[14] In Cafe

74.7K 5.1K 123
                                    

Langkah kaki Dara semakin cepat saat ia menyadari Arga tengah mengejarnya, entah kemana ia menuju, yang jelas saat ini Dara hanya ingin terhindar dari pria itu.

Tak terasa, kakinya telah membawa tubuh Dara ke lantai paling atas sekolah itu. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, ada sebuah tangga rusak yang bertengger di samping ruangan kelas.

Tanpa pikir panjang lagi, ia berlari menaiki belasan anak tangga itu hingga membuatnya berdiri di bawah langit yang membentang luas.

Dara menengadahkan wajahnya ke atas, matahari seakan tengah menertawakannya dari atas sana, gadis itu melihat sekeliling. Hamparan lantai semen yang masih berantakan oleh ember pecah dan alat-alat bangunan lainnya menjadi pemandangan yang cukup buruk dipandang mata.

Sepertinya lahan itu akan dibangun sebuah ruangan lagi, mengingat sekolah yang ia tempati adalah sekolah elit. Jujur, ia baru tahu jika ada lahan kosong di atas sana, seandainya tahu dari dulu, mungkin ia akan menjadikan tempat itu sebagai sahabatnya.

Dara berdiri tegap seraya memandang lepas pemandangan halaman sekolah di bawah sana. Hatinya berdesir nyeri.

'Gue benci sama lo Ga! Gue benci! Baru kemarin lo minta maaf tapi sekarang lo ulangi kesalahan lo lagi. Bahkan, lebih parah! Apa salah gue Ga? Apa?!'

Disela-sela air matanya, ia meremas kuat rok abu selulututnya. Melampiaskan semua unek-uneknya agar sedikit mereda.

"DARA! Jangan kayak gini!"

Arga menghentikan langkah kakinya, ia menghirup oksigen sebanyak mungkin setelah berjuang melewati puluhan anak tangga.

Arga memperhatikan sekeliling, semua ruangan sudah ia cek, namun tidak menemukan orang yang dicarinya.

Cowok itu menendang kuat tong sampah di sampingnya sampai tergeletak. Setiap orang yang berpapasan dengannya pasti akan kena sembur.

****

Sore kian merayap, bel pulang SMA Cakrawala sudah berbunyi sejak satu menit yang lalu. Satu persatu para siswa keluar dan menaiki kendaraan masing-masing, ada yang dijemput, ada juga yang menunggu di halte bus.

"Megan!"

Sang empu yang merasa namanya dipanggil pun membalikan badannya.

"Tumben amat lo manggil gue?"

"Gue cuma mau nanya, lo liat Dara?" tanya Arga to the point.

"Lah, gue pikir dia sama lo. Tadinya gue mau marahin dia karena udah ninggalin gue di toilet," ujar Megan dengan wajah lemas.

"Jadi, dia gak masuk sejak pagi tadi?" Arga mengerutkan keningnya.

"Nggak." Megan menggeleng lesu, jujur saja perutnya masih sangat sakit saat ini. Ia berniat untuk langsung pergi ke klinik sebelum pulang ke rumah.

Arga mengusap wajahnya kasar, lalu melangkah tergesa-gesa ke arah mobilnya.
Megan hanya menatapnya dengan aneh.

****

"Enggh ..."

Dara mengerjapkan mataya berkali-kali, ia merasakan pantulan sinar matahari yang begitu terasa. Matanya melihat sekeliling, ada banyak pohon yang menjulang di sana, astaga ia ingat ia sedang bersembunyi.

Dara melihat arloji hitam yang melingkar di tangannya, sudah jam empat sore. Artinya, ia ketiduran lumayan lama.

Dara bangkit kemudian melangkah pelan menuruni tangga. Sambil mengamati sekeliling, takut jika ada sosok Arga, tapi untunglah semua ruangan sudah sepi.

My Psychopath (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang