Part 13 | Restu

1.3K 78 0
                                    

Gadis di sampingku ini kagum ketika melihat rumahku yang lumayan besar. Senyum manisnya memudar tatkala melihat Mama berjalan pelan menghampiri kami. Ya, Mama sepertinya menyukai Keyra juga. Karena belum melihat keberadaan Papa, aku memutuskan untuk memanggilnya.

"Kak? Yah, kok ditinggal, sih?" bisik Keyra pelan, tapi masih terdengar Sela.

Papa dan aku menuruni tangga. Matanya berbinar ketika melihat Keyra yang sedang bercanda ria bersama Mama. Ya ampun, cocok sekali! Seperti melihat mertua dan menantu yang romantis. Ah, aku semakin tidak sabaran ingin mengatakan ini.

"Ma, Pa, namanya Keyra. Kami ketemu di depan minimarket," kataku memperkenalkan Keyra.

"Oalah, namanya cantik. Asalnya dari mana?" tanya Papa.

"Euhm ... anu, emm." Keyra tampak gugup, aku gemas dengan tingkahnya yang memilin-milin gaun sendiri.

"Dia tinggal di desa, Pa. Baru pertama kali ke kota jadi maklum kayak gini," kataku mewakilkan. Papa manggut-manggut, sedangkan Mama menatap kami sembari tersenyum centil.

Usai berbasa-basi dan saling bertanya satu sama lain, aku menyiapkan diri agar melamar Keyra di depan orang tua. Alasannya sederhana, aku sungkan mengungkapkan rasa ini di depan banyak orang. Keyra gadis pemalu, harusnya lamaran ini tidak terlalu mengejutkan hatinya.

Aku bangkit, menggandeng tangannya agar berdiri sejajar. Setelah berhadapan, aku mundur selangkah. Bertekuk lutut dan membuka kotak cincin berwarna merah itu.

"Key, mau gak jadi istriku?"

Dia membekap mulut, sangat terkejut.  Ia ragu ingin menjawab apa, selalu menatap ke arah Mama. Jangan ditanya, Mama pasti setuju seratus persen. Begitu juga dengan Papa yang merestui apa saja yang akan membuat anaknya bahagia.

"Jangan tatap Mama, Keyra."

"Ta–tapi, Tante. Apakah ini terlalu terburu-buru? Kami baru kenal dua hari yang lalu," kata Keyra.

"Apa masalahnya? Kalau kamu suka, dia suka, kenapa kalian gak menjalani ta'aruf saja? Coba dulu, siapa tau cocok," jelas Papa. Aku manggut-manggut, Keyra terlihat menarik napas panjang.

"I–iya, Kak. Keyra mau."

Alhamdulillah!

Betapa bahagianya aku hingga langsung bangkit dan ingin memeluk Keyra. Namun, sebelum itu terjadi, tangan kekar Papa mencegatku lebih dulu. Aku menoleh dan senyum anehnya membuatku takut. "Belom muhrim!"

"Keyra, setelah menikah nanti, kamu harus memakai jilbab. Mama tidak ingin menantunya digoda lelaki jalanan," kata Mama.

"Siap, Tante!"

***

Ta'aruf selama itu akhirnya membuatku semakin mantap meminang Keyra. Setelah berkunjung ke rumah Keyra di desa, aku hanya bertemu dengan ibunya. Bu Darsiah tampak bahagia anaknya dipinang pria sepertiku. Namun, kebahagiaan di raut wajahnya memudar. Entah kesedihan apa yang menguasai hatinya.

Hari yang ditunggu-tunggu, tepatnya 12 Januari 2020. Pesta pernikahan yang tidak terlalu mewah. Keyra yang menginginkan hal itu. Ia tidak suka hal-hal yang mengeluarkan banyak uang. Katanya, jika yang sederhana saja bisa membuat hati bahagia, untuk apa yang mewah-mewah? Yang terpenting halal dan sah di mata agama.

....

Aku menggendong Keyra ke kamar. Bidadari kecilku ini sangat manis dengan gaun putih yang menjuntai panjang. Hiasan jilbab di atasnya membuat siapa saja terpukau. Cantik luar dalam. Benar-benar tidak salah pilih. Wanita cantik yang Allah beri untukku.

"Keyra," bisikku pelan. Ia menggumam, hanya memejamkan mata.

"Kalau mas menjadikanmu yang ketiga, mau?" tanyaku.

Sontak saja, ia membuka mata. Mendorongku hingga terduduk di atas lantai. Sedangkan ia menatapku serius.

"Yang pertama Allah, kedua Mamaku, baru ketiga kamu," lanjutku menjebak. Ia menunduk malu, lalu terkekeh kecil. Sangat menggemaskan.

"Jangan gitu lagi, gak suka! Tau sendiri 'kan cewek gak suka dibagi-bagi cintanya," kata Keyra.

Cinta?

Apakah Keyra sudah mencintaiku? Bagaimana perasaanya bila tau aku belum berani memberi seluruh hati padanya? Aku masih mencintai Luna, almarhumah istriku yang bahkan belum sempat tersentuh. Hanya kecupan di kening waktu itu.

Mama dan aku sengaja merahasiakan ini darinya. Jika dibilang duda, tidak juga. Aku masih perjaka. Hanya saja pernah menikah sekali, akhirnya ditinggal pergi selamanya. Sakit memang. Aku terlanjur memberi segalanya untuk Luna. Tersisa kenangan obrolan chat yang sampai kapan pun, tidak akan kuhapus.

***

Enam bulan pernikahan, kami belum berencana memiliki momongan. Selain agar bisa menikmati waktu berdua, urusan kantor juga masih banyak. Mungkin selesai beberapa minggu kemudian. Aku takut jika Keyra hamil, tidak fokus menjaganya karena sibuk mengurus pekerjaan.

Jadilah kami seperti pengantin baru selama enam bulan lebih. Tiada hari tanpa kata-kata cinta yang menggiring aktifitas kami. Kadang Keyra membantu Mama memasak, atau membuat camilan. Masakan Keyra enak, aku suka tumis kangkungnya. Menu sederhana yang menggugah selera.

Malam sebelum tidur, kebiasaanku adalah mengelus pipi Keyra. Istriku itu suka bila pipinya dibelai lembut. Membuatnya cepat terlelap dan mimpi indah.

Namun, siapa sangka, mimpi indah untuk Keyra, tapi sebaliknya untukku. Mengapa hati ini begitu sulit mencintai? Aku lelah berpura-pura manja padanya. Lelah terlalu romantis dan terlihat bahagia. Aku ingin dia tahu yang sebenarnya, tapi jangan sekarang. Mungkin hatinya belum siap menerima kenyataan.

Luna, maafkan aku.

Aku juga ingin bahagia tanpa dirimu. Semoga dengan hadirnya Keyra dalam hidupku, membuat hati ini lupa tentang kenangan kita. Yang begitu singkat tapi sangat membekas di hati. Sangat sulit dilupakan, entah mengapa. Kamu bisa memberitahukan alasannya kepadaku? Sungguh, kepura-puraan ini membuatku jenuh.

***

Mungkin, Allah menjawab inginku. Hari itu, tanpa sengaja, Keyra melihat isi chat di ponsel. Aku masih enggan mengatakan hal yang sebenarnya ketika itu. Nama Luna dengan emotikon love, pertanda ada wanita lain selain dia. Paham bagaimana sifat wanita yang curiga. Pasti rasa penasarannya menggebu-gebu. Ingin tahu siapa gadis yang ada di daftar chat-ku.

Akhirnya, terungkap juga.

Suatu kejadian yang membuka kedok sebenarnya. Hal yang akan kusesali seumur hidup. Padahal harusnya bahagia karena ia mengandung anak pertama. Namun, pada akhirnya dia kecewa. Lantas menjauhiku sampai detik ini. Memang, aku yang salah. Aku yang pantas mendapatkan balasannya.

Meski begitu, aku tidak rela ia disukai pria lain di luar sana. Statusnya tetap istriku, Rey atau siapa pun tidak berhak ikut campur. Sulit mengungkapkan jenis perasaan ini. Masih cinta dengan masa lalu, tapi sayang pada yang sekarang.

Apakah aku egois?

Atau perasaan sayang ini hanya fatamorgana?

Palsu, semu, tidak akan terjadi?

Jika benar palsu, mengapa aku cemburu? Mengapa aku begitu marah ketika melihatnya dipeluk pria lain? Rasanya ada sesuatu yang menghantam dada cukup keras. Membuat kesadaran penuh dan timbul naluri ingin melindungi. Merebut sesuatu milik sendiri.

Sampai kapan pun, aku tidak rela. Keyra tetap milikku, apa pun yang terjadi. Tenang saja, perlahan hati ini untukmu seutuhnya. Hanya waktu yang menjawab itu semua.

🌹🌹🌹

Mendiang [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang