonton televisi itu terkejut. Balik menatap Zaky yang wajahnya merah padam. Sela menduga Keyra tidak berhasil dibujuk. Pulang dengan rasa kecewa.

"Ma, jawab jujur, ya. Apa Keyra udah tau semuanya?" tanya Zaky masih menahan emosi. Sela bangkit dan mendekati sang anak. Sebenarnya ia sedikit takut jika apa yang dilakukannya ini salah.

"Ky, mama rasa ini udah waktunya dia tau semuanya. Mau sampai kapan kamu bohongi dia? Wanita butuh kepastian, Ky. Kamu udah cukup memberinya harapan," jawab Sela.

"Apa? Udah waktunya?" Zaky berdecak kesal. "Aku tau kapan waktu yang tepat! Aku bakal ngasih tau dia juga pada akhirnya. Ma, sekarang tau apa akibatnya?"

Sela menggeleng, menunggu Zaky angkat bicara dan menjelaskan.

"Keyra minta pisah. Puas, Ma?"

Sela membekap mulut tak percaya. Ia tak ingin kehilangan menantu terkasihnya itu. Ya, memang. Serba salah. Jika terus dirahasiakan, Keyra terus dihantui rasa penasaran. Hubungannya akan terus dipenuhi rasa curiga. Namun, jika sudah diberitahu begini, Keyra tidak mengerti. Justru ia ingin berpisah karena merasa tidak dianggap.

Sekarang, mana yang lebih baik? Tidak ada yang ingin hidup dicintai dengan kepalsuan. Sela hanya berharap Keyra tidak sungguh-sungguh tentang perkataannya itu.

"Nanti mama coba bujuk dia. Kamu tau sendiri 'kan, Keyra masih kekanakan. Siapa tau itu hanya omongannya yang tak sengaja keluar kalau lagi marah," ucap Sela menenangkan putranya. "Percayalah sama mama, Ky," lanjutnya lagi sembari meraih tangan Zaky. Namun, anaknya itu tampak benci, ia menepis genggaman dan lari ke lantai atas.

Sela menghela napas kasar. Suaminya yang sejak tadi menyimak tidak kuasa berkata-kata. Baginya, semua keputusan ada di tangan sang anak. Ini rumah tangga mereka, Sela dan Alan tidak sepatutnya ikut campur. Tugas mereka hanya membimbing. Lagipula, apakah Zaky bisa dinasehati di saat-saat seperti ini?

***

Keyra telah selesai membuat kue bolu untuk pesanan pelanggan. Siwi pun memotong dan membungkusnya di kotak makan. Setelahnya, Siwi mengantar pesanan itu memakai motor. Keyra ditinggal di rumah karena ia malas ke mana-mana. Ia meminum susu hamil sembari mengelus perutnya yang masih rata.

Tok, tok, tok!

"Siapa?"

Tidak ada jawaban, Keyra memutuskan untuk pergi memeriksa sendiri. Berjalan hati-hati menuju pintu depan, ia menyalakan lampu tengah yang tadi dimatikan.

"Hai, gimana kabarmu?"

Keyra mengulum senyum. Dokter manis ini datang membawa buket bunga dan sekotak cokelat. Ia mempersilakan Rey masuk dan menutup pintu. Tidak ada lagi kecanggungan di antara keduanya. Bagai teman yang saling perhatian satu sama lain.

"Ngapain ke sini repot-repot, Dok?" tanya Keyra.

"Ah, lagi pengen jalan-jalan. Tugas rumah sakit banyak yang handle. Kebetulan tadi lewat toko bunga sama cokelat, ya saya beliin buat kamu," jawab Rey.

"Oh, gitu. Emm, sebenernya nggak usah juga, Dok. Jadi nggak enak."

"Nggak masalah. By the way, jangan manggil aku dokter. Bang Rey aja gimana? Supaya akrab."

Keyra tidak bisa menahan tawanya. Mungkin Rey tidak ingin dipanggil dokter karena itu terlalu formal. Jika di luar jam kerja seperti ini, mungkin nama panggilan bisa lebih enak terdengar.

Mereka berbincang cukup lama. Sampai akhirnya, Rey mengajak Keyra jalan-jalan ke pasar malam. Wanita itu setuju, sudah lama tidak pergi ke tempat masa kecilnya. Di mana ia tertawa riang tanpa beban. Menangis jika ada yang mengusik, atau tidak dibelikan mainan.

