2S. 17

1.4K 138 119
                                    

Berpisah dengan orang yang pernah tinggal di hati kita sakitnya sama seperti memotong bagian tubuh sendiri.
- Dokter ji sunwoo -

Ujung dari penghianatan adalah rasa sesal. Mencintai memang tak cukup dengan rasa percaya, namun ada bagian lain yang harus dibangun yaitu berdamai dengan masa lalu dan diri sendiri. Lelaki yang aku kira tulus mencintaiku ternyata hanya menjadikanku sebatas pelampiasan akan rasa sakitnya. Cinta yang aku jaga, lelaki yang aku puja kini menusukku, mencabik-cabik hatiku. Sekarang aku tau kebodohanku, aku terlalu berharap pada orang yang sama namun keberadaanku di hatinya berbeda.

Yona semalam datang, entah kenapa dia bisa ada di apartemenku, dia belum menjelaskannya padaku. Aku terlalu sibuk menangisi orang yang tak peduli padaku, semalam suntuk aku menangis tanpa henti dan Yona berusaha menenangkanku meksipun cara apapun yang ia pakai tak mampu membuat sakitku mereda. Setidaknya kehadiran Yona memberiku kekuatan lewat tatapannya. Yona memang tak pandai menghiburku, wajah datarnya, kata-katanya yang menusuk itu sangat jauh dari kata tenang namun rangkulan pada bahuku seperti membuatku merasa di lindungi.

Langit pagi ini berselimut kabut, awan kehitaman tak mau pergi dan rintik hujan mulai jatuh di bagian sisi bumi. Tanganku menyentuh setiap tetesannya, dingin dan menyakitkan. Kenapa aku tidak setangguh hujan, hujan tidak pernah sakit meski jatuh berkali-kali.

"Shan, sarapan dulu tadi gue pesen makanan kesukaan lo." Suara tegas Yona terdengar jelas meski bersahutan dengan air hujan. Aku menoleh kemudian mengangguk dan menutup jendela kamar. Kakiku terhenti saat melihat lelaki itu masih tidur dengan nyenyaknya. Brengsek! aku harus menipu diri sepagi ini. Yona menarik lenganku saat tubuhku tak bergeming. Yona tak bertanya apapun kenapa aku menangis, aku yakin dia sudah tau alasannya. Beberapa bingkisan terletak di meja mungkin itu punya Yona, pikirku mencoba mengalihkan dari lelaki itu.

"Nih, makan yang banyak. Oiya tadi ada telpon dari bu Melody nyuruh lo kesana ada hal penting katanya. Nyokap sama bokap lo juga telpon lo terus dari semalam. Gak tau deh ada apaan." Ucap Yona panjang lebar. Tangannya menuangkan segelas susu untukku sedangkan ia sendiri memilih meminum kopi.

"Yaudah ntar sorean gue ke rumah mami." Aku membalas sekenanya. Hari ini aku harus ke kantor ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa aku tinggal.

"Orang disuruhnya pagi ini. Habis lo sarapan langsung berangkat aja takutnya emang ada hal penting soal kakak lo. Gue udah suruh anak buah gue nganter lo, jadi lo gak usah bawa mobil." Aku menatapnya sekilas mencari tau dibalik pemaksaan ini. Aku kenal sahabatku bukan setahun dua tahun, aku yakin dia sedang merencanakan sesuatu.

"Kenapa muka lo gitu? Lo gak percaya ma gue? Lo telpon sekarang gih bu Melody nya." Yona sepertinya sadar akan arti tatapanku, aku lantas tersenyum kecil sambil menggeleng pelan.

"Iya gue pergi ke rumah mami pulang kantor."

"Gak usah ke kantor, urusan lo udah di backup ama sekertaris lo." Aku mengangkat wajahku cepat saat mendengar Yona berkata demikian.

"Gue yang nyuruh, lagian lo masuk kantor juga percuma gak akan konsen, udah mending lo pergi ke rumah bu Melody aja biar ada temen, disana ada kakak lo juga kan?" Lihat seenak udelnya saja dia menyuruh sekertarisku dan sekarang menyuruhku. Aku malas berdebat tubuhku lemas hanya sekedar berbicara, jadi ku biarkan saja dia dengan tingkah semena-menanya.

"Iya." Jawabku singkat.

Kami menghabiskan sarapan dengan obrolan ringan, Yona menarikku dengan mantra yang penuh manipulasi. Dia dengan kekuatan kata-katanya membuatku sedikit lupa akan lelaki itu.

For 2S to B Continued (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang