Perjalanan kesepuluh

8 0 0
                                    

***

"Willem, apa kamu sudah tidur?"

"ahh belum tante. Ada apa?"

"boleh tante masuk?"

"silahkan tante"

"tante mau bertanya pada mu nak. Apa benar kamu belum memiliki kekasih?"

Aku terdiam sejenak. Tidak hanya sekali dua kali tante dan paman menanyakan hal ini. Aku menggelengkan kepala.

"tante, Willem ingin cerita sedikit. Boleh?"

"Natuurlijk kan je dat (tentu saja boleh). Sini cerita pada tante"

Kami duduk berdua dibalkon kamar ku. Ditemani secangkir coklat hangat buatan simbok.

"setelah ibu meninggal. Aku selalu mendengar suara-suara aneh tante. Seperti suara ibu. Ia memintaku untuk menemukan seorang wanita yang membawa cahaya. Tapi aku tak tahu maksudnya"

Tante tak bereaksi apa-apa selain matanya membulat dan detik berikutnya normal kembali.

"terahir adalah saat dipemakaman tadi. Aku mendengar sayup-sayup suara ibu untuk tetap bersama wanita itu. Dan sebentar lagi aku akan mendapat cahaya"

Sampai disini kulihat mata tante Aisy berkaca-kaca. Kemudian, satu tetes air matanya jatuh.

"tante tak apa?"

"lanjutkan ceritamu" pinta tante Aisy sembari menyeka air matanya.

"aku tadi kepemakaman ibu bersama seorang gadis. Kami tidak sengaja bertemu di Malioboro. Lalu kami dekat dan tadi ia kubawa kepemakaman ibu"

Kuhentikan ceritaku kala air mata tante semakin deras. Ia menggenggam tangan ku, erat sekali.

"Willem, bisakah kau bawa gadis itu besok saat pernikahan Faris?"

"maaf tan. Sepertinya dia tidak bisa. Dia kesini juga karena ada urusan"

"emm begitu. Ya sudah. Sekarang tidurlah. Besok acara sangat banyak. Aku takut kau kelelahan. Goede nacht Willem, zoete dromen van mijn kind (selamat malam Willem. Semoga mimpi indah sayang)"

Lalu tante keluar kamar dan aku menghampiri ranjang ku. Kurebahkan badan ku lalu kupejamkan mata ku.

***

Malam ini badan ku terasa tidak enak. Apa karena efek hujan-hujan kemarin ya. Aku harus kuat, aku harus sehat. Aku ingin melihat mas Faris dipelaminan hari ini.

"Sy, wes siap urung? (sy sudah siap belum?)" sepertinya Fatimah sangat antusias untuk pergi kepesta pernikahan mas Faris.

"iyo. Sedilit ngkas Fat (iya. Sebentar lagi Fat)"

"wah ayune kanca ku. Mesti Faris nyesel ninggalno awak mu. Aku dadi penasaran wedokan koyo opo seng iso ngganteni koe neng atine (wah cantiknya temen ku. Pasti Faris menyesal ninggalin kamu. Aku jadi penasaran perempuan seperti apa yang bisa menggantikan kamu dihatinya)"

Aku hanya tertawa sedikit. Lalu kami melanglah meninggalkan apartemen ku. Jujur saja, kepala ku masih berat. Pusing dan suhu badan yang sepertinya semakin tinggi. Tuhan, kuatkan sebentar saja.

Aku melangkah mantab dihotel tempat pesta pernikahan mas Faris. Aku kuat, aku kuat, aku pasti kuat. Ku bisikkan kata itu terus menerus dihati ku. Entah menguatkan yang mana. Menguatkan hati ku karna ditinggal menikah
Atau menguatkan badan ku yang kian lemah.

Kupandang laki-laki yang berada jauh didepan. Bersalam-salaman dengan wajah sumringah tanpa beban. Sudah lupakah dia padaku tuhan? Hari ini, kuputuskan untuk meminta hatiku kembali. Dan akan kusimpan rapat-rapat.

Kulangkahkan kaki menuju pelaminan. Aku bersalaman dengan papa Arl dan mama Aisy. Lama mama memeluk ku. Menangis tersedu-sedu memintaku untuk tak terus pilu. Air mata ku tak kalah luruh. Pipi ku basah kuyup dengan eluh. Kubisikkan pada mama...

