Epilog

1.6K 110 156
                                    

Aromamu merasuki rongga dadaku, ku tatap teduhmu, lengkung dibibirmu serta langkah pasti yang akan aku lalui hari-hari kedepan. Cinta itu tumbuh tanpa rencana, menghadirkan maharasa yang begitu pekat sekaligus menikam dalam. Keputusaku untuk menikah dengan Sakti menjadi telak dalam geming. Bukankah kita berhak bahagia dengan caranya masing-masing? Melupakan dan memaafkan jelas dua hal yang berbeda, aku sudah memaafkan semua kesalahan Boby tetapi kesalahannya dulu tidak terhapus begitu saja dari ingatanku. Aku sedang mencoba melepaskan bayangannya, aku dan Sakti akan membangun rumah dengan kisah baru, aku tidak ingin rumahku di isi oleh kenangan orang lain apalagi disinggahi oleh tamu tak di undang. Bahkan sekecil apapun kerikil yang melukai kaki sebisa mungkin aku hindari. Rumahku harus nyaman agar betah di dalamnya, dan itu bukan hal yang mudah.

Setelah melewati proses panjang, aku dan Sakti sudah berada di ujung cerita. Kami akan mengakhiri dan memulai cerita baru lagi tentang kehidupan kami tanpa Boby. Masa lalu memang tidak seperti coretan kertas dalam buku, catatannya bisa mudah terhapus. Biarlah masa laluku dan masa lalu Sakti menjadi sebuah pelajaran untuk kedepannya nanti.

"Sayang," Suara berat itu milik kekasihku, Sakti. Sejak tadi aku memeluknya erat, menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya. Aku merenggangkan pelukan, menatap bola matanya yang hitam.

"Aku masih kangen," Ucapku manja. Binar matanya terpancar, Sakti tersenyum lantas jemarinya menyentuh rambutku dengan lembut.

"Jangan kangen, habis ini mau di pingit. Nanti kalo kangen titip salam ke kak Yona." Ujar Sakti kembali merapikan helaian rambutku.

"Hmm." Jawabku sebal.

"Yaudah aku pulang ya, sampai ketemu di depan penghulu."

Aku tidak menjawabnya, wajahku langsung suram padahal kami akan bertemu lagi sebagai pengantin, cinta memang aneh bukan?

"Hey," panggilnya pelan. Aku mengangkat wajahku yang menunduk.

"Apa?" Ketusku pada Sakti yang sedang tertawa kecil.

"Hey hey hey, mengembangkan senyuman."

"Diam!" Bentakku setengah berteriak. Namun bukannya takut Sakti malah terbahak sambil memelukku. Kurang ajar memang gak ada takut-takutnya.

"Aku sayang kamu," Sakti melumat bibirku sebelum benar-benar pergi dari kamarku.

Setelah cukup memberiku ketenangan, Sakti melepaskan pagutannya, namun aku menahannya. Aku meraih kembali tengkuknya menjambak rambut cepaknya.

"Sayang..." Sakti memanggilku disela ciuman kami dan aku langsung melepaskannya.

"Iya, iya. Bawel, sana pergi." Sakti tertawa lagi dan itu membuatku kesal. Akhirnya malam ini kami berpisah untuk kembali bertemu dalam muara yang disebut bahagia.

++++

"Berani-beraninya kamu membuat kerusuhan di dalam hatiku,"

"Biarin, siapa suruh singgah."

"Siapa suruh suka"

"Dih GR, siapa yang suka. Yang datang ke aku siapa?"

"Nggak ada, semesta yang mempertemukan kita."

For 2S to B Continued (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang