Balas dendam, itu yang sekarang Lian fikirkan. Untuk membalas rasa sakit atas kematian ibunya. Karena ulah Kaibo kekasihnya. Mampukah Lian membunuh kekasihnya yang bernama Kaibo.
Udah cuma segitu aja. Baca kalau mau tau.
Aaron menatap keduanya dengan datar. Aaron memang selalu dingin Meskipun dia adalah putra terbaik dan kepercayaan Jun-Fan. Nyatanya dia sangat jarang berinteraksi dengan Jun-Fan, sedikit berbicara namun banyak bekerja itulah Aaron. Aaron adalah anak yang sangat jenius. Dia di besarkan oleh Jun-Fan saat berusia 10tahun setelah kedua orang tuannya meninggal akibat kecelakaan pesawat.kedua orang tuanya adalah orang kepercayaan Jun-Fan dan saat mereka meninggal Jun-Fan memutuskan untuk mengangkatnya sebagai anak dan menambahkan namanya di belakang nama Aaron. Siapa sangka di usianya yang baru menginjak 18 tahun sudah mampu memimpin perusahaan besar milik Jun-Fan. Hingga saat ini dia berusia 25 tahun. Perusaan Jun-Fan bertambah besar berkat kerja keras Aaron.
Aaron-Fan
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jadi silakan berjabat tangan". Aaron kini menjabat tangan Lian. Lian menatapnya dengan tidak percaya. Bagaimana mungkin seorang kakak seharusnya bisa lebih hangat pada adiknya.
"Kalau begitu aku ke kamar." Lalu Aaron pergi meninggalkan ke duanya.
"Papa, apa yang papa beri padanya?" Tanya Lian.
"Maksud kamu apa Lian?".
"Maksud aku papa memberinya makan apa hingga dia begitu dingin."
"Hahaha.. " Jun-Fan bergelak saat mendengarkan perkataan putrinya. "Dari dulu dia memang seperti itu Lian, tapi percayalah dia sangat baik dan penyayang."
"Oh iya papa, kenapa aku baru melihatnya sekarang?, selama ini dia kemana?"
"Selama dua minggu dia berada di 3 negara, di Amerika, Dubai dan Rusia, dia bertemu dengan rekan bisnis papa. Ayo Lian sekarang istirahatlah."
Lian mengangguk dan pergi memasuki kamarnya.
☆☆☆
Paginya Lian Jun-Fan dan juga Aaron sarapan bersama. Tidaka ada satupun yang dari mereka mengeluarkan suara. Dan akhirnya Jun-Fan yang memulai. "Lian hari ini kau boleh libur dengan latihanmu. Keluarlah bersama Aaron."
"Tapi pa, Aaron masih ada pekerjaan"
"Lian di rumah saja" kata Lian ikut menyuarakan.
"Tidak, kalian berliburlah hari ini, Aaron. Pekerjaanmu papa yang urus hari ini."
"Baiklah" kata Aaron dingin.
Lian hanya diam memandangi Aaron dan Jun-Fan.
"Bersiaplah aku akan mengantarmu berjalan-jalan" Aaron kini bangkit dari duduknya. Di ikuti Lian berjalan di belakang Aaron. Jun-Fan hanya tersenyum menatap kedua anaknya.
Di perjalanan Aaron akhirnya membuka suara setelah 15 menit mereka hanya diam. "Kau ingin kemana dulu?"
Lian yang hanya menatap jalanan sambil melamun kini terkejut oleh ucapan Aaron. "Eh, em. Bisa kau antar aku ke mall. Aku butuh sesuatu."
Aaron hanya mengangguk oleh ucapan Lian.
Lian menatap jalanan yang di belakang mobil Aaron lewat spion mobil. "Aaron, apakah mereka harus mengikuti kita?"
Aaron melihat spionnya dan fokus lagi ke jalanan. "Harus, demi keselamatanmu dan juga aku".
"Aku bisa jaga diri." Kata Lian.
"Jangan gegabah. Meskipun kau mampu membela dirimu aku tak yakin kau akan selamat jika musuhmu lebih dari 20 orang. Jadi diamlah."
Lian menunduk dengan ucapan Aaron.
Kini mereka telah sampai di Mall, Lian berlari ke tempat di mana dia akan mendapatkan sesuatu yang dia cari. Aaron hanya mengikutinya di belakang sambil memasukkan ke dua tangannya di saku celananya sambil berwaspada terhadap musuh yang mungkin akan datang menyerangnya ataupun Lian.
"Aaron ayo kita masuk ke toko itu." Sambil di tunjuknya toko aksesoris lalu menyeret Aaron agar ikut dengannya. Aaron mengernyitkan alisnya. Entah kenapa gadis yang baru dia kenal ini bertingkah seperti sudah sangat akrab padanya.