Langit terlihat pekat, padahal ini masih sore. Awan gelap semakin padat, mendung tak terbendung. Rintik hujan kian menderas saat kakiku setengah jalan menuju parkiran mobil, tetes demi tetes jatuh mengenai bahu juga rambutku. Sangat sulit berlari kencang saat menggunakan heels, belum lagi kedua tanganku menenteng tas dan juga sate kesukaan papa yang baru saja ku beli. Aku berlari kecil menerobos hujan, menajamkan penglihatan pada mobilku yang terparkir di sebrang jalan.
Hujan lebat mengguyur Jakarta, bajuku sudah hampir basah dan aku menyesal sekarang, kenapa tadi tidak menunggu saja di tempat aku membeli sate. Aku berdecak, menggeram tak terima saat beberapa pengendara motor yang lewat dengan tidak berprikemanusian menyipratkan air kotor yang menggenang di aspal hingga mengenai kaki dan wajahku.
"Fuck." Umpatku kesal.
Lampu hijau belum juga berganti merah, tubuhku sudah mulai kedinginan karena aku hanya menggunakan kemeja tanpa blazer.
Sembari menunggu lampu jalan yang hanya tinggal tujuh detik lagi berganti merah, aku merasakan air tak lagi menyentuh kepalaku. Aku bisa melihat dari genangan tepat di hadapanku, seseorang melindungiku dengan payung berwarna hitam. Beberapa detik kemudian aku di kagetkan oleh jaket army yang tiba-tiba menggantung di bahuku, sontak aku membalikan badan untuk melihat siapa yang berlaku semanis ini padaku."Sakti!" Kerongkonganku tercekat, kaget saking kagetnya mataku hampir mau copot karena menatapnya tak percaya. Sakti yang sedang menjalani proses hukum kenapa dia bisa ada disini. Aku mulai takut melihat Sakti yang berada disampingku, dia tersenyum. Tadinya aku ingin berlari menjauhinya tetapi dia menahan lenganku, dan secepat mungkin kami melintas jalan yang sebentar lagi lampu akan kembali hijau. Aku diam dengan segala keterkejutanku, Yona tidak pernah cerita jika Sakti akan keluar dari penjara secepat ini.
Dia mengantarku sampai ke mobil, sepanjang kami berjalan dia terus-terusan tersenyum padaku. Aku jadi bergidik ngeri melihatnya. Sesampainya di depan mobilku, aku segera melepaskan diri dari genggamannya dan menjatuhkan jaketnya dari bahuku. Tanpa sepatah katapun aku pergi meninggalkan Sakti yang masih lekat memandang mobilku dengan tubuh yang tak bergeming.
Rasa dingin karena hujan dan AC mobil tak berpengaruh apapun, yang kurasakan sekarang adalah takut. Takut jika Sakti datang padaku untuk membalas dendam, takut jika Sakti tau kalau akulah dibalik semuanya. Aku harus segera menelpon Yona. Namun sebelum menelepon sahabatku, aku memutuskan untuk menghubungi orang tuaku terlebih dulu. Hari ini adalah jadwalku untuk dinner bersama mama dan papa, tapi mungkin aku akan mengatur ulang acara makan malam kami, yang ku pikirkan sekarang adalah pulang ke apartemen dan menghubungi Yona untuk membicarakan hal ini.
Lampu mobil redup dan mesin mobil mulai ku matikan, dengan tangan penuh tentengan aku bergegas menuju unitku di lantai 16. Pukul 18:20 Yona pasti sedang berada di ruang kerjanya, aku akan mencecarnya dengan beberapa pertanyaan nanti. Sebenarnya aku ingin sekali menyuruh Yona datang ke apartemenku akan tetapi Yona pasti tidak bisa karena besok dia harus menyusul Boby ke Jerman, aku tidak mau merepotkannya. Dan kalopun aku yang datang menemuinya sudah pasti besok aku akan tumbang, tubuhku rasanya lelah sekali, belum badanku yang terkena air hujan semoga saja aku tidak demam. Sepanjang jalan menuju unit, aku tenggelam dalam pikiranku. Tentang kejadian tadi, tentang Sakti yang tiba-tiba muncul.
Ting... suara pintu lift terbuka, aku menekan tombol yang berada di samping kiri. Lift kembali tertutup.
Ting... Pintu lift kembali terbuka. Layar LCD kecil yang berada diatas tombol lift menunjukan lantai 6, seorang pria masuk dengan jaket parasut yang sedikit basah. Aku tidak terlalu memperhatikannya karena pikiranku sekarang hanya tertuju pada kejadian sore tadi. Aku yang memang dasarnya cuek kembali berkutat dengan segela keresahan yang menyergap, pintu lift yang bening memantulkan bayanganku dan juga pria di belakangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
For 2S to B Continued (END)
FanfictionParalyzed Sequel. Shania, kamu seperti biru dalam balutan rindu, seperti romansa hujan yang kian syahdu kamu adalah candu semanis madu. Boby, apa yang kamu cari di semesta yang luas ini? Memulai kisah baru tanpa melupakan masa lalu. Shani, untuk me...