"...tak apa ma. Arsy sudah ikhlas. Kami memang ditakdirkan untuk tidak berjodoh. Arsy terima surat takdir tuhan ini.."

Lalu mama melepaskan pelukannya. Mengizinkan ku untuk lanjut menyalami mas Faris dan istrinya.

Wanitanya sangat kencang menggenggam lengan suaminya. Takut jika aku akan mengambil darinya. Harusnya dia malu, bukankah dia yang mengambil mas Faris dari ku.

"se_selamat mas. Kudoakan bahagia"

"Arsy.. Maafkan aku. Ak_"

"aku kesini juga ingin mengambil hatiku yang lupa kau kembalikan kala kau berpamitan. Dan aku kembalikan semua kenang kala kau pergi meninggalkan ku sendirian"

Mas Faris hanya menatap ku sendu. Ia pegang dadanya lalu mengarahlan telapak tangannya padaku

"ambil kembali hatimu. Kumohon maafkan aku.."

Tak ingin lagi ku dengar ucapan mas Faris. Aku tinggalkan dia dengan air mata duka. Atau malah air mata bahagia. Oh bukan, air mata selamat tinggal.

...bagaimana? Sudah lega bukan. Hatimu sudah kembali lagi dalam genggamanmu. Tak lagi dikurung oleh laki-laki tak tahu diri itu. Tenang Arsy, kau akan mendapat ganti...

Kuhabiskan airmata ku diluar gedung. Sakit kepala kini tak lagi kurasa. Namun tubuh ku semakin lemah, semakin lemah amat lemah. Lalu..

Bruk

***

Pesta Faris bisa terbilangan sangat mewah. Nuansa putih dan abu menghiasi ruangan ini dengan sangat apik.

Aku bertemu dengan beberapa kalangan pejabat, pengusaha dan lain sebagainya. Beberapa diantara mereka aku kenal beberapa lagi kami kenalan.

Dari kejauhan mata ku bertemu dengam sebuah pemandangan yang tak asing. Sepertinya aku kenal dengan wanita yang memakai baju kebaya cream itu. Aku permisi dari kerumunan dan ku ikuti arah kaki wanita itu melangkah.

Masih belum kulihat wajahnya. Dia sepertinya sangat kenal dengan tante Aisy. Mereka berpelukan sangat lama dan air mata tante sangat deras membanjiri pipinya.

Begitu pula gadis itu. Lalu ia berhadapan dengan Faris. Seketika Faris menangis, air mata tak terbendung lagi. Tidak sedikit tamu undangan yang saling berbisik. Sayup-sayup kudengar..

Itukan pacar si Faris
Iya tapi ngga lagi. Soalnya siFaris lebih milih Fitri
Ahh padahal dia sangat cantik. Lebih cantik dari si Fitri
Huss ngawur kamu

Semesta ku harap dia bukan gadis ku. Kalaupun benar itu gadisku, kuharap dia telah sepenuhnya melepas masa lalu itu. Tidak sedikit Faris menceritakan kisahnya dengan mantan kekasih yang terpaksa ia tinggalkan. Mereka masih saling cinta, masih saling sayang. Mana mungkin aku bisa menggantikan posisi Faris.

Ketika wanita itu berbalik badan..

Damm benar saja ternyata itu Arsy. Wanita yang dicintai namun juga disakiti oleh Faris. Wanita yang sangat kehilangan Faris. Wanita yang ku cinta.

Hati ku sesak. Tubuh ku bergetar. Kakiku lemas. Tuhan, takdir apa lagi yang harus ku sangga sekarang.

Tak kuasa ku lihat tangisnya kala itu. Tangis kehilangan, tangis duka lara. Aku membalikkan badan, lalu pergi dari sana. Secepatnya.


_____________

Ku harap kau masih kuat
Ku harap kau masih hebat
Kuharap, kau belum kecewa dengan semesta karena dramanya

Bertahanlah sebentar lagi....

Peluk hangat dari ku...

Udara yang kau hirup

Willem & ArsyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang