Zaky keluar kamar dengan wajah pucat pasi. Ia duduk termenung di ruang tunggu. Membiarkan otak memutar angannya lagi, memori menakutkan yang diulang kembali. Tak terasa, air matanya jatuh meluruh. Pikirannya kacau, mengapa kejadian ini hampir merenggut dua wanita yang ia cintai? Keyra hampir celaka dan Zaky tidak berhenti menyalahkan dirinya sendiri.
Luna, mantan istrinya.
"Pulang aja kalau capek. Saya yang jagain Keyra," ucap seseorang yang tiba-tiba duduk di samping Zaky. Lelaki itu menoleh, membiarkan netranya menangkap wajah siapa ini.
"Kamu ...?" Zaky menatap tak percaya. Dokter itu tertawa, memperlihatkan gigi-giginya yang putih tertata rapi.
"Pulang aja, saya bisa jagain Keyra. Lagipula ada Siwi sama mamamu, 'kan?"
"Nggak bisa gini, Dok. Saya suaminya, saya lalai jaga dia." Zaky memijat keningnya, ia merasa bersalah, gagal menjadi suami yang baik untuk Keyra.
"Saya tau masalah rumah tangga kalian dan ... yah, sebagai orang asing saya nggak berhak ikut campur. Saya cuma mau bilang, tolong demi apa pun, lupakan masa lalu itu. Hadapi yang sekarang," jelas Rey dengan manik mata penuh keseriusan.
Zaky membisu, angannya melayang. Rey benar, Luna sudah tiada. Ia harus melimpahkan kasih sayang kepada Keyra—istri sahnya kini. Mengetahui bahwa suami belum melupakan cinta pertamanya, itu sudah cukup membunuh Keyra perlahan. Perasaan yang tidak dibalas, sandiwara yang begitu apik. Zaky lihai melakukan itu, hingga berhasil mencuri hati Keyra.
"Zak, ikut aku."
Zaky menoleh, Siwi dengan tatapan tajamnya berbalik badan dan berjalan keluar. Rey menaikkan sebelah alisnya, memberi kode agar Zaky menuruti keinginan Siwi. Pria itu hanya melamun, berpikir sejenak kira-kira apa yang ingin dibicarakan oleh sahabat Keyra itu.
Siwi berdiri di depan minimarket yang dulunya menjadi tempat Zaky dan Keyra bertemu. Sekilas, pria itu bagai memutar masa lalu. Kenangan dulu dengan Keyra sangat manis. Membayangkan ketika Keyra jatuh dan bajunya basah, ia tertawa dalam kepedihan. Kapan Keyra-nya kembali ke pelukan?
"Udah ngeliat dia begini, masih mau nyakitin? Kamu laki-laki, harus tegas sama perasaan sendiri. Zak, Keyra lagi hamil, harusnya kamu sebagai suami ya menjaga. Dia hampir celaka gitu kamu aja nggak tau?"
Siwi memulai perbincangan dengan kalimat yang membuat telinga Zaky memanas. Berulang kali egonya bertindak, bukan ia yang sengaja melepas Keyra. Wanita itu sendiri yang memilih kabur dari rumah.
"Kenapa cuma nyalahin aku, sih? Jelas-jelas dia pergi sama kamu. Kalau bukan kamu yang ngajak pasti dia nggak bakal kabur dari rumah!" balas Zaky dengan nada tinggi. Siwi tersenyum miris, ia merasa Zaky lelaki yang tidak tahu diri.
"Penyebab dia sampai kayak gini itu kamu! Keyra nggak mungkin minta dijemput, minta cerai kalau dia nggak disakiti. Mikir makanya!"
Siwi tidak bisa menahan emosi lagi. Ribuan kata umpatan ingin ia lontarkan, tapi sebisa mungkin ditahan. Pria di hadapannya ini emosional, bisa-bisa Siwi disakiti. Namun, demi apa pun itu, Siwi tetap ingin melindungi sahabatnya. Ia tak suka bila Zaky selalu menyakiti hati Keyra.
"Ce–cerai? Jadi, yang dia bilang itu serius? Dia mau cerai?" tanya Zaky tidak percaya. Siwi lagi-lagi menertawakan kebodohan pria di hadapannya. Apa lagi selain itu? Keyra bukan wanita yang suka sandiwara.
"Sekarang aku tanya, sampai kapan mau nyimpan Luna di hatimu? Sampai Keyra benar-benar pergi? Harusnya kamu bersyukur, punya istri yang baik, pengertian, penurut, cinta mati sama kamu! Apa susahnya, sih lupain dia? Dia juga udah mati!" bentak Siwi.
"Jaga ucapanmu!"
"Benar, 'kan? Kamu mendadak emosional ketika aku membahas soal Luna. Cintamu ke dia benar-benar tulus, Zak. Aku salut sama kamu," ucap Siwi lalu bertepuk tangan. Ia berjalan mendahului Zaky yang masih terdiam dalam pikirannya, "aku cuma mau bilang, jangan sia-siakan berlian demi sampah!"
Sampah? Bagi Zaky, Luna bukan sampah. Hanya ketika bersama Luna, ia merasa hidup. Berjaya memperbaiki dan melindungi wanita. Hatinya hancur melihat Luna dijamah lelaki hidung belang. Ia ingin membebaskan wanita malang itu dari terkaman binatang buas.
Ya, hari itu, awal perjumpaan mereka.
***
Dunia malam, kerap menjadi pekerjaan yang menjanjikan. Luna—gadis 17 tahun itu putus sekolah karena masalah ekonomi. Ia memilih mencari uang di pulau orang. Entah menjadi apa nanti, intinya setelah berpamitan dengan kedua orang tua, Luna bertolak dari desa ke Kota Jakarta.
Tidak disangka, kehidupan kota itu jauh lebih menyesakkan. Kejam, kasar, membuat hatinya sering patah. Berkali-kali dijamah oleh laki-laki hidung belang, atau mahasiswa yang ingin menghilangkan keperjakaannya. Tangis pertama malam itu, usai pria berusia 35 tahun selesai dilayani dan melempar segepok uang ke kasur.
"Aku sudah tidak suci," lirihnya sendu. Bak menyesali perbuatan zina yang ia lakukan. Namun, apa daya? Hanya dengan cara ini dia bisa bertahan hidup.
Malam demi malam, pria yang dilayani berbeda-beda. Meskipun ada yang datang berkali-kali karena puas, ingin merasakan tubuh Luna lagi; lebih lama. Namun, wanita itu selalu menangis setiap kali berhenti bergulat. Antara menyesal dan merasa seperti wanita murahan. Dilempar sana-sini demi memuaskan nafsu setan.
"Ini kali terakhir aku menikmati tubuhmu. Pergilah, mulai hidupmu dari awal, cari pekerjaan yang layak," kata pria yang dipanggil Om Pras oleh Luna. Wanita itu tertegun, sekilas netranya basah.
Satu koper berisi uang diletakkan di atas kasur. Luna bangkit, ia merasa tidak pantas mendapatkan uang sebanyak itu. Untuk apa?
"Ta–tapi, Om, ini terlalu banyak. Bukankah tarifku hanya tujuh ratus ribu per malam? Seperti biasanya?" tanya Luna memastikan. Namun, pria di hadapannya itu hanya tertawa kecil dan menyulut batang rokok.
"Luna ... Luna, kamu itu terlalu polos. Ini memang terakhir kali aku menikmati tubuhmu, tapi tidak berlaku untuk mereka, bukan?"
Pras menunjuk pintu depan, seketika suara gedoran membuat jantung Luna hampir mencelos keluar. Ia menelan salivanya dengan susah payah ketika melihat tujuh pria asing bertubuh besar memaksa masuk ke kamar itu. Astaga, inilah neraka yang sesungguhnya. Pras hanya tertawa licik, menyalami teman-temannya itu satu per satu.
"Selamat menikmati malam dengan mereka, Luna ...," ucap Pras lalu berjalan mundur menuju pintu. Sedangkan Luna meremas seprai, tatapan pria-pria asing itu bagai predator yang mendapatkan mangsa. Mengerikan!
Sreek, sreek, sreek!
Sobekan demi sobekan, kain-kain itu terjatuh di atas lantai. Buas, beringas, bejat! Sumpah demi apa pun, Luna tidak ingin uang sebanyak itu jika tubuhnya dinikmati bersamaan.
Ia menangis, berusaha memberontak. Namun, pria itu menamparnya berkali-kali, membekap mulutnya dengan kain sobekan bajunya sendiri.
"Lepas, lepaaas! Ambil uangnya, ambil!" teriaknya ketika sumpalan itu terlepas.
"Diam!"
Gubrak!
Lelaki itu menoleh, menatap satu per satu wajah yang berdiri di depan pintu. Polisi, mucikari, dan ... siapa dia?
"Tahan mereka! Tutup tempat ini!" perintah polisi itu, anak buahnya pun dengan sigap menangkap pria-pria yang hendak memperkosa Luna. Wanita malang itu meringkuk, tangisnya terdengar pilu.
"Hei, ayo ikut bersamaku. Akan kuobati lukamu," kata seseorang itu sembari menutupi tubuh Luna dengan jaketnya.
"Namamu siapa?"
"Lu–Luna."
"Luna, nama yang cantik. Namaku Zaky, Zaky Alamsyah."
Binar itu, binar penuh ketertarikan. Bukan tatapan penuh nafsu, melainkan rasa ingin melindungi.
Bersambuuuung!
Kayaknya masih panjang deh alurnya ini. Tentang Luna, orang tua Keyra yang masih belum tahu ada di mana, juga keputusan Keyra untuk bercerai. Pantengin terus 😘
CB ini nggak akan di-update di grup Facebook lagi, ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendiang [END]
RomanceTELAH TERBIT || Part Masih Lengkap! Plagiator Harap Menjauh! Pelajari undang-undang hak cipta agar Anda tidak dikenai sanksi. *** "Aku mencintaimu, tapi maaf. Keberadaan dia di hati untuk pertama kali belum bisa tersisih. Aku menyayangimu, tapi cint...