Setelah mengirim pesan ke Siwi untuk meminta izin, Keyra dan Rey memacu sepeda motor ke pusat kota. Sebelumnya Rey mengambil uang di ATM. Tentu saja untuk memanjakan Keyra, bukan?

Wahana yang dicoba Keyra pertama kali adalah bianglala. Setelahnya mereka menyantap sesuatu di restoran kecil. Karena menerima telepon, Rey meminta izin sebentar. Keyra pun masih fokus pada makanannya.

Srek, srek!

Wanita itu terkesiap, suara aneh di semak-semak membuatnya sedikit ngeri. Bayangannya menduga ada hewan buas di sana. Namun, pikiran itu ditepis cepat mengingat ini kota, kecil kemungkinan ada hewan yang lepas.

Ia menghabiskan makanan dan meneguk milkshake sampai setengah gelas. Tangannya berhenti men-scroll beranda ketika melihat sesuatu di ekor matanya.

'Ya Allah, apa itu? Jangan-jangan mata batinku kebuka.'

Ia menggigit bibir bawah, menoleh cepat ke arah sumber suara. Dapat! Ia menangkap seorang pria berpakaian serba hitam mengarahkan kamera ponsel ke arahnya. Tentu saja diam-diam. Tepat ketika itu, Rey mendekati Keyra. Mungkin sudah selesai menelepon.

"Siapa, ya tadi?" tanya Keyra pelan.

"Apanya siapa?"

"Oh? Eum, nggak ada, Bang. Udah nelponnya?" tanya Keyra.

"Belum, masih nunggu atasan selesai makan."

Keyra mengangguk, ia gelisah mengingat pria misterius tadi. Mulutnya ditutupi masker hitam, sehingga ia tidak bisa menangkap wajah orang aneh itu.

Tepat ketika Rey kembali bangkit dan menjauh untuk menerima telepon, Keyra memejamkan mata karena takut. Restoran lumayan sepi, ia menjadi parno sendiri.

"Oeeek, oeeek."

Apa lagi ini? Tadi seseorang misterius, sekarang suara bayi menangis. Astaga, ia berkeringat dingin, benar-benar mengerikan. Restoran bernuansa klasik ini juga bercahaya remang-remang. Menambah kesan horor tersendiri bagi Keyra.

"Aku juga lagi hamil. Gimana kalau misalnya bayi itu diculik orang? Terpisah dari ibunya? Kalau dibiarkan nanti dia ...."

Tidak, pikiran menyeramkan itu dibuang jauh-jauh. Ia bangkit dan berjalan hati-hati menuju semak-semak. Tidak ada yang melihat, semua tampak fokus dengan ponselnya. Keyra mengusap keringat di pelipis, jantungnya bertalu-talu. Ia takut.

Keyra membelah semak-semak itu, didapatinya bayi mungil tergeletak di atas kardus. Naluri keibuannya muncul, ia masuk dan menggendong bayi itu keluar. Namun ....

Keyra berusaha berteriak meminta tolong. Pria misterius itu membekap mulutnya dengan kain yang sudah diberi obat bius. Lima menit setelahnya, Keyra pingsan dan diseret masuk ke sebuah rumah kecil.

Rey menghampiri meja makan yang mereka tempati. Senyumnya memudar ketika hanya melihat ponsel yang tergeletak di atas meja. Celingukan mencari di mana Keyra. Ataukah wanita itu pergi ke toilet?

Dokter muda bermata cokelat itu menarik kursi dan duduk. Pandangannya lurus ke depan. Samar-samar terlihat bayangan hitam melesat dengan cepat. Ia pun bangkit, mencoba melihat lebih jelas.

Tas hitam yang dipakai Keyra?

"Sial!" Ia memukul meja dan berlari menyusul orang misterius itu. Di malam yang gelap ini, kecil kemungkinan Keyra diselamatkan seseorang. Rey terhenti ketika melihat seorang pria bertopi hitam menutup pintu rumah. Pria itu berpapasan dengannya lalu tersenyum bak tidak merasa berdosa.

"Oh, jadi mau main-main sama saya, ya."

Bersambung!

Mendiang [